Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id), Ketua Umum DDII Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depok – Umat Islam Indonesia patut bersyukur dalam banyak hal. Umat Islam masih menjadi mayoritas di negeri ini, meskipun selama ratusan tahun dijajah, disekularkan, dan dimurtadkan. Umat Islam masih bertahan, dan bahkan terus berkembang. Kita berharap, ke depan umat Islam akan semakin menentukan arah perjalanan bangsa ke depan, dalam berbagai bidang kehidupan.
Pakar sejarah Arnold Toynbee menyimpulkan, bahwa banyak peradaban yang hancur (mati) karena ‘bunuh diri’ dan bukan karena benturan dengan kekuatan luar. Dalam studi yang mendalam tentang kebangkitan dan kehancuran peradaban, Toynbee menemukan, bahwa agama dan spiritualitas memainkan peran sebagai ‘chrysalis’ (kepompong), yang merupakan cikal bakal tumbuhnya satu peradaban.
Antara kematian dan kebangkitan satu peradaban baru, ada kelompok yang disebut Toynbee sebagai ‘creative minorities’ – yang dengan spiritual yang mendalam (deep spiritual) atau motivasi agama (religious motivation) – bekerja keras untuk melahirkan satu peradaban baru dari reruntuhan peradaban lama. Karena itu aspek spiritual memainkan peran sentral dalam mempertahankan eksistensi suatu peradaban. Peradaban yang telah hilang inti spiritualitasnya, maka ia akan mengalami penurunan (Civilizations that lost their spiritual core soon fell into decline). (Patricia M. Mische ‘Toward a Civilization Worthy of the Human Person’, introduction dalam buku Toward Global Civilization? The Contribution of Religions, Peter Lang Publising. Inc., New York, 2001)..
Berdasarkan analisis Toynbee, bisa dipertanyakan, dimana posisi Islam dalam upaya kebangkitan ‘peradaban Indonesia’? Berbagai perdebatan seputar hubungan agama dan negara di Indonesia dan diskursus tentang Islam dan sekularisme dalam sejarah perjalanan Indonesia bisa dijadikan bahan untuk melakukan introspeksi perjalanan bangsa ini.
Kita harus akui, bahwa meskipun merupakan mayoritas, tetapi Islam belum dijadikan sebagai konsep utama dalam pembangunan bangsa. Dominasi pemikiran sekular masih dominan dalam pembangnunan ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya. Meskipun begitu, pelan-pelan kehadiran Islam mulai diterima dan tidak dianggap lagi sebagai faktor yang melemahkan atau mengancam persatuan dan kesatuan.
Sikap apriori dan dalam beberapa hal mungkin ada unsur ‘Islamfobia’ akan berakibat pada terputusnya generasi berikutnya dari khazanah intelektual bangsa, sehingga memunculkan keengganan banyak kalangan untuk menengok kembali khazanah sejarah Islam. Padahal, tanpa rumusan dan pemahaman sejarah yang benar, maka umat Islam Indonesia tidak mampu merumuskan masa depannya.
Padahal, fakta sejarah menunjukkan bahwa Islam adalah faktor penting dalam sejarah perkembangan peradaban Melayu, dan juga peradaban dunia. Berbagai bangsa telah merasakan bagaimana kuatnya pengaruh Islam dalam mengangkat martabat suatu bangsa di pentas dunia.
Sekalipun banyak prestasi Islam dalam peradaban telah dilampaui oleh Barat, tetapi ada prestasi yang belum bisa dilampaui oleh Barat, yaitu keberhasilan Islam dalam melahirkan manusia-manusia yang luar biasa di pentas sejarah. Dalam dunia politik, Islam telah melahirkan banyak pemimpin yang sangat besar kekuasaan politiknya, tetapi sekaligus orang-orang yang sangat tinggi ilmunya dan sangat sederhana hidupnya.
Begitu juga ilmuwan-ilmuwan Muslim dikenal sebagai sosok-sosok yang berhasil menyatukan antara ilmu dan amal dalam pribadi mereka. Ini sangat berbeda dengan banyak ilmuwan Barat yang memisahkan antara ilmu dan akhlak keagamaan.
Perdebatan dan pergumulan intelektual yang telah dilakukan oleh para cendekiawan Indonesia selama ini menunjukkan, bahwa para pemimpin Indonesia memang masih gamang dalam menentukan strategi peradabannya. Tidak mudah untuk menentukan apakah Indonesia menjadi bagian dari peradaban Islam, peradaban Barat, atau peradaban Hindu-Jawa. Tarik menarik dan pergumulan ini masih terus berlangsung hingga kini, baik dalam tataran intelektual, politik, hukum, maupun kebudayaan.
Untuk menguatkan peran pemikiran Islam dalam membangun peradaban Indonesia ke depan, maka umat Islam harus melahirkan ulama-ulama hebat yang mampu merumuskan konsep-konsep yang solutif untuk memecahkan masalah bangsa Indonesia. Di sinilah umat Islam harus mampu merumuskan konsep pendidikannya sendiri, agar mampu melahirkan ulama-ulama dan pemimpin-pemimpin masyarakat yang hebat.
Jangan sampai bibit-bibit unggul dari umat Islam ini terjebak dalam proses pendidikan materialis-kapitalis yang memberikan keberhasilan semu dan sesaat, tetapi membuat mereka layu dan mati sebelum berkembang. Mari kita pikirkan bersama! (Depok, 15 Maret 2025).
Admin: Kominfo DDII Jatim
Editor: Sudono Syueb