Artikel ke-1.819
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depok – Kita diajari doa yang indah oleh Rasulullah saw: “Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, berilah kami ilmu yang bermanfaat!” Imam al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah menyebutkan beberapa ciri ilmu yang bermanfaat, yaitu: semakin meningkatkan rasa takut kepada Allah, menguatkan kecintaan kepada akhirat, dan mengurangi kecintaan kepada dunia.
Artinya, jika orang mencari ilmu – ilmu apa saja – dan ternyata hasilnya menguatkan kecintaannya kepada dunia (harta, tahta, popularitas, dan sebagainya), maka tujuannya mencari ilmu itu belum tercapai. Apalagi, jika ilmu yang diraihnya justru menjadikannya semakin sekarah terhadap dunia, jelas ia telah mendapatkan ilmu yang tidak bermanfaat; bahkan ilmu yang mudharat.
Untuk mendapat ilmu yang bermanfaat, yang pertama kali harus dilakukan adalah NIAT IKHLAS. Syekh Burhanuddin al-Zarnuji dalam Kitabnya, Ta’limul Muta’allim, menuliskan penjelasan yang indah tentang niat mencari ilmu: “Maka, sepatutnya, pelajar berniat mencari ilmu untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT dan keselamatan di akhirat, untuk menghilangkan kebodohan dalam diri dan masyarakatnya, untuk menghidupkan agama dan mengokohkan agama Islam. Sebab, kokohnya Islam itu dengan ilmu.”
Bagaimana jika ada pelajar atau mahasiswa mencari ilmu dengan niat untuk mendapatkan kedudukan atau keuntungan duniawi. Menurut al-Zarnuji, berniat semacam itu boleh saja, tetapi harus dilanjutkan niatnya untuk dapat melaksanakan perjuangan menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran (al-amru bil ma’ruf wal-nahyu anil munkar), untuk tegaknya kebenaran, dan memuliakan Islam; bukan berhenti niatnya hanya untuk keuntungan diri dan hawa nafsunya.
Panduan yang diberikan oleh Zyekh al-Zarnuji ini sangat penting. Sebab, nilai suatu amal iti ditentukan oleh niatnya. Orang sama-sama mengenakan jilbab. Nilainya bisa berbeda-beda, antara yang berjilbab karena mentaati perintah Allah atau berjilbab karena tuntutan syuting film. Pelajar atau mahasiswa sama-sama belajar berbagai ilmu pengetahuan. Tetapi, nilainya berbeda, tergantung pada niatnya: untuk apa ia belajar!
Inilah pentingnya para pelajar, santri, mahasiswa, dan juga para guru mengkaji kitab-kitab tentang ilmu dan adab-adabnya. Tujuannya agar mereka mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Yakni, ilmu yang membimbingnya menjadi orang baik; ilmu yang mengantarkannya menjadi orang yang bahagia hidupnya, dunia dan akhirat.
Rasulullah saw memperingatkan dengan sangat keras: “Barang siapa belajar suatu ilmu yang sepatutnya ditujukan untuk mencari ridha Allah, tapi ia tidak mencarinya kecuali hanya untuk meraih keuntungan duniawi semata, maka ia tidak akan mencium baunya sorga di hari kiamat.” (HR Ibnu Majah dan Abu Dawud).
Penjelasan Rasulullah saw itu sangat masuk akal. Sebab, jika pelajar atau mahasiswa sudah salah niatnya, maka ilmu yang didapatnya akan digunakan sesuai dengan niatnya itu. Bahkan, bukan tidak mungkin, dalam proses mencari ilmu itu pun sudah dilakukan dengan cara-cara yang tidak terpuji.
Misalnya, ada calon mahasiswa yang sampai melakukan tindakan suap (risywah) agar bisa diterima kuliah di jurusan yang diduganya mudah mendapatkan pekerjaan dan menghasilkan banyak uang. Niat pelajar atau mahasiswa yang belajar hanya untuk mencari keuntungan duniawi ini sebenarnya telah memperlakukan ilmu secara tidak beradab. Sebab, ilmu itu sangat mulia kedudukannya, karena merupakan sarana bagi manusia untuk mengenal Tuhannya, untuk mengenal dirinya, dan untuk mengenal hakikat kehidupan dan tujuan hidupnya.
Itulah ilmu yang paling tinggi derajatnya, yang disebut sebagai ilmu-ilmu fardhu ain. Derajat berikutnya adalah ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk kehidupan masyarakat, yang disebut ilmu-ilmu fardhu kifayah.
Jika pelajar dan mahasiswa menjadi orang-orang yang cinta dunia dan mengecilkan keyakinan dan kecintaan kepada akhirat, maka itu berarti telah gagal pendidikannya. Imam al-Ghazali menyebut, para pelajar yang mencari ilmu hanya untuk keuntungan dan kemegahan dirinya saja, maka sejatinya ia telah merusak agamanya senditri. Bahkan ia pun merusak diri dan guru-gurunya; juga telah menjual akhiratnya untuk dunianya.
Di tengah-tengah berbagai pilihan melanjutkan sekolah atau perguruan tinggi, semoga kita mampu menjalankan pendidikan kita dengan benar dan sebaik-baiknya. Tujuan utamanya agar kita semua, keluarga kita, dan para pelajar, santri serta mahasiswa kita, dapat meraih ilmu yang bermanfaat; mendapatka keridhaan Allah, dan keselamatan dunia dan akhirat. Amin. (Depok, 2 Maret 2024).
Afdmin: Kominfo DDII Jatim/ss