Dr. Slamet Muliono Redjosari
Wakil Ketua Bidang MP K DDII Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Para Nabi sudah bersepakat dan berikrar janji untuk menegakkan Panji tauhid. Mereka bersumpah untuk satu kata dengan menetapkan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang harus disembah. Meski hidup di zaman yang berbeda dengan karakter yang berbeda, namun para rasul menyampaikan risalah yang sama, yakni menjadikan Allah sebagai Dzat Tunggal yang layak disembah.
Sumpah Rasul
Para nabi dan rasul memiliki visi yang sama. Mereka bersepakat untuk mengakui Allah sebagai satu-satunya Dzat yang harus disembah. Bahkan mereka bersumpah untuk menegakkan kalimat itu meski dengan berbagai resiko.
Mereka bahu membahu dan saling menguatkan serta saling menegaskan bahwa Allah wajib disembah. Meski hidup di era yang berbeda namun mereka mengkonfirmasi bahwa misi mereka sama.
Allah pun menegaskan hal itu sebagaimana firman-Nya :
وَاِ ذْ اَخَذَ اللّٰهُ مِيْثَا قَ النَّبِيّٖنَ لَمَاۤ اٰتَيْتُكُمْ مِّنْ كِتٰبٍ وَّحِكْمَةٍ ثُمَّ جَآءَكُمْ رَسُوْلٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَكُمْ لَـتُؤْمِنُنَّ بِهٖ وَلَـتَـنْصُرُنَّهٗ ۗ قَا لَ ءَاَقْرَرْتُمْ وَاَ خَذْتُمْ عَلٰى ذٰ لِكُمْ اِصْرِيْ ۗ قَا لُوْۤا اَقْرَرْنَا ۗ قَا لَ فَا شْهَدُوْا وَاَ نَاۡ مَعَكُمْ مِّنَ الشّٰهِدِيْنَ
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, “Manakala Aku memberikan Kitab dan Hikmah kepadamu, lalu datang kepada kamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” Allah berfirman, “Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian dengan-Ku atas yang demikian itu?” Mereka menjawab, “Kami setuju.” Allah berfirman, “Kalau begitu bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi bersama kamu.” (QS. Ali ‘Imran : 81)
Allah sengaja mengkonfirmasi kepada para rasul untuk menegaskan bahwa utusan Allah tidak berselisih soal mentauhidkan Allah. Hal ini tidak lepas dari adanya anggapan masyarakat yang menyatakan bahwa para nabi hidup di berbagai wilayah dan zaman yang berbeda. Sehingga memiliki misi yang berbeda termasuk dalam menyembah kepada Allah. Padahal dalam penyembahan kepada Allah tidak mungkin mereka berselisih. Bahkan Allah menjelaskan bahwa para utusan Allah sudah mengikrarkan untuk menegakkan tauhid dan di antara mereka saling menguatkan. Hal ini ditunjukkan dari berbagai sejarah perlawanan yang dilakukan masing-masing umatnya. Kaumnya melakukan perlawanan karena nabinya berupaya menegakkan tauhid. Perlawanan yang dilakukan raja Namrud kepada Nabi Ibrahim atau perlawanan raja Fir’aun terhadap Nabi Musa tidak berbeda motifnya, yakni karena karena ajakan untuk menyembah kepada Allah semata.
Ikrar Janji
Untuk menguatkan janji suci, Allah memastikan bahwa para nabi mentauhidkan Allah dan tidak akan mengkhianati dengan mengatakan bahwa dirinya sebagai Tuhan.
Para nabi meyakinkan umatnya untuk tulus dan ikhlas mengabdi kepada Allah. Mereka bukan memanfaatkan kesempatan dirinya sebagai nabi agar kaumnya mengagungkan atau menyembahnya. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
مَا كَا نَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّؤْتِيَهُ اللّٰهُ الْكِتٰبَ وَا لْحُكْمَ وَا لنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُوْلَ لِلنَّا سِ كُوْنُوْا عِبَا دًا لِّيْ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَلٰـكِنْ كُوْنُوْا رَبَّا نِيّٖنَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُوْنَ الْكِتٰبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ
“Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi kitab oleh Allah, serta hikmah dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah,” tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan Kitab dan karena kamu mempelajarinya!””
(QS. Ali ‘Imran : 79)
Al-Qur’an menegaskan bahwa para rasul dan malaikat merupakan contoh makhluk Allah yang paling konsisten dalam memegang panji tauhid.
Bahkan para malaikat atau rasul tidak mungkin menyuruh manusia untuk menyembahnya. Mereka memang makhluk suci dan pilihan Allah namun mereka memegang teguh janji untuk mengagungkan Allah saja. Hal ini dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَلَا يَأْمُرَكُمْ اَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلٰٓئِكَةَ وَا لنَّبِيّٖنَ اَرْبَا بًا ۗ اَيَأْمُرُكُمْ بِا لْكُفْرِ بَعْدَ اِذْ اَنْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Dan tidak (mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Apakah dia (patut) menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim?”
(QS. Ali ‘Imran : 80)
Para utusan Allah tidak mungkin memafaatkan kemuliaan dirinya untuk menipu manusia agar mengagungkan atau menyembah dirinya.
Umumnya manusia memang melakukan demikian, dimana ketika dirinya memiliki keagungan, justru dimanfaatkan untuk menyesatkan orang lain. Mereka menyuruh orang lain untuk menghormati dirinya hingga derajat menuhankan diri.
Apa yang dilakukan Fir’aun merupakan manusia yang memiliki sejumlah kelebihan namun memanfaatkan dan mengajak manusia untuk menyembah dirinya.
Dalam konteks kekinian juga terjadi, dimana manusia yang merasa dirinya memiliki keutamaan, meminta orang lain menghormati dirinya. Bahkan banyak dijumpai manusia yang memanfaatkan kelebihan dirinya untuk mengagungkan dirinya seperti dirinya. Seolah dirinya bisa membuat orang lain bisa berkuasa atau berharta. Padahal semua itu terjadi karena kekuasaan Allah.
Surabaya, 17 Maret 2024
Admi; Kominfo DDII Jatim/ss