Al Qudlah: Pilar Keadilan dalam Masyarakat

Oleh: Muhammad Hidayatullah, Wakil Ketua Bidang Pengembangan Studi Al-Qur’an (PSQ) DDII Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Bayangkan sebuah negeri yang dipenuhi dengan keadilan—di mana setiap keputusan hukum diambil dengan penuh kebijaksanaan, tanpa keberpihakan, tanpa pengaruh hawa nafsu, dan tanpa tipu daya. Di sana, hakim, jaksa, dan pemimpin berdiri tegak sebagai penjaga kebenaran, menegakkan hukum dengan hati yang bersih dan pikiran yang jernih.

Namun, bagaimana jika keadilan dikotori oleh kepentingan? Bagaimana jika seorang hakim lebih tunduk pada rayuan dunia daripada kebenaran? Atau lebih buruk lagi, bagaimana jika seseorang yang tak memahami hukum justru diberi wewenang untuk memutuskan nasib banyak orang?

Rasulullah ﷺ telah memberikan gambaran yang jelas dalam haditsnya:

عَنْ بُرَيْدَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: القُضَاةُ ثَلاثَةٌ: اثْنَانِ فِي النَّارِ، وَوَاحِدٌ فِي الجَنَّةِ، رَجُلٌ عَرَفَ الحَقَّ فَقَضَى بِهِ فَهُوَ فِي الجَنَّةِ، وَرَجُلٌ عَرَفَ الحَقَّ فَلَمْ يَقْضِ بِهِ وَجَارَ فِي الحُكْمِ فَهُوَ فِي النَّارِ، وَرَجُلٌ لَمْ يَعْرِفِ الحَقَّ فَقَضَى لِلنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّارِ. رواه الأربعة، وصححه الحاكم

“Hakim terdiri dari tiga golongan, dua golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga. Yang masuk surga adalah hakim yang mengetahui kebenaran dan mengadilinya dengan benar. Adapun hakim yang mengetahui kebenaran tetapi tidak mengadilinya dengan adil, maka ia masuk neraka. Dan hakim yang bodoh, yang tidak mengetahui kebenaran tetapi tetap memutuskan perkara, ia juga masuk neraka.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An-Nasa’i).

Hakim yang Dijamin Surga: Sang Penegak Kebenaran

Dalam dunia yang penuh kepentingan, tetap berpegang teguh pada kebenaran adalah ujian besar. Hanya mereka yang memiliki hati yang kokoh dan iman yang kuat yang mampu bertahan. Seorang hakim yang dijanjikan surga bukan sekadar seorang ahli hukum dengan gelar tinggi, tetapi seseorang yang benar-benar memahami esensi keadilan—yakni hukum Allah yang penuh hikmah.

Keadilan bukan tentang memenangkan suara mayoritas, bukan pula tentang memenuhi tuntutan kelompok tertentu. Keadilan adalah tentang menegakkan apa yang benar, meskipun bertentangan dengan kepentingan pribadi atau tekanan dari berbagai arah. Sebab, kebenaran akan tetap menjadi kebenaran, meskipun seluruh dunia berusaha menolaknya.

Seorang hakim yang adil adalah benteng terakhir bagi masyarakat. Ketika ia tegak dengan kejujuran, maka kepercayaan rakyat akan hukum tetap terjaga. Namun, jika ia goyah, kehancuran hukum hanyalah soal waktu.

Hakim yang Mengetahui Kebenaran, tetapi Mengkhianatinya

Betapa mengerikannya keadaan ketika seseorang mengetahui kebenaran, tetapi memilih untuk berpaling darinya. Ia tahu mana yang benar dan mana yang salah, tetapi hawa nafsunya lebih kuat dari nuraninya. Ia menjual keadilannya demi kepentingan dunia—demi uang, jabatan, atau ketenaran.

Hukum yang seharusnya menjadi tameng bagi kaum lemah justru berubah menjadi senjata yang melukai mereka. Keputusan yang seharusnya membela keadilan malah menciptakan lebih banyak ketidakadilan. Ketika hal ini terjadi, jangan heran jika rakyat kehilangan kepercayaan pada sistem hukum, dan masyarakat hidup dalam ketakutan, karena hukum tak lagi berpihak pada mereka yang benar.

Maka, pantaslah jika Rasulullah ﷺ mengancam mereka dengan neraka. Mereka bukan hanya menzalimi diri sendiri, tetapi juga merusak keadilan yang menjadi hak setiap insan.

Hakim yang Bodoh: Ketika Hukum Berada di Tangan yang Salah

Jika hakim yang mengetahui kebenaran tetapi tak menegakkannya sudah mendapat ancaman neraka, bagaimana dengan hakim yang bahkan tak tahu apa yang ia putuskan


Inilah bencana terbesar dalam suatu pemerintahan: hukum berada di tangan mereka yang tak memiliki ilmu. Keputusan mereka bukan berdasarkan hikmah, tetapi sekadar tebakan, atau lebih buruk lagi—atas dasar kepentingan kelompok tertentu.

Seorang pemimpin yang bodoh akan melahirkan undang-undang yang tumpang tindih, membingungkan, dan rawan disalahgunakan. Bukan keadilan yang mereka tegakkan, tetapi ketidakpastian hukum yang semakin melemahkan masyarakat. Betapa mengerikannya jika seorang hakim atau pemimpin memutuskan nasib orang lain tanpa pemahaman yang benar!

Masyarakat yang seharusnya merasa aman dalam naungan hukum malah hidup dalam ketakutan. Keputusan bisa berubah-ubah, keadilan bisa diperjualbelikan, dan yang kuat semakin menindas yang lemah. Maka, tidak heran jika Rasulullah ﷺ menyebut mereka sebagai penghuni neraka.

Refleksi: Ke Mana Arah Keadilan Kita?

Hari ini, kita menyaksikan bagaimana hukum seringkali tidak lagi menjadi penjaga keadilan, tetapi justru menjadi alat bagi mereka yang berkuasa. Rakyat kecil sulit mendapatkan keadilan, sementara mereka yang memiliki kekuatan dan harta bisa dengan mudah memanipulasi hukum sesuai keinginan mereka.

Maka, pertanyaan besar bagi kita semua: Apakah kita akan membiarkan keadilan semakin pudar?

Keadilan bukan hanya tugas para hakim di pengadilan. Ia adalah tanggung jawab setiap orang yang memiliki kuasa dalam pengambilan keputusan—pemimpin, jaksa, pengacara, pejabat, hingga kepala keluarga. Semua yang memiliki tanggung jawab terhadap hukum, baik dalam skala besar maupun kecil, akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak.

Jika kita ingin melihat masyarakat yang adil, maka kita harus memastikan bahwa hukum ditegakkan oleh mereka yang benar-benar memahami kebenaran dan memiliki keberanian untuk mempertahankannya. Keadilan sejati hanya bisa terwujud jika hukum bersandar pada nilai-nilai yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.

Karena sesungguhnya, hukum yang paling adil adalah hukum yang bersumber dari wahyu-Nya, bukan dari hawa nafsu manusia.
Wallahu a’lam.

Admin: Kominfo DDII Jatim

Editor: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *