UNTUK JADI NEGARA MAJU DAN KAYA, MAKA JIWA MANUSIANYA DULU YANG DIUBAH

Artikel ke-1.318
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Dewandakwahjatim.com, Depok -; Kita sudah maklum, bahwa tujuan pembangunan nasional adalah agar Indonesia menjadi negara maju. Tahun 2045 ditargetkan akan terjadi “Indonesia Emas”, dengan pendapatan perkapita kita mencapai Rp 27 juta, per bulan. Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam yang sangat melimpah, dan jumlah penduduk yang sekarang lebih dari 270 juta jiwa. 
Kita sering mendengar keluhan dan rintihan, mengapa dengan potensi alam yang begitu melimpah, tingkat kesejahteraan rakyat kita masih jauh di bawah negara-negara tetangga, seperti dari Malaysia dan Singpura. Tidak sedikit pemimpin bangsa dan ekonom yang sudah mengajukan gagasan-gagasan cerdas untuk memajukan Indonesia. 
Bahkan, saat ini, ada lembaga perekonomian dunia yang memprediksi Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi dunia keempat, setelah Cina, USA, dan India. Itu diperkirakan terjadi tahun 2050. Urutan kekutaan ekonomi itu sejalan dengan jumlah penduduk pada masing-masing negara itu. 
Mengutip data IMF, tahun 2016, Indonesia menduduki peringkat ke-8 dengan total Produk Domestik Bruto (GDP) sebesar 3028 milyar USD. Tahun 2030, diperkirakan Indonesia akan naik ke peringkat kelima dengan GDP 5024 milyar USD. Lalu, di tahun 2050, Indonesia diprediksi naik lagi ke peringkat keempat dengan GDP 10,502 milyar USD. (https://www.pwc.com/id/en/media-centre/pwc-in-news/2017/indonesian/pwc--indonesia-akan-menjadi-negara-dengan-perekonomian-terbesar-.html)
 Untuk mencapai tingkat kemajuan ekonomi seperti itu, tentulah diperlukan kerja keras, kerja cerdas, dan kreativitas yang mumpuni. Sebagai muslim kita diajarkan untuk bersikap adil dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Kemajuan ekonomi sangatlah penting. Bangsa Indonesia tidak boleh menjadi bangsa yang lemah. Bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang kuat, termasuk kuat secara ekonomi.
Rasulullah saw telah memberi bekal yang sangat berharga. Beliau bersabda, bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah (al-mu’min al-qawiy ahabbu ilallaahi minal mu’min al-dha’if). Dalam hadits riwayat Imam Muslim ini, Rasulullah berpesan, agar orang muslim bersemangat meraih apa yang baik, meminta pertolongan kepada Allah, dan jangan merasa lemah atau tidak mampu mengerjakan sesuatu.
Rasulullah saw pun mengajarkan kita doa yang indah: “Allaahumma innii a’udzubika minal ‘ajzi wal-kasali”. (Artinya: Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan malas). 
Jadi, jika mengikuti panduan Nabi Muhammad saw, maka insyaAllah, bangsa Indonesia segera bangkit dari kemiskinan dan kelemahan menuju kejayaan dan kemajuan. Semua itu berawal dari jiwa yang sehat. Jiwa yang penuh semangat, jiwa pemberani, jiwa yang jauh dari kelemahan dan kemalasan. 

Maka tepatlah imbauan dalam lagu Indonesia Raya: “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya!” Jiwa bangsa ini yang harus dibangun dengan sungguh-sungguh! Tentulah, jiwa bangsa itu dibangun melalui pendidikan, yang intinya adalah pendidikan akhlak atau karakter. Lagi-lagi, proses pendidikan ini memerlukan keteladanan, pembiasaan, dan motivasi yang terus-menerus untuk membentuk jiwa yang sehat.
Namun, patut dicatat, bahwa tujuan kita menjadi negara merdeka adalah mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Artinya, kaya saja tidak cukup. Harus adil! Jangan sampai kekayaan negara ini dikuasai oleh segelintir orang dengan nyaris tanpa batas. Akibatnya, negara bisa didekte oleh orang-orang berduit. Hukum bisa dibeli dan kehormatan bangsa tergadaikan. Keadilan pun tinggal impian.
Padahal, sesuai pasal 31 (3) UUD 1945, tujuan pendidikan nasional adalah mencitakan terbentuknya manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia. Nabi Muhammad saw bersabda, bahwa orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya. Jadi, akhlak itu refleksi iman. Jika seseorang akhlaknya buruk, maka imannya pun bermasalah.
Orang malas, berarti ia tidak memahami makna bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Orang penakut berarti tidak paham makna takdir Allah SWT. Orang pendengki, berarti ia tidak paham bahwa rejeki atau jabatan apa saja, itu adalah pemberian dari Allah; berarti ia tidak ridha dengan keputusan Allah.
Allah sudah menjanjikan, bahwa orang yang membersihkan jiwanya, pastilah akan sukses dan menang. (QS 91:9-10). Karena itu, tazkiyyatun nafs (pembangunan jiwa), harus menjadi kurikulum inti dalam pendidikan kita. Tujuannya, agar terbentuk manusia-manusia yang kokoh imannya dan baik akhlaknya. Dengan pola ini, insyaAllah, Indonesia akan cepat bangkit menjadi negara adil dan makmur dalam naungan ridho Allah SWT. (Depok, 10 Oktober 2022).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *