JIKA LEMBAGA PENDIDIKAN MENDIDIK MURIDNYA CINTA DUNIAMAKA RUSAKLAH AGAMA DAN BANGSA KITA

Artikel Terbaru (ke-1.661)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Ketua Umum DDII Pusat

 Dewandakwahjatim.com, Depok - Prof. Achmad Satori Ismail, pernah menulis artikel penting di Harian Republika (3/4/2014) berjudul “Pangkal Kerusakan Bangsa”. Artikel itu dibuka dengan satu hadits riwayat Imam Baihaqi, dalam kitab Syu’abul Iman: “Hubbuddunya ra’su kulli khathi’ah (cinta dunia adalah biang semua kesalahan).

 Diuraikannya, bahwa maksud istilah cinta dunia di sini adalah kondisi seseorang mencintai kesenangan dunia baik berupa harta, wanita, atau tahta sehingga membutakan hatinya dan lalai terhadap akhirat. (Lihat QS Al A’la 16-17, Al Qiyamah 20-21). 
“Cinta dunia yang sudah membutakan hati, mendorong seseorang berani korupsi, merampok, berjudi, dan melakukan kemaksiatan lainnya. Rasulullah SAW bersabda,’’Tiadalah cinta dunia itu menguasai hati seseorang kecuali dia akan diuji dengan tiga hal yakni cita-cita tak berujung, kemiskinan yang tak akan mencapai kecukupan, dan kesibukan yang tidak lepas dari kelelahan.’’ (HR Ad Dailami ). Allah SWT juga menimpakan berbagai musibah kepada suatu kaum, jika cinta dunia mendominasi relung hati mereka.

 Rasulullah SAW bersabda,’’ Umatku akan selalu dalam kebaikan selama tidak muncul cinta dunia kepada para ulama fasik, qari yang bodoh, dan para penguasa. Bila hal itu telah muncul, aku khawatir Allah akan menyiksa mereka secara menyeluruh.’’ (Lihat Kitab Ma’rifat as Shohabah karangan Abi Nu’aim, juz 23 hal 408).

 Rasulullah SAW mengkhawatirkan masa depan umat ini,  bila umatnya sudah menguasai dunia. Beliau bersumpah,’’ Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan tapi aku khawtir seandainya dunia ditaklukkan kamu sekalian seperti ditaklukkan orang-orang sebelum kamu, akibatnya kamu berlomba mencari dunia seperti mereka berlomba dan duniapun mengahancurkan kamu seperti menghancurkan mereka.'' (HR Bukhari dan Muslim).
Mengapa cinta dunia disebut sebagai pangkal semua bentuk dosa dan kesalahan serta merusak keberagamaan seseorang? Ini bisa ditinjau dari beberapa aspek. Pertama, mencintai dunia yang berlebihan akan menimbulkan sikap mengagungkannya. Padahal, dunia di hadapan Allah sangat rendah. Mengagungkan apa yang dianggap hina oleh Allah termasuk dosa besar.  

Kedua, Allah SWT melaknat dunia dan membencinya kecuali dunia yang digunakan untuk kepentingan agama-Nya. Siapa mecintai yang dilaknat Allah, ia dibenci Allah dan diuji-Nya. Ad Daylami meriwayatkan hadis yang menyatakan, dosa besar yang paling besar adalah cinta dunia.
Ketiga, kalau seseorang cinta dunia berlebihan, dunia jadi sasaran akhir hidupnya.


Orang itu akan menjadikan akhirat sebagai sarana mendapatkan dunia. Seharusnya dunia ini dijadikan wasilah untuk menanam investasi akhirat.
Keempat, mencinta dunia akan menghalangi seseorang dari urusan akhirat. Menghalangi pula mereka dari keimanan dan syariat. Cinta dunia bisa merintangi mereka menjalankan kewajiban atau minimal malas berbuat kebajikan.
Kelima, mencintai dunia mendorong kita menjadikan dunia sebagai orientasi hidup. Rasulullah bersabda,’’Barangsiapa menjadikan akhirat sebagai tujuannya, Allah memberikan kekayaan dalam hatinya, mengumpulkan semua usahanya dan dia akan dihampiri dunia walaupun dia enggan. Dan barangsiapa menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah menjadikan kefakiran di depan matanya dan menceraiberaikan usahanya dan tidak dibagikan dunia kepadanya kecuali yang sudah ditakdirkannya.’’ (HR At Turmudzi).
Keenam, pencinta dunia disiksa berat dalam tiga tahapan. Di dunia tersiksa dengan berbagai kepayahan dalam mencarinya, di alam kubur merasa sengsara karena harta dunia yang telah dicarinya tidak dibawa ke alam barzakh. Dan di alam akhirat, dia akan menjumpai kesusahan berat saat dihisab. Siksa inilah yang ditegaskan surah at-Taubah ayat 55. Semoga Allah menjadikan kita sebagai penguasa dunia dan bukan ditaklukkan olehnya. Amin. (*)


Artikel Prof. A. Satori Ismail itu kita kutip lengkap, karena isinya teramat penting untuk memahami kondisi umat dan bangsa kita, yang kini sedang sangat sibuk dengan urusan pemilu 2024. Bahwa, sesungguhnya akar masalah yang sedang bangsa kita yang terasa begitu pelik adalah merebaknya menyakit cinta dunia. 

Jika cinta dunia sudah membutakan jiwa manusia, maka ia akan melakukan berbagai cara untuk meraih apa yang diinginkannya. Jabatan, harta, wanita, atau popularitas – dan berbagai kenikmatan dunia – diperebutkan dengan segala cara. Jika perlu, menfitnah dan menyerang saudara sendiri. Yang penting menang, yang penting dapat jabatandan harta benda. 

Saya mendengar cerita yang mengerikan, bagaimana perebutan pucuk pimpinan di sebuah institusi pendidikan. Sesama guru saling bersaing disertai dengan penyebaran isu-isu yang menjatuhkan rivalnya. Yang berlaku bukan “berlomba dalam kebaikan”, tetapi berlomba untuk menang dengan menjatuhkan mitra tandingnya, yang merupakan teman dan saudara sebangsa dan seagama.
Cinta dunia adalah pangkal segala kerusakan. Demi harta, demi jabatan, segala cara ditempuh, karena sudah gelap mata. Ia rela menindas dan menzalimi masyarakat, demi meraih harta dan jabatan dunia. Ini sangat mengerikan, sebenarnya. Kasihan pelakunya. Di dunia tidak akan bahagia, apalagi di akhirat. Jabatan dan hartanya tak akan menjadi berkah.
Tetapi, sangatlah mengerikan jika penyakit cinta dunia ini melanda ulama atau orang-orang berilmu. Prof. Satori mengutip hadits Rasulullah SAW,’’ Umatku akan selalu dalam kebaikan selama tidak muncul cinta dunia kepada para ulama fasik, qari yang bodoh, dan para penguasa. Bila hal itu telah muncul, aku khawatir Allah akan menyiksa mereka secara menyeluruh.’’ 
Marilah kita renungkan, apakah keluarga, masjid, sekolah, pesantren, dan juga kampus-kampus kita mendidik anak-anak kita untuk cinta dunia? Apakah anak-anak itu belajar dengan ikhlas karena Allah – agar menjadi orang yang baik – atau niatnya yang utama adalah untuk meraih jabatan, harta, atau kehormatan dunia! 

Sayyid Utsman bin Yahya, dalam kitabnya, Risalah Dua Ilmu, memberikan peringatan keras tentang masalah ini: “Maka dari karna bahwasanya keenakan dunia itu melalaikan manusia pada beringat akhirat dan memalingkan dia daripada membuat ibadah dengan ikhlas maka dari karena itu bahwasanya bersuka pada dunia yang begitu telah menjadi kepala tiap-tiap dosa pada Allah Ta’ala. Dalilnya, sabda Nabi saw., ‘Hubbud dunya ra’su kulli khathiatin.’”
Semoga peringatan Prof. Satori Ismail itu senantiasa menjadi bahan pelajaran bagi kita, rakyat, dan juga para ulama dan pemimpin negara kita. Aamiin. (Depok, 22 September 2023).

Admin: Kominfo DDII Jatim/SS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *