Puasa : Menahan Tersebarnya Kemaksiatan

Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Wakil Ketua Bidang MPK DDII Jatim

Dewandakwahjatim
.com, Surabaya – Bulan suci Ramadhan merupakan momentum yang tepat untuk menahan laju tersebarnya kemaksiatan. Betapa tidak, ketik manusia berpuasa akan tergerak untuk melakukan amal kebaikan dan malu berbuat kejahatan. Al-Qur’an merekam bahwa tersebarnya kemaksiatan disebabkan ketidapercayaannya pada hari kebangkitan. Ketika hari kebangkitan tak diyakini kedatangannya, mereka bisa berbuat hingga melampaui batas termasuk melanggar syariat. Bahkan mereka berani secara terang benderang berbuat kerusakan, sehingga semua orang menyaksikannya. Dengan datangnya bulan Ramadhan setidaknya mendorong terhentinya tersebarnya kemaksiatan karena melihat banyak orang melakukan perbaikan diri.

Sadar Hari kebangkitan
Islam menekankan kepada umatnya untuk percaya hari kebangkitan. Hal ini sebagai kontrol perilaku untuk mengendalikan diri dari penyimpang. Ketika percaya hari kebangkitan maka manusia akan takut berbuat maksiat karena mereka yakin akan mendapat balasan setimpal. Hal sebaliknya bagi mereka yang menolak hari kebangkitan, dengan bebas melakukan berbagai pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan atau ketuhanan. Hal ini disebabkan kayakinannya bahwa hari kebangkitan tidak mungkin terjadi. Dasar pemikirannya, manusia yang sudah mati dan hancur di dalam tanah tidak mungkin bisa dihidupkan kembali. Keyakinan ini dipaparkan Al-Qur’an sebagaimana Firman-Nya :

وَكَا نُوْا يَقُوْلُوْنَ ۙ اَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَا بًا وَّعِظَا مًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ 
“dan mereka berkata, “Apabila kami sudah mati, menjadi tanah dan tulang-belulang, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali?” (QS. Al-Waqi’ah : 47)

Al-Qur’an pun menunjukkan bahwa mereka yang tidak percaya adanya hari kebangkitan itu, di antaranya mereka yang bergelimang dalam kemewahan. Harta mereka yang melimpah membuat mereka berbuat apa saja, tanpa ada yang mampu mengontrolnya. Hal ini dipaparkan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

اِنَّهُمْ كَا نُوْا قَبْلَ ذٰلِكَ مُتْرَفِيْنَ 
وَكَا نُوْا يُصِرُّوْنَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيْمِ 
“Sesungguhnya mereka sebelum itu (dahulu) hidup bermewah-mewah. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar,” (QS. Al-Waqi’ah : 45- 46)

Dengan kemewahan harta, mereka bebas melakukan apa saja sekehendak hawa nafsunya. Perbuatan ini dilakukan secara terus menerus tanpa henti. Mereka leluasa berbuat dzalim dan melakukan kecurangan secara terbuka. Dengan harta kekayaannya, bisa berbuat apa saja, dan siapa puu yang yang memperkarakannya bisa diselesaikan dan disogok dengan hartanya.

Hidayah Al-Qur’an

Berita-berita agung yang dipaparkan Al-Qur’an bisa memberikan inspirasi untuk berbuat baik sekaligus memotret manusia-manusia yang leluasa berbuat kejahatan. Oleh karenanya, Al-Qur’an merupakan kitab yang memandu manusia dan menaikkan derajatnya menjadi hamba yang baik, dan terhindar dari berbagai bermaksiat.

Dengan memperbanyak membaca dan merenungkan kandungan Al-Qur’an setidaknya akan memandu kesadaran untuk senantiasa berjalan di atas jalan lurus. Dengan merenungkan dan menerapkan kandungan Al-Qur’an, maka manusia meberi cahaya dan pengaruh kebaikan kepada orang lain pada lingkungannya. Dengan demikian akan mengeluarkan dirinya dari kegelapan karena kemaksiatan, menjadi terang bercahaya karena petunjuk-Nya. Hal ini dipaparkan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

هُوَ الَّذِيْ يُنَزِّلُ عَلٰى عَبْدِهٖۤ اٰيٰتٍۢ بَيِّنٰتٍ لِّيُخْرِجَكُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ ۗ وَاِ نَّ اللّٰهَ بِكُمْ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
“Dialah yang menurunkan ayat-ayat yang terang (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Muhammad) untuk mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sungguh, terhadap kamu Allah Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Hadid : 9)

Ketika manusia berhasil keluar dari kegelapan dan berada di atas jalan yang terang, merupakan bentuk kasih sayang Allah atas hamba-Nya yangterus menerus memupuk kebaikan. Artinya, dengan cahaya Al-Qur’an maka manusia bisa berubah, yang sebelumnya senantiasa berbuat maksiat dan kerusakan hingga berubah menjalani hidup penuh keagungan.

Disinilah Allah memiliki kekuasaan mengubah hamba-Nya yang ingin melakukan perbaikan. Hal ini bagi Allah sangat mudah sebagaimana menghidupkan sesuatu yang tadinya mati untuk hidup dan bergerak. Bagi Allah menghidupkan bumi yang sudah mati dan tandus, hingga bisa hidup dan subur, merupakan hal yang mudah. Bumi yang tadinya tak berfungsi maksimal, menjadi lahan subur yang memberi manfaat besar bagi manusia. Ini merupakan salah satu kekuasaan Allah. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

اِعْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ يُحْيِ الْاَ رْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۗ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْاٰ يٰتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ
“Ketahuilah bahwa Allah yang menghidupkan bumi setelah matinya (kering). Sungguh, telah Kami jelaskan kepadamu tanda-tanda (kebesaran Kami) agar kamu mengerti.” (QS. Al-Hadid : 17)

Dengan merenung dan menghayati kandungan Al-Qur’an maka akan memberi spirit berbuat baik. Memproduksi perbuatan baik itu didasarkan adanya keyakinan bahwa hari kebangkitan pasti datang. Hari kebangkitan akan mempertanyakan segala amal perbuatan. Bagi orang yang beriman akan mendapat kebahagiaan karena akan mendapat balasan kemuliaan dan keagungan setelah jerih payahnya dibalas berlipat.

Sebaliknya mereka yang tidak percaya adanya hari kebangkitan, akan menumpuk berbagai dosa, dan nati akan mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya. Allah akan memperhitungkan apa pun perbuatan jahat, dengan berbagai kerusakannya, dan Allah pun akan membalas dengan penghinaan yang besar, sebagaimana ketika mereka meremehkan ajakan untuk adanya hari kebangkitan.

Surabaya, 12 Maret 2024

Admin: Kominfo DDII Jatim/ss

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *