Meneladani Kecintaan Sahabat Mendampingi Dakwah Nabi

Oleh; Dr. Slamet Muliono Redjosari
Wakil Ketua Bidang MPK DDII Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Al-Qur’an menggambarkan pengorbanan Nabi Muhammad dalam menegakkan panji Islam, dan kesabaran para sahabat dalam menemani nabi. Para sahabat sabar dalam mengikuti nabinya termasuk dalam menghadapi perlawanan yang dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy. Nabi Muhammad berhasil mendidik mereka sehingga mau mengorbankan dirinya dalam menopang dakwah. Kesabaran mereka dalam menjalani masa-masa sulit bersama nabi tidak lain didorong oleh spirit agung, yakni mendapatkan kemuliaan. Hal ini berbeda dengan keadaan kaum muslimin jauh sepeninggal beliau, dimana menginginkan kemuliaan dengan cara instan hingga berani menabrak aturan-norma agama.

Kesabaran Memilih Akherat

Al-Qur’an menggambarkan kerelaan para sahabat dalam menjalani hidup di masa-masa sulit bersama nabi. Mereka hidup dalam ancaman dan tekanan kaum Quraisy. Namun kekokohan iman tidak menggentarkan hatinya untuk tetap membala Islam. Bahkan mereka tergerak untuk menjalankan apa saja yang diperintahkan Nabi tanpa membantahnya. Hati mereka telah tertanam rasa benci terhadap kekafiran.
Kesulitan hidup yang demikian ini justru menambah ketaatan dalam menjalankan perintah dan larangan yang disampaikan Nabi. Dalam situasi yang sulit ini, maka Allah memberi pertolongan dengan berbagai kemudahan sehingga memuliakan kehidupan mereka. Hal ini dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

وَا عْلَمُوْۤا اَنَّ فِيْكُمْ رَسُوْلَ اللّٰهِ ۗ لَوْ يُطِيْعُكُمْ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنَ الْاَ مْرِ لَعَنِتُّمْ وَ لٰـكِنَّ اللّٰهَ حَبَّبَ اِلَيْكُمُ الْاِ يْمَا نَ وَزَيَّنَهٗ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَكَرَّهَ اِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَا لْفُسُوْقَ وَا لْعِصْيَا نَ ۗ اُولٰٓئِكَ هُمُ الرّٰشِدُوْنَ

“Dan ketahuilah bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan, dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,” (QS. Al-Hujurat : 7)

Para sahabat sanggup mengikuti jalan yang lurus namun dalam situasi sulit. Jiwa dan raga mereka dikorbankan untuk menjalankan apa saja yang diperintahkan nabi. Di antara mereka mengeluarkan harta benda, tenaga, dan pemikiran. Bahkan mereka rela hijrah dan siap berperang membersamai nabi di tengah sengitnya perlawanan orang kafir terhadap dakwah nabi.

Pengorbanan yang mereka lakukan telah membuka jalan bagi kemuliaan dan keagungan. Apa yang dilakukan Abu Bakar dengan membebaskan para budak yang mengalami penyiksaan. Umar bin Khaththab berani mengumumkan keislamannya dengan membela kaum muslimin yang lemah. Utsman juga mengeluarkan harta benda untuk menopang perang serta Ali bin Abi Thalib yang rela menggantikan posisi tidur saat beliau hijrah. Para sahabat juga melakukan perjuangan untuk membela dakwah nabi demi tegaknya nilai-nilai Islam.
Bahkan para sahabat yang secara ekonomi lemah pun semakin kokoh memegang teguh Islam dengan mencintai nabi sesuai dengan keimanan mereka. Orang seperti Bilal rela disiksa untuk mempertahankan iman mereka.
Perjuangan para sahabat yang demikian gigih ini melahirkan buah kemenangan, sehingga membuat Islam mulia.

Ucapan Khalid bin Walid bisa menjadi penanda bagaimana pengorbanan dia dalam agama hingga melarutkan pikiran dan fisiknya hingga sangat menanti kematian di medan peperangan. Dia mengatakan :
قَالَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ: «مَا مِنْ لَيْلَةٍ يُهْدَى إِلَيَّ فِيهَا عَرُوسٌ أَنَا لَهَا مُحِبٌّ، أَوْ أُبَشَّرُ فِيهَا بِغُلَامٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ لَيْلَةٍ شَدِيدَةِ الْبَرْدِ كَثِيرَةِ الْجَلِيدِ فِي سَرِيَّةٍ أُصَبِّحُ فِيهَا الْعَدُوَّ
Tidaklah satu malam mengabarkan kepadaku akan menikah dengan seorang perempuan yang aku sukai, atau kabar kelahiran anakku, tidaklah lebih aku cintai daripada menanti perang di malam yang dingin menembus kulitku untuk menghadapi musuh di pagi hari.

Khalid bin Walid merupakan representasi bagaimana keberhasilan nabi dalam mendidik para sahabatnya sehingga bisa mengorbankan jiwa raganya untuk berjuang untuk Islam. Pantas apabila mereka mendapatkan kemuliaan yang bisa dirasakan oleh generasi setelahnya.

Lalai Akherat dan Kehinaan

Kalau para sahabat fokusnya ke akherat sehingga apapun yang mereka lakukan di dunia ini untuk menegakkan dakwah Islam. Namun generasi yang hidup jauh sesudah mereka semakin jauh dan lalai terhadap nilai-nilai yang diperjuangkan oleh generasi terbaik yang pernah diturunkan Sang Pencipta.

Generasi yang hidup jauh dari dari nilai-nilai Islam tidak lepas dari godaan dunia dan disibukkan untuk bergelut di dalamnya. Hal inilah yang membuat kaum muslimin melalaikan nilai-nilai perjuangan yang mengarah kepada kemuliaan di akherat, di satu sisi dan di sisi lain sangat sibuk mendalami keduniaan untuk mendapatkan kesuksesan.

Al-Qur’an mengabadikan realitas kecondongan manusia (kaum muslimin) saat ini kepada penguasaan dunia hingga menyepelekan kehidupan akherat. Kaum muslimin saat ini lebih memilih menikmati yang sesaat dengan meninggalkan kebahagiaan yang abadi. Hal ini diilustrasikan bahwa manusia saat ini lebih memiliki minum khamr dunia dengan meninggalkan khamr di surga. Tidak sedikit manusia saat ini mengenakan pakaian sutra di dunia dengan resiko diharamkan memakai sutra di akherat. Demikian juga, manusia saat ini lebih memilih menikmati perzinaan dengan wanita-wanita cantik dunia dengan konsekuensi tidak akan mendapati wanita-wanita sempurna (bidadari) di surga.

Realitas di atas menggambarkan bahwa kesuksesan di dunia telah menjadi tujuan hidup sehingga melalaikan kemuliaan hidup di akherat. Keindahan dunia yang berkembang sangat cepat, dengan segala fasilitas yang mewah, telah menyilaukan manusia hingga melalaikan orientasi akheratnya. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
يَعْلَمُوْنَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۖ وَهُمْ عَنِ الْاٰ خِرَةِ هُمْ غٰفِلُوْنَ
“Mereka mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia; sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai.” (QS. Ar-Rum : 7)

Firman Allah ini menggambarkan bagaimana pengetahuan manusia tentang dunia setidaknya melahirkan dua realitas yang sangat memprihatinkan. Pertama, menutup pengetahuan tentang kebahagiaan hakiki di akherat. Hal ini telah menutup amal-amal perbuatan yang mengarahkannya kepada pintu surga. Kedua, membuka jalan terjadinya berbagai variasi kemaksiatan yang semakin berkembang semakin massif.

Surabaya, 26 Pebruari 2024

Admin: Kominfo DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *