Oleh M. Anwar Djaelani, Wakil Ketua Bidang Pemikiran Islam Dewan Da’wah Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Ketika atas titah Allah Swt, Nabi Muhammad Saw melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah, maka yang pertama didirikannya adalah masjid. Hal itu, jelas bukanlah sesuatu yang tanpa strategi. Hal yang demikian, bukanlah sesuatu yang dilakukan tanpa ilmu. Lalu, seperti yang kemudian kita ketahui, masjid -di samping fungsi utamanya sebagai pusat tempat ibadah- ia pun merupakan pusat aktivitas sosial dan budaya umat Islam. Dari dalam masjid, kegiatan ibadah, dakwah, pendidikan, kebudayaan, kesejahteraan, dan aspek-aspek kehidupan umat Islam lainnya dirancang dan dilaksanakan.
Spirit Sujud
Kata masjid terulang banyak kali di dalam Al-Qur’an. Dari segi bahasa, kata masjid terambil dari akar kata sajada-sujud yang bermakna patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat. Sementara, bangunan yang dikhususkan untuk melaksanakan shalat dinamai masjid, yang berarti tempat bersujud..
Masjid adalah tempat melaksanakan segala aktivitas yang mencerminkan kepatuhan kita kepada Allah. Dengan demikian, masjid menjadi pangkal tempat umat Islam “berangkat” untuk melaksanakan semua aktivitas kehidupannya dan sekaligus menjadi ujung tempat umat Islam kembali “berlabuh”.
Pada Muktamar Risalatul Masjid di Mekkah, 1975, disepakati bahwa masjid dikatakan berperan baik jika memiliki: 1).Ruang shalat yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. 2).Ruang-ruang khusus wanita yang memungkinkan mereka keluar-masuk tanpa bercampur dengan pria, baik digunakan untuk shalat maupun untuk membina keterampilan mereka. 3).Ruang pertemuan dan perpustakaan. 4).Ruang poliklinik dan ruang untuk merawat jenazah. 5).Ruang bermain, berolahraga, dan berlatih bagi remaja.
Dengan demikian masjid bukan saja tempat sujud (dalam arti sempit), tetapi juga tempat menujukan keseluruhan hidup dan kehidupan kita kepada Allah. Keseluruhan hidup artinya tidak hanya terbatas pada peribadatan sehari-hari, tetapi juga pada persoalan di luar shalat.
Islam agama dakwah. Secara istiqomah,
Islam harus disampaikan sehingga, sifatnya sebagai rahmat bagi semesta alam dapat dirasakan. Siapa yang berkewajiban menyampaikan? Seluruh pribadi Muslim (sesuai kapasitasnya masing-masing). Perhatikan ayat ini: “Kamu adalah umat yang terbaik yang telah dilahirkan di tengah-tengah manusia, yang senatiasa menyeru kepada yang makruf dan mencegah kepada yang munkar, serta beriman kepada Allah” (QS Ali ‘Imraan [3]: 110).
Singkat kata,“Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat,” sabda Rasulullah Saw.
Oleh karena masjid merupakan pusat aktivitas ibadah dan sosial-budaya umat, maka ia tentu pula tempat berhimpunnya umat yang beraqidah sama yang harus dikelola secara profesional melalui wadah organisasi. Dengan demikian, sebuah masjid membutuhkan pemimpin agar tujuan dan fungsi masjid dapat direalisasikan. Mengingat vitalnya peran dan fungsi masjid, maka sangat beralasan jika pengelolanya harus memiliki kecakapan yang memadai dalam ilmu agama dan memunyai kemampuan managerial yang handal.
Takmir masjid adalah nama yang lazim diberikan kepada lembaga yang mengelola usaha-usaha pemakmuran masjid. Dari sejumlah ayat dan hadits, berikut ini kriteria pokok yang antara lain harus dimiliki seorang takmir masjid:
1).Beriman kepada Allah dan hari Hari Kemudian, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Perhatikan ayat ini: “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah, ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS At-Taubah [9]: 18).
2).Istiqomah hadir di masjid untuk terutama menegakkan shalat dan turut secara aktif memakmurkan aktifitas–aktifitas lainnya. Perhatikan hadits ini: “Sesungguhnya rumah-rumah-Ku di bumi adalah masjid-masjid, dan para pengunjungnya adalah orang-orang yang memakmurkannya” (Hadits Qudsi / HR Abu Nu’ain). “Sesungguhnya yang meramaikan rumah-rumah (masjid-masjid) Allah, mereka itu adalah Ahli Allah ‘Azza wa Jalla” (HR Thabrani).
3).Memunyai kemampuan ilmu agama yang memadai, serta memiliki kecakapan managerial yang handal. Oleh karena itu, latar belakang pendidikan serta pengalaman keorganisasian yang matang lebih diutamakan untuk dipilih. Perhatikan ayat ini: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di Jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (QS Ash-Shaffat [61]: 4).
Hal yang pasti, Allah mencintai orang yang mencintai masjid. Terlebih lagi, Allah sangat mencintai orang atau jamaah yang menjadikan masjid sebagai alat perjuangan menegakkan Islam.
Kepedulian kita dan dukungan kita (bisa dalam bentuk tenaga, dana, atau pikiran) kepada masjid adalah bukti kecintaan kita kepada masjid. Hal itu berbanding lurus dengan kecintaan kita kepada Allah. Hal itu semua adalah bukti paling nyata bagi keterlibatan kita dalam usaha-usaha konkrit menuju cita-cita “Izzul Islam wal Muslimin”.
Marilah, kita jadikan masjid sebagai tempat “berangkat” dan “berlabuh”. Semua aktifitas kita bisa “dimulai” dari masjid dan kemudian “dikembalikan” lagi ke masjid. Jika berpolitik mulailah dari masjid, untuk kemudian kembali lagi masjid. Maksudnya, aktivitas politik itu harus digerakkan oleh semangat bahwa yang kita kerjakan adalah bagian dari sujud kita kepada Allah.
Adapun contoh lain, jika kita berekonomi maka mulailah dari masjid untuk masjid. Maksudnya, berekonomi itu sebagai bagian dari sujud kita kepada Allah dan untuk kemuliaan Islam serta kejayaan umat Islam.
Berikutnya, contoh-contoh lain bisa diteruskan. Sebab, bukankah Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia?
Media Perjuangan
Terakhir, jika “spirit sujud” sudah kita dapatkan karena kecintaan kita kepada masjid, maka spirit itu insya-Allah bisa menjadi daya dorong yang luar biasa untuk menggerakkan suatu perubahan sosial ke arah yang lebih baik, yang lebih Islami.*
Admin: Kominfo DDII Jatim