SIAPA PUN PRESIDENNYA,JANGAN LUPAKAN PERBAIKAN DIRI KITA SENDIRI

Artikel ke-1.790
Oleh: Dr. Adian Husaini
(www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat

Dewandakwahjatim.com, Depok – Mendekati hari pemilihan Presiden, 14 Februari 2024, harapan umat Islam Indonesia terhadap sosok presiden ideal terasa semakin menggebu. Harapan itu sangat rasional dan wajar. Sudah sekian lama kita merdeka, tetapi banyak aspek kehidupan bangsa kita yang belum menjadi yang terbaik. Maka, wajar jika harapan umat itu kini ditimpakan kepada capres idola.

Kita menyadari, dalam sistem kenegaraan di Indonesia, peran presiden dalam perubahan sangat besar. Presiden memiliki kekuasaan sangat besar. Maka, wajarlah presiden menjadi tumpuan perbaikan. Semoga harapan umat itu bisa terkabul.

Akan tetapi, kita – umat Islam Indonesia – perlu berpikir lebih komprehensif dan realistis.
Siapa pun presiden RI 2024-2029, perubahan dan perbaikan umat Islam Indonesia, pertama kali harus dilakukan adalah perubahan dalam diri manusia itu sendiri.
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kondisi yang ada pada satu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (QS ar-Ra’d:11).
Rasulullah saw juga menyatakan: ”Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh. Namun, jika ia rusak, maka rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, itu adalah qalb.” (HR Muslim).

Sejarah menunjukkan, umat Islam mengalami kebayaan ketika terjadi kombinasi dua unsur, yaitu unsur keikhlasan dalam niat dan kemauan serta unsur ketepatan dalam pemikiran dan perbuatan. Dalam sistem demokrasi – dimana kekuasaan terbagi-bagi dan terbatas periodenya – tidak terlalu mudah bagi pemimpinnegara untuk melakukan perbaikan.

Kini, sudah saatnya umat Islam Indonesia melakukan introspeksi terhadap kondisi pemikiran dan moralitas internal mereka, terutama para elite dan lembaga-lembaga perjuangannya. Sikap kritis terhadap pemikiran-pemikiran asing yang merusak tetap perlu dilakukan, sebagaimana juga dilakukan oleh para ulama di masa lalu.
Tetapi, introspeksi dan koreksi internal jauh lebih penting dilakukan, sehingga ’kondisi layak terbelakang dan kalah’ (al-qabiliyyah lit-takhalluf wa al-hazimah) bisa dihilangkan. Umat Islam kalah terutama karena kondisi internal sendiri.

Kita bisa melakukan evaluasi internal, apakah para elite dan lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah menerapkan profesionalitas dalam pendidikan mereka? Apakah tradisi ilmu dalam Islam sudah berkembang di kalangan para profesor, dosen-dosen, dan guru-guru bidang keislaman? Apakah konsep ilmu dalam Islam sudah diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam? Apakah para pelajar mencari ilmu untuk mencari dunia atau untuk beribadah kepada Allah? Apakah budaya kerja keras dan sikap ’zuhud’ terhadap dunia sudah diterapkan para elite umat? Apakah ashabiyah (fanatisme kelompok) masih mewarnai aktivitas umat? Pada tataran keilmuan, bisa diteliti, apakah sudah tersedia buku-buku yang mengajarkan Islam secara benar dan bermutu tinggi pada setiap bidang keilmuan?

Semua ini membutuhkan kerja yang berkualitas, kerja keras, kesabaran, ketekunan, kerjasama berbagai potensi umat, dan waktu yang panjang. Karena itu, disamping berbicara tentang bagaimana membangun masa depan Indonesia yang ideal, yang penting dilakukan adalah bagaimana membenahi kondisi internal umat Islam dan lembaga-lembaga pendidikan dan dakwahnya, agar menjadi sosok-sosok dan lembaga yang bisa diteladani oleh umat manusia.

Dari Perguruan Tinggi Islam diharapkan akan lahir sarjana-sarjana yang dapat menjadi kader umat, yang mencintai ilmu, tekun ibadah, profesional, dan zuhud (tidak gila dunia). Pendidikan Tinggi adalah jenjang terpenting dalam pendidikan, sebab pendidikan ini melahirkan para pemimpin dalam berbagai bidang dan tingkatan.
Jadi, dalam rangka membangun satu bangsa mandiri, bangsa besar di masa yang akan datang, tugas umat Islam bukan hanya menunggu datangnya pemimpin yang akan mengangkat mereka dari keterpurukan. Umat Islam dituntut untuk bekerja keras dalam upaya membangun satu generasi baru yang akan melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas ’Shalahuddin al-Ayyubi’.
Dan ini tidak mungkin terwujud, kecuali jika umat Islam Indonesia – terutama lembaga-lembaga dakwah dan pendidikannya – amat sangat serius untuk membenahi konsep ilmu dan para ulama atau cendekiawannya. Dari sinilah diharapkan lahir satu generasi baru yang tangguh (khaira ummah): berilmu tinggi dan beraklak mulia, yang mampu membuat sejarah baru yang gemilang.
InsyaAllah, kita ikuti pemilu 2024 dengan sebaik-baiknya; kita pilih para calon pemimpin yang terbaik dari yang ada. Tetapi, kerja besar kita perlu kita lanjutkan untuk melahirkan generasi gemilang. Dan itu harus dimulai dengan lahirnya guru-guru pendidik yang hebat, baik orang tua di rumah maupun para guru di sekolah, pesantren, kampus, dan sebagainya.
Semoga Allah menolong kita. Amin. (Depok, 31 Januari 2024).

Admin: Kominfo DDII Jatim/ss

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *