SEMOGA KITA JADI PEMIMPIN ADIL AGAR DAPAT NAUNGAN DI HARI KIAMAT

Artikel ke-1.869
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat

Dewandakwahjatim.com, Depok – Setiap kita adalah pemimpin dan kita semuanya akan ditanya tentang kepemimpinan kita itu di Hari Kiamat. Begitu peringatan Rasulullah saw. Para pemimpin yang adil juga akan diberikan naungan di Hari Kiamat, yang ketika itu begitu panasnya karena tak ada naungan apa pun. Begitulah pentingnya menjadi pemimpin yang adil.

Adil juga menjadi syarat untuk menikah, baik satu dua tiga atau empat. Ketika istri satu, suami wajib berlaku adil. Jika satu saja belum bisa berlaku adil, maka patutlah dipertimbangkan untuk menambah istri. Allah memperingatkan, jika kamu takut tidak bisa berlaku adil, maka satu saja.

Berlaku adil kepada banyak orang tentu menjadi lebih berat. Pemimpin negara amat sangat berat tanggung jawabnya, dunia-akhirat. Sebab, ia harus berlaku adil kepada ribuan sampai jutaan manusia. Inilah pandangan Islam tentang kepemimpinan. Kepemimpinan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah di Hari Kiamat.

Alhamdulillah, kata ADIL itu ditempatkan begitu terhormat dalam tata negara kita. Di Pembukaan UUD 1945 – yang mengandung rumusan Pancasila – dicantumkan rumusan indah: Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam sistem peradilan kita, kata adil dijadikan sebagai tumpuan. Tempat mengadili perkara, namanya Pengadilan. Yang mengadili perkara namanya Hakim, yakni orang yang mendapatkan hikmah, sehingga tidak akan melakukan tindakan atau memberikan keputusan yang salah. Itulah hakim.

Tapi, masalahnya, apakah di negeri kita, kata ADIL itu dipahami dengan benar, sebagaimana tuntunan Allah dalam al-Quran. Cobalah tengok Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Carilah makna kata ‘adil’. Maka, akan ketemu tiga makna: (a) sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak, (b) berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran, (c) sepatutnya; tidak sewenang-wenang. (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/adil).
Setelah itu, bacalah ayat al-Quran Surat al-Maidah ayat 8, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. “

Begitu banyak ayat al-Quran yang memerintahkan kaum muslim berlaku adil dan jangan berlaku zalim. Berlaku adil adalah perintah Allah yang sangat penting. Adil jelas bukan “tidak memihak”! Menurut al-Jurjani, dalam al-Ta’rifaat, adil adalah “’ibaaratun ‘anil amri al-mutawassith baina tharafay al-ifraath wal-tafriith.” (Kondisi pertengahan yang tidak berlebihan/ekstrim). Orang yang berlaku adil, misalnya, adalah orang yang meninggalkan dosa besar dan tidak terus-menerus melakukan dosa kecil, serta menghindari perbuatan tercela, seperti makan atau kencing di pinggir jalan.

Dalam pandangan al-Quran, tindakan menyekutukan Allah SWT (syirik), termasuk kategori tidak berlaku adil (zalim) kepada Allah. Bahkan, syirik adalah kezaliman yang besar, karena telah merampas hak Tuhan, sebagai satu-satunya Dzat yang berhak disembah. (QS Luqman:13).

Jadi, begitu jelas, luas dan dalam, makna adil dalam al-Quran. Seorang muslim Indonesia tidak akan dapat memahami dan mengamalkan perintah Allah untuk berlaku adil, jika hanya mengacu kepada KBBI.

Kasus lain! Lihatlah makna ‘hikmah’ dalam KBBI. Ada sejumlah arti kata ‘hikmah’, yaitu (a) kebijaksanaan (dari Allah Swt.), (b) sakti; kesaktian, dan (c) arti atau makna yang dalam; makna yang terkandung di balik suatu peristiwa; manfaat.

Kata hikmah begitu banyak ditemukan dalam al-Quran, misalnya QS Luqman:12. Para nabi diberikan hikmah dan ilmu oleh Allah. Menurut Prof. Naquib al-Attas, hikmah adalah sumber adab. Sedangkan adab, menurut Abdullah Ibnul Mubarak, adalah dua pertiganya agama Islam.

Kata-kata penting dalam al-Quran, seperti adil dan hikmah, dikaburkan maknanya, dari makna yang seharusnya di dalam al-Quran. Karena itu, bagaimana mungkin seorang muslim bisa menjalankan perintah Allah untuk berlaku adil, jika kata ‘adil’ itu sendiri tidak lagi dipahami maknanya dengan betul? Bagaimana mungkin seorang hakim akan memberikan keputusan yang benar, jika ia tidak mendapat hikmah dari Allah!

Jadi, untuk bisa menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana, patutlah kita memiliki pemahaman yang benar tentang makna adil dan hikmah, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Semoga kita bisa menjadi pemimpin yang adil, agar kita mendapatkan perlindungan dan naungan Allah di Hari Kiamat nanti. Amin. (Depok, 21 April 2024).

Admin: Kominfo DDII Jatim

Editor: Ainur Rafiq Sophiaan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *