Artikel ke 1751
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depok – Tanggal 22 Desember diperingati sebagai “Hari Ibu”. Tahun 2023, merupakan peringatan Hari Ibu ke-95 tahun. Tahun ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengusung tema “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”.
Sejarah Hari Ibu merujuk kepada peristiwa Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres itu dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dan melahirkan Kongres Wanita (Kowani).
Para peserta Kongres merumuskan perjuangan untuk memajukan perempuan dan membahas berbagai aspek pembangunan. Pada Kongres Perempuan III diputuskan penetapan Hari Ibu yang kemudian secara resmi disahkan melalui Dekrit Presiden Nomor 316 tahun 1959.
Tentu, kita sepakat bahwa perempuan harus diberdayakan. Tapi, jangan lupa, kaum laki-laki pun perlu diberdayakan sebagai laki-laki, agar bisa menjalankan amanah yang diembannya. Laki-laki adalah pemimpin. Ia diberi tanggung jawab kepemimpinan rumah tangga, sehingga ia wajib menjaga diri dan keluarganya dari api neraka.
Perempuan pun memiliki tanggung jawab sendiri. Sebagai anak dan istri, perempuan tidak diwajibkan untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Namun, dalam kondisi apa pun, perempuan tetap wajib mencari ilmu dan melaksanakan dakwah.
Maka, pemberdayaan perempuan seyogyanya tidak melanggar batas-batas yang ditentukan agama. Jangan sampai memandang rendah aktivitas perempuan sebagai ibu rumah tangga dan guru utama bagi anak-anaknya. Bahkan, di era serba internet dan era media sosial saat ini, perempuan memiliki peran penting dan strategis dalam pendidikan dan dakwah Islam.
Untuk menjalankan peran penting dan strategis itulah, perempuan perlu diberdayakan. Ia perlu diberdayakan sebagai pribadi agar menjadi hamba Allah yang baik. Ia perlu diberdayakan perannya sebagai guru utama bagi anak-anaknya. Ia pun perlu diberdayakan sebagai pelaku dakwah, pelanjut perjuangan Rasulullah saw.
Alhamdulillah, kaum muslim Indonesia memiliki banyak tokoh perempuan yang bisa menjadi teladan bagi kaum perempaun lainnya. Para tokoh ini dikenal sebagai tokoh-tokoh kelas dunia. Sebutlah nama Malahayati, Ratu Syafiatuddin di Aceh, Ratu Siti Aisyah di Bone, Nyai Ahmad Dahlan, Syaikhah Rahmah el-Yunusiyyah, dan sebagainya.
Jadi, pemberdayaan perempuan sepatutnya ditujukan untuk menguatkan tugas penting perempuan sebagai anak, sebagai istri, sebagai pendidik, dan sebagai pejuang dakwah. Jangan sampai pemberdayaan perempuan diarahkan untuk hal-hal yang tidak sepatutnya.
Misalnya, pada bulan April 2021, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggelar suatu seminar bertajuk: “Poligami Di Tengah Perjuangan Mencapai Ketangguhan Keluarga”.
Diantara rekomendasi yang dihasilkan dalam seminar itu ialah: “Rekomendasi masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat agar melakukan upaya pemberdayaan perempuan agar tidak mudah/menolak dipoligami. Membangun upaya kesetaraan gender, melakukan edukasi membangun keluarga tangguh, advokasi penyempurnaan undang-undang perkawinan, mempromosikan perkawinan berasaskan monogami, dan membentuk komunitas yang mendukung terhadap monogami.”
Jadi, menurut rekomendasi tersebut, para aktivis perempuan diajak untuk memberdayakan perempuan dengan tujuan agar menolak dipoligami. Situs resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, masih memuat sebuah tulisan berjudul: “Poligami Tak Sesuai Syariat Berpotensi Rugikan Perempuan.” (Publikasi, pada 15 April 2021).
Guru Besar Hukum Islam Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Zaitunah Subhan juga mendorong agar perempuan enggan atau menolak dipoligami. Ia menyatakan: “Untuk itu, salah satu upaya untuk menghindari perempuan dari upaya poligami dengan perlu terus dilakukan peningkatan kapasitas perempuan baik dari sisi keterampilan, kemandirian, pemberdayaan, dan nilai-nilai intelektual. Sehingga perempuan enggan dan menolak untuk dipoligami dengan alasan apapun.”
Semangat dan upaya para perempuan untuk menolak poligami itu cukup aneh. Jika berpikir jernih, dalam kondisi saat ini saja, sudah amat sangat jarang laki-laki yang mau atau berani melakukan poligami. Aturan poligami pun sudah sangat ketat.
Upaya untuk memberdayakan perempuan agar tidak mau dipoligami juga hal yang kurang bermanfaat. Sebab, disamping ada poligami yang berdampak negatif, ada banyak juga poligami yang berdampak positif. Poligami akan lebih meringankan tanggung jawab perempuan di Akhirat. Sebab, beban dan tanggung-jawabnya dibagi-bagi. Karena itu, sepatutnya, yang takut berpoligami itu pihak laki-laki. Sebab, tanggung jawabnya di akhirat semakin berat.
Masalah poligami ini sebenarnya hal yang sangat jelas diatur dalam al-Quran. Bahwa, laki-laki dipersilakan melakukan poligami jika mampu berlaku adil. Untuk bisa berlaku adil bukanlah hal yang mudah. Untuk bisa berlaku adil, laki-laki harus dididik dengan benar, agar menjadi laki-laki beradab, laki-laki yang sadar akan kondisi diri dan potensinya.
Dengan kata lain, agar poligami berlaku dengan baik, maka laki-laki harus diberdayakan. Tentu saja, diberdayakan ilmunya, fisiknya, ekonominya, kepemimpinannya, dan akhlaknya. Itu semua perlu dilakukan agar laki-laki bisa berlaku adil saat menjalankan poligami.
Kasihan sekali perempuan yang menolak syariat poligami. Apalagi, dalam sejarah, terbukti, banyak praktik poligami yang melahirkan anak-anak yang berkualitas. Poligami Bung Karno, misalnya, telah melahirkan anak yang cukup banyak dan semua anaknya bangga menjadi anak Bung Karno, dari istri mana saja. Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan pun berpoligami. Istrinya ada empat, yaitu: Siti Walidah, Raden Ayu Soetidjah Windyaningrum, Nyai Rum, dan Nyai Aisyah.
Jadi, sepatutnya, yang perlu diberdayakan bukan hanya perempuan, tetapi juga laki-lakinya, agar bisa menjadi laki-laki yang adil; agar laki-laki itu tahu diri dan berakhlak mulia. Perempuan pun perlu diberdayakan agar menjadi perempuan sejati, yang bisa menjalin kehidupan yang harmonis bersama keluarga atau suami dan anak-anaknya. Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 22 Desember 2023).
Admin: Kominfo DDII Jatim/szs