Artikel Terbaru (ke-1.655)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depok - Dalam beberapa kali mengisi kajian dan seminar di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, saya membahas keagungan isi kitab Gurindam 12 karya Raja Ali Haji. Karya ini begitu populer di kedua provinsi itu. Kitab Gurindam 12 – yang aslinya ditulis dalam huruf Arab berbahasa Melayu/Jawi – mengandung konsep-konsep penting dalam pendidikan dan kebangkitan diri, masyarakat, dan bangsa.
Pasal 1 Gurindam 12 memuat ajaran-ajaran penting pembentukan pandangan hidup Islam (worldview of Islam). Pasal ini dibuka dengan kalimat tegas tentang pandangan dan sikap seseorang terhadap agama: “Barangsiapa tiada memegang agama, maka sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.”
Baris-baris berikutnya, diberikan rumus untuk menjadi orang yang ma’rifat dan bertaqwa: “Barangsiapa mengenal Allah, maka suruh dan tegah-Nya tiada ia menyalah. Barangispa mengenal diri, sungguh ia telah mengenal Tuhan yang bahri. Barangsiapa mengenal dunia, tahulah ia barang yang terperdaya. Barangsiapa mengenal akhirat, tahulah ia dunia itu mudharat!”
Sekedar contoh, silakan simak pasal 3 Gurindam 12: “Apabila terpelihara mata, sedikitlah cita-cita. Apabila terpelihara kuping, khabar yang jahat tiadalah damping. Apabila terpelihara lidah, niscaya dapat daripadanya paedah. Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan, daripada segala berat dan ringan. Apabila perut terlalu penuh, keluarlah fi'il yang tiada senunuh. Anggota tengah hendaklah ingat, di situlah banyak orang yang hilang semangat. Hendaklah peliharakan kaki, daripada berjalan yang membawa rugi.”
Renungkanlah! Betapa agungnya makna yang terkandung dalam untaian kata-kata indah dari seorang sastrawan, ulama, dan Pahlawan Nasional dari Pulau Penyengat Kepulauan Riau itu. Jika kata-kata indah dalam Kitab Gurindam 12 itu dipahami dan diamalkan, maka insyaAllah, bangsa Melayu menjadi bangsa yang hebat dan tak terkalahkan.
Saat berkunjung ke Provinsi Kepri, 31 Oktober 2022, saya melihat Gurindam 12 itu ditulis di Pintu Keluar Bandara Raja Haji Fisabilillah. Nama ini tak lain adalah kakek dari Raja Ali Haji. Memasuki kota Tanjung Pinang, ada Taman Gurindam. Di Auditorium Universitas Maritim Raja Ali Haji, Gurindam 12 itu juga ditulis melingkar di atapnya.
Tapi, apakah pesan-pesan penting dalam Kitab Gurindam 12 itu benar-benar dipahami dan diamalkan oleh para ulama, guru, penguasa dan rakyat di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau? Allah Maha Tahu. Yang jelas, Gurindam 12 membawa pesan penanaman nilai-nilai Tauhid, akhlak mulia, cinta ilmu, serta adab dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, dan negara.
Di Pesantren At-Taqwa Depok, Kitab Gurindam 12 wajib dikhatamkan oleh para santri tingkat SMP. Begitu juga kitab karya Raja Ali Haji lainnya. Di sini juga ada asrama santri bernama: Gedung Raja Ali Haji. Bahkan, ada satu spanduk besar kutipan Gurindam 12 pasal 5: “Diantara tanda orang berilmu, bertanya dan belajar tiadalah jemu!”
Ketika menjalani kuliah S3 di ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization) tahun 2003-2005, saya mengambil satu mata kuliah: “Reading in Malay Metaphysical Literature” (Membaca Teks Metafisika Melayu). Diantara kitab yang dikaji adalah “Hujjatus Shadiq li-Daf’i al-Zindiq” karya Syeikh Nuruddin al-Raniri.
Kitab ini juga ditulis dalam huruf Arab-Melayu. Ada beberapa mahasiswa asal Turki dan Malaysia yang mengambil mata kuliah tersebut. Ketika itulah saya bersyukur, bahwa sejak duduk di bangku sekolah dasar di kampung, saya sudah belajar huruf Arab Melayu di Madrasah Diniyah. Penguasaan khazanah Arab-Melayu (huruf Arab Pegon) semakin saya dalami di Pesantren ar-Rosyid, Bojonegoro, saat duduk di bangku SMA.
Penguasaan huruf Arab-Melayu ini menjadi pintu masuk untuk memasuki khazanah keilmuan Islam di wilayah Nusantara. Sebab, ribuan kitab para ulama ditulis dalam huruf Arab-Melayu. Jika huruf ini tidak dikuasai lagi oleh generasi muda muslim, maka akibatnya, terputuslah mereka dari sejarahnya. Karena itulah, di pendidikan tingkat SD Pesantren At-Taqwa Depok, para santri sudah diwajibkan membaca Kitab Arab Melayu, berjudul Adabul Insan dan Risalah Dua Ilmu.
Jika khazanah intelektual Melayu itu tidak dipahami oleh generasi muda Muslim Melayu, maka akan terjadi “kematian peradaban Islam-Melayu”. Inilah yang dikatakan cendekiawan Muslim Muhammad Asad: bahwa suatu peradaban tidak akan bangkit jika peradaban itu kehilangan kebanggaannya atau terputus dari sejarahnya.
Jika generasi muda muslim terputus dari masa lalunya sendiri dan kehilangan kebanggaan terhadap peradabannya, maka mereka akan berpaling kepada peradaban lain. Dalam hal ini, peradaban Barat yang dibawa oleh penjajah akhirnya dijadikan alternatif jalan kebangkitan.
Mitos yang dibangun dan ditanamkan kepada generasi muda Melayu adalah bahwa peradaban Barat memiliki keunggulan rasionalitas dan cara berpikir ilmiah. Dengan mengikuti rasionalitas Barat itulah, kaum muslimin akan meraih kemajuan, sebagaimana bangsa Eropa.
Tentu saja mitos itu tidak benar. Kedatangan Islam di wilayah Melayu-Nusantara terbukti membawa kebangkitan rasionalitas di alam ini. Ribuan karya para ulama di Nusantara membuktikan hal itu. Ribuan ulama di Alam Melayu telah menulis kitab-kitab yang bernilai tinggi.
Kita berharap, Kasus Rempang yang telah memicu reaksi hebat di seluruh Indonesia, bisa menjadi pelajaran berharga. Bangsa Melayu, khususnya anak-anak mudanya, patut mengkaji dan mengamalkan khazanah intelektual ulama-ulama Melayu yang agung..
Dan kita juga berharap, pemerintah pun berkenan melindungi dan mengembangkan pemikiran para ulama Melayu yang begitu bernilai dan sangat bermanfaat untuk membangun jiwa dan raga bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang unggul dan bahagia hidupnya. Semoga Allah melindungi bangsa Melayu dan bangsa Indonesia pada umumnya. Aamiin. (Solo, 16 September 2023).
Admin: Kominfo DDII Jatim