57 TAHUN DDIIMENGOKOHKAN NKRI DENGAN DAKWAH BIL-HIKMAH

Artikel ke-1.815
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

ketua Umum DDII Pusat

Dewandakwahjatim.com, Depok – Pada tanggal 26 Februari 2024, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) genap berumur 57 Tahun. Ini merupakan rahmat dan anugerah besar dari Allah SWT kepada keluarga besar Dewan Dakwah. Sebuah acara tasyakkur dan evaluasi digelar secara online, dihadiri para pengurus DDII se-Indonesia.


Dalam acara tasyakkur, saya sampaikan, bahwa andaikan Pak Natsir (Mohammad Natsir, pendiri DDII) melihat perkembangan DDII, insyaAllah, beliau tersenyum. Di usianya yang ke-57, DDII masih terus melanjutkan perjuangan para pendirinya, yang kini dirumuskan dengan lima fungsi DDII, yaitu: (1) mengokohkan aqidah (2) menegakkan syariah (3) merekat ukhuwah (4) mengokohkan NKRI dan (5) menggalang solidaritas dunia Islam.


DDII kini memiliki ribuan dai yang tersebar di seluruh Indonesia, sebagai ujung tombak perjuangan. Para dai itulah yang melanjutkan misi perjuangan Mohammad Natsir yang dikenal juga sebagai “Bapak NKRI”.
Tahun 2008, Pak Natsir dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Salah satu jasa besarnya adalah memperjuangkan Indonesia menjadi Negara Kesatuan melalui Mosi Integralnya di Parlemen pada 3 April 1950. Setelah itu, ia diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Presiden Soekarno.


Mohammad Natsir adalah seorang dai, guru, dan cendekiawan, sejak usia mudanya. Ia juga aktivis organisasi Islam (Jong Islamieten Bond) dan kemudian terjun dalam bidang politik melalui Partai Islam Masyumi. Ia pun seorang negarawan teladan. Dalam sejarahnya, Natsir tak memisahkan perjuangan menegakkan Islam dan memperbaiki NKRI. Islam dan keindonesiaan bukanlah dua hal yang bertentangan.


Nasionalisme yang dianut dan diperjuangkan Mohammad Natsir adalah nasionalisme yang adil (just nationalism). Kemerdekaan Indonesia diperjuangan dan dipertahankan oleh Mohammad Natsir dan juga para tokoh Islam lainnya dengan landasan keimanan.
Para tokoh Islam Indonesia itu memiliki idealisme untuk mewujudkan terlaksananya ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan bernegara. Tetapi, pada saat yang sama, mereka juga menyadari keragaman pemikiran dan asipirasi masyarakat Indonesia. Perbedaan pendapat dan bahkan konflik ideologis tidak dapat dihindarkan. Maka, dalam perjuangannya, mereka tetap menjaga keutuhan NKRI di tengah keragaman.


Ketika Mohammad Natsir, Syafruddin Prawiranegara, HM Rasjidi, Mohammad Roem, Prawoto Mangkusasmito, dan sebagainya, mendirikan DDII pada tahun 1967, semangat untuk terus menjaga keutuhan NKRI itu juga diamanahkan kepada generasi berikutnya.
Dalam buku berjudul ”Aspirasi Islam dan Penyalurannya”, yang berisi pesan-pesan terakhir Sjafruddin Prawiranegara, ditulis salah satu pesannya: ”Peliharalah, pertahankanlah Republik Indonesia ini yang telah dibentuk berdasarkan UUD 1945 yang berlandaskan Pancasila dengan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Allah Subhanahu wa-Ta’ala dan Rasulullah shalallahu alaihi wa-sallam dalam al-Quran dan Hadits untuk kebahagiaan dan kesejahteraan seluruh bangsa tanpa kecualinya.”


Sejak tahun 1967, Mohammad Natsir memimpin DDII sampai wafatnya tahun 1993. Selama itu, upaya untuk menjaga dan mengokohkan NKRI terus dilakukan oleh Pak Natsir melalui berbagai cara. Ada beberapa cara yang dilakukan. Misalnya, membantu pemerintah Orde Baru untuk melakukan kerjasama ekonomi dengan pemerintah Jepang, Saudi, dan Kuwait. Sebab, Mohammad Natsir memiliki lobi yang kuat dengan para petinggi negara tersebut.
Cara lain yang dilakukan Mohammad Natsir adalah dengan mendidik dan mengirimkan para dai ke berbagai daerah pelosok di Indonesia, seperti Mentawai, Pulau Enggano, Batumarta, NTT, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Papua dan sebagainya. Hingga kini, sudah 57 tahun, pengiriman para dai di daerah-daerah itu masih terus dilakukan dan bahkan ditingkatkan.
Para dai itu bukan hanya mengajar tata cara ibadah dan mengaji al-Quran, tetapi mereka juga mengajarkan cara hidup yang baik kepada masyarakat. Lebih dari itu, mereka menjadi teladan bagi masyarakat. Banyak sekali mereka yang akhirnya menetap di daerah tugasnya dan hidup dengan masyarakat setempat sampai akhir hayatnya. Para dai itu telah menjadi teladan dalam pendidikan akhlak mulia.
Dengan penyebaran para dai yang menanamkan nilai-nilai keimanan dan akhlak mulia itulah, sejatinya Mohammad Natsir telah mengokohkan NKRI. Sebab, akhlak menjadi tiang tegaknya suatu masyarakat dan bangsa. Akhlak mulia adalah realisasi keimanan. Bangsa yang rakyatnya jujur, pekerja keras, tidak malas, pemberani, dan adil, akan menjadi bangsa yang kuat.


Untuk itulah, Mohammad Natsir mewariskan satu buku legendaris dalam dakwah, yaitu buku Fiqhud Dakwah. Pak Natsir sangat menekankan pentingnya melaksanakan dakwah bil-hikmah, sebagaimana diperintahkan Allah SWT: “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pengajaran yang baik, serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS an-Nahl (16): 125).
Dalam buku Fiqhud Dakwah, Pak Natsir, membahas masalah “hikmah” sepanjang 83 halaman, dari 347 halaman bukunya. Ia menyimpulkan makna hikmah: “Hikmah, lebih dari semata-mata ilmu. Ia adalah ilmu yang sehat, yang sudah dicernakan; ilmu yang sudah berpadu dengan rasa periksa, sehingga menjadi daya penggerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, berguna. Kalau dibawa ke bidang da’wah: untuk melakukan sesuatu tindakan yang berguna dan efektif.”
Dakwah bilhikmah inilah yang harus terus dilaksanakan oleh para dai DDII dimana pun berada, sebagaimana diamanahkan oleh Pak Natsir. Semoga Allah SWT merahmati beliau dan seluruh pendiri serta pendahulu DDII. Mohon doanya, semoga para pengurus DDII diberikan kemampuan untuk mengemban amanah sebaik-baiknya. (Depok, 26 Februari 2024).

Admin: Kominfo DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *