Oleh: Dr. Adian Husaini
(www.adianhusaini.id)
Dewandakwahjatim.com, DEPOK – Para calon presiden, calon gubernur, atau calon bupati/walikota, biasanya berjanji akan memberantas kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penurunan angka kemiskinan dijadikan sebagai salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan para pemimpin kita.
Tentu saja, janji-janji para calon pemimpin bangsa itu ditunggu-tunggu realisasinya. Rakyat tak pernah bosan menunggu, terus menunggu, dari pemilu ke pemilu berikutnya. Ada yang bersifat pragmatis untuk memilih pemimpin yang sudah memberikan bantuan langsung menjelang pemilu.
Harapannya, kalau sang calon pemimpin itu terpilih, bantuan itu akan dilanjutkan. Jika tidak terpilih atau menyalahi janjinya, setidak-setidaknya ia sudah menerima bantuan materi yang nyata, bukan hanya janji. Ada yang bercerita, masyarakat di kampungnya takut perubahan, karena sudah beberapa kali menikmati bantuan.
Kita melihat pasca pancoblosan 14 Februari 2024, harga beras melambung. Terjadilah antrean panjang di sejumlah daerah. Ribuan orang berdesak-desakan mengantri untuk bisa membeli beras murah. Pemandangan seperti itu memang menyedihkan. Ada apa dengan negeri kita yang subur dan sangat luas lahannya, tetapi rakyat sampai mengantri beras murah. Para pemimpin bangsa pasti berduka dengan pemandangan seperti itu.
Rasulullah saw mengajarkan satu doa agar terhindar dari kefaqiran: “Allahumma inni a’udzu bika min-alfaqri wa a’udzu bika minal qillati wal-dzillati wa a’udzu bika ‘an adhlima au udhlama” (Ya allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefaqiran dan aku berlindung kepada-Mu dari kekurangan dan kehinaan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari melakukan kezaliman atau dizalimi).” (HR an-Nasai).
Islam tidak memerintahkan umatnya untuk menjadi miskin atau faqir. Bahkan, Islam mengajarkan agar umat Islam menjadi umat yang kuat. Rasulullah saw bersabda, bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Islam pun memerintahkan umatnya untuk bekerja keras, jangan malas, jangan lemah, serta menjadi umat terbaik.
Rasulullah saw menjadi contoh bagaimana beliau menjalankan perdagangan dengan sebaik-baiknya. Beliau menjadi contoh dalam berdagang. Beliau pun sukses mendidik sejumlah sahabat (muridnya) menjadi pengusaha-pengusaha besar yang sangat dermawan. Para pengusaha besar inilah yang menjadi pendukung penting perjuangan umat Islam.
Akan tetapi, Rasulullah saw juga memperingatkan: “Demi Allah! Bukan kefakiran yang aku takutkan dari kalian. Justru aku takut, dunia dibukakan kepada kalian dengan selebar-lebarnya, sebagaimana telah dibukakan kepada umat-umat sebelum kalian. Kemudian kalian bersaing dalam dunia, sebagaimana mereka bersaing. Dunia kemudian menghancurkan kalian, sebagaimana telah menghancurkan mereka.” (HR Bukhari).
Kita patut camkan benar-benar sabda Rasulullah saw, bahwa: “Dunia kemudian menghancurkan kalian, sebagaimana telah menghancurkan mereka!” Datangnya kekayaan, jabatan, dan berbagai nikmat dunia lainnya, begitu besar pada diri manusia. Penyakit cinta dunia dan bakhil bisa menghinggapi orang-orang yang berharta tetapi lemah iman dan akhlaknya.
Setan sangat piawai dalam memainkan kartu godaan dunia ini. Sampai-sampai dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim digambarkan, ada manusia-manusia yang paginya mukmin tapi sorenya sudah kafir. Sebaliknya, sore harinya masih beriman, esok paginya sudah menjadi kafir. Mengapa? Karena mereka menjual agamanya dengan godaan dunia (yabii’u diinahuu bi-‘aradlin minad-dunyaa).
Kemiskinan dan kefakiran juga suatu ujian yang berat. Kefakiran dekat dengan kekufuran. Tetapi, Rasulullah saw pun mengkhawatirkan ketika pintu-pintu dunia sudah dibuka lebar-lebar untuk kita semua. “Dunia” bisa mengubah hidup seorang aktivis dakwah dalam waktu singkat. Ketika dunia dibuka seluas-luasnya oleh Allah, maka uang mengalir seperti kucuran air mengalir deras, seolah tanpa batas. Ketika itulah, ujian menjadi lebih berat.
Jadi, kemiskinan dan kekayaan adalah ujian. Karena itulah, kita patut mengingatan para pemimpin kita, agar program pengentasan kemiskinan seharusnya disertai dengan pembinaan akhlak yang sangat serius.
Rasulullah saw telah memberi keteladanan, bagaimana mendidik orang-orang miskin dan kaya yang memiliki akhlak mulia. Para sahabat Nabi yang tinggal di Masjid Nabawi (Ahlus Suffah), tidak berebut bantuan makanan yang datang, meskipun mereka sedang kelaparan. Mereka membagi makanan denga adil. Tidak mau merebut hak saudaranya.
Orang yang hartanya melimpah, dan juga punya kuasa, maka sangat berbahaya bagi masyarakatnya, jika akhlaknya bejat. Harta dan kekuasaannya tidak digunakan untuk kemaslahatan masyarakat. Bahkan, bisa jadi akan digunakan untuk merusak masyarakat dan bangsanya.
Program peningkatan iman, taqwa, dan akhlak mulia masyarakat bisa dibuat program dan indikator keberhasilannya. Misalnya, diteliti, berapa kenaikan orang muslim yang shalat subuh berjamaah, shalat tahajud, dan shalat dhuha, selama setahun masa pemerintahannya. Inilah indikator kemajuan pembangunan yang penting. BUKAN HANYA peningkatan aspek materi.
Semoga Allah SWT memberi bimbingan kepada para pemimpin dan para calon pemimpin bangsa kita. Amin.(Depok, 5 Maret 2024).
Admin: Kominfo DDII Jatim/ss