TUGAS UTAMA PERGURUAN TINGGI ADALAH MEMPERBAIKI AKHLAK BANGSA

Artikel ke-1.816

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Ketua Umum DDII Pusat




Dewandakwahjatim.com, Jakarta - Para calon presiden 2024-2029 sangat bersemangat menawarkan program pengentasan kemiskinan dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Ada yang menjanjikan, Indonesia akan keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap). Ada yang menjanjikan aneka bantuan untuk pelajar dan santri dan makan siang gratis untuk anak-anak. 
Sejumlah guru besar dari bebagai universitas sudah menyampaikan suara keprihatinan terhadap praktik penyelenggaraan negara yang dinilai menyimpang dari nilai-nilai kepatutan dan demokrasi. Praktik nepotisme dan praktik penggunaan uang negara mendapat kritikan yang sangat tajam. 
Kritik-kritik yang baik itu patut diperhatikan oleh pemerintah. Suara para guru besar dan para akademisi yang memang baik perlu disambut dengan pikiran dan hati yang lapang. Akan tetapi, kita juga berharap, para guru besar dan para akademisi di Perguruan Tinggi perlu lebih memperhatikan masalah akhlak bangsa. Lebih khusus lagi akhlak para pimpinan, dosen, dan mahasiswanya.
Dan memang, perbaikan akhlak bangsa itu sejatinya menjadi tugas utama Perguruan Tinggi, khususnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Hingga kini, PTN masih menjadi tujuan utama bagi para pelajar kita untuk melanjutkan sekolahnya. Dengan potensi kecerdasan mereka, maka para pelajar inilah yang berpotensi untuk menjadi pemimpin-pemimpin di tengah masyarakat. Karena itu, sangat patut disesalkan jika PTN tidak melahirkan lulusan-lulusan yang memiliki akhlak mulia.
Dalam diskusi akhir tahun, pada 28 Desember 2023, di kampus IPB Bogor, saya mengusulkan agar IPB melakukan tes akhlak terhadap para calon mahasiswanya. Juga, dilakukan tes akhlak untuk para calon lulusannya. Jika hal ini dilakukan oleh semua Peruruan Tinggi, insyaAllah, masa depan bangsa kita akan cerah. Masyarakat akan menikmati kehidupan yang sejahtera dan bahagia. 
Dengan potensi yang ada, PTN berpeluang besar menjadi pelopor perbaikan akhlak bangsa. Tentu saja, yang terpenting, para guru besar dan para dosen PTN bisa menjadi TELADAN pembentukan pribadi-pribadi berakhlak mulia. Para dosen itu dituntut menjadi teladan dalam kejujuran, kerja keras, kedisiplinan, keikhlasan, kezuhudan, keberanian, dan juga kecintaan ilmu dan pada sesama. 
Ada empat ummahatul akhlak (induk akhlak), yaitu adil, hikmah, iffah, dan syajaah (keberanian). Keempat hal itu patut ditekankan benar dalam proses pendidikan di Perguruan Tinggi. Idealnya, terjadi interaksi yang positif antara dosen dan mahasiswa, sehingga kemampuan para dosen dalam mendidik para mahasiswanya bisa berlangsung dengan baik. Proses penanaman nilai-nilai akhlak memerlukan keteladanan. 
Jadi, sekali lagi, sejatinya, tugas utama Perguruan Tinggi bukan melahirkan pekerja profesional yang mampu mendapatkan gaji tinggi atau menghasilkan lulusan yang dapat menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Itu bukan tugas utama. Tapi salah satu tugas penting Perguruan Tinggi. Sudah seharusnya para lulusan Perguruan Tinggi memiliki pengetahuan dan ketrampilan (profesionalitas) untuk bisa hidup mandiri. 
Dalam diskusi akhir tahun 2024 di kampus IPB itu, saya menyampaikan pentingnya masalah pembangunan akhlak bangsa diutamakan. Sebab, program pengentasan atau penanggulangan kemiskinan bisa berdampak buruk, jika tidak disertai dengan perbaikan akhlak manusianya. Orang yang banyak harta dan punya kuasa bisa lebih berbahaya bagi masyarakat jika buruk akhlaknya. Jika buruk akhlak, lebih baik tidak berharta dan tidak punya kuasa. 
Kita sepatutnya mencontoh keberhasilan pendidikan Nabi Muhammad saw. Itu bisa dilihat pada kondisi Ahlus-Suffah. Para sahabat Nabi yang tinggal di Masjid Nabawi itu bukan hanya miskin, tetapi sangat kekurangan dan sering kelaparan. Abu Hurairah r.a. pernah pingsan di masjid karena kelaparan. 

Tapi, dalam kondisi miskin dan lapar, para Ahlus Suffah itu mereka tidak serakah dan lebih mengutamakan saudaranya saat datang bantuan makanan. Mereka tidak berebutan. Lebih dari itu, mereka punya semangat tinggi dalam mencari ilmu, beribadah, dan berjuang di jalan Allah. Jadu, mereka memiliki jiwa tolong-menolong dan jiwa pengorbanan yang tinggi.
Jadi, pembangunan akhlak bangsa adalah hal utama untuk perbaikan dan kemajuan bangsa kita. Itu semua harus dimulai dari proses pensucian jiwa (tazkiyyatun nafs). Peran ini utamanya diemban oleh Perguruan Tinggi agar melahirkan para pemimpin masyarakat yang berakhlak mulia dan berguna bagi keluarga, masyarakat dan bangsanya. Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 27 Februari 2024).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *