DULU, DENGAN UANG DAN KASIH SAYANG,BANGSA MELAYU DITAKLUKKAN

Artikel Terbaru (ke-1.656)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Ketua Umum DDII Pusat

Dewwndakwahjatim.com, Solo – Kaum penjajah, misionaris dan orientalis tahu betul cara menaklukkan umat Islam, di mana saja, termasuk bangsa Muslim Melayu. Mereka punya rumus klasik yang dipopulerkan oleh misionaris terkenal bernama Samuel M. Zwemmer. Tahun 1907, ia menulis buku berjudul: “Islam: A Challenge to Faith”.


Buku ini memuat resep untuk “menaklukkan” umat Islam. Salah satunya adalah kata-kata Henry Martin: “I come to meet the Moslems, not with arms but with words, not by force but by reason, not in hatred but in love.” (Saya akan menghadapi orang muslim bukan dengan senjata, tetapi dengan kata-kata; bukan dengan kekerasan, tetapi dengan pemikiran; dan bukan dengan kebencian, tetapi dengan kasih sayang).
Henry Martyn, seorang misionaris terkenal, merumuskan cara ampuh menaklukkan umat Islam. Rumusnya, gunakanlah kekuatan gunakan “kata, logika, dan kasih”; bukan dengan kekuatan senjata atau kekerasan. Umat Islam akan terus melawan jika dikerasi! Sebab, umat Islam punya konsep syahid. Yang mati demi membela agama, kehormatan, dan harta benda akan diberi balasan sorga oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.


Misonaris lainnya, Raymond Lull, juga menyatakan: “I see many knights going to the Holy Land beyond the seas; and thinking that they can acquire it by force of arms; but in the end all are destroyed before they attain that which they think to have.”


Raymond Lull mengingatkan, bahwa ia melihat banyak pasukan Salib dari Erpa yang pergi ke Jerusalem – dalam Perang Salib — untuk merebut Kota Suci itu dari tangan umat Islam. Mereka berusaha merebutnya dengan kekuatan senjata. Pada akhirnya, kata Raymond Lull, mereka semua akan gagal.


Menurut Eugene Stock, mantan sekretaris editor di “Church Missionary Society”, tidak ada figur yang lebih heroik dalam sejarah Kristen dibandingkan Raymond Lull. Raymond Lull, kata Stock, adalah misionaris pertama dan terbesar untuk umat Islam (the first and perhaps the greatest missionary to Mohammedans).
Jadi, itulah resep Raymond Lull untuk menaklukkan umat Islam: Umat Islam tidak dapat ditaklukkan dengan “darah dan air mata”, tetapi bisa ditaklukkan dengan “cinta kasih” dan doa. (by love and prayers, and the pouring out of tears and blood).


Dalam perjalanan sejarah panjang kolonialisme di Indonesia, kekuatan “kata” dan “kasih sayang” diwujudkan dalam bentuk uang dan kedudukan. Uang dan kedudukan itulah yang digunakan oleh penjajah untuk memecah belah masyarakat, sehingga mereka mudah ditaklukkan.
Itulah yang dihadapi – misalnya – oleh Pangeran Diponegoro. Dari 15.000 tentara Belanda yang mati dalam Perang Jawa (1825-1830), sekitar 7000 diantaranya adalah orang pribumi. Banyak diantara pasukan Belanda itu juga sanak famili Diponegoro dan panglima perangnya. Inilah tantangan berat yang dihadapi para pejuang.
Kondisi seperti ini juga dihadapi oleh Rasulullah saw dan para sahabat yang hijrah ke Madinah. Saat terjadi Perang Badar dan perang-perang lainnya, Rasulullah saw harus berperang dengan pamannya sendiri. Beberapa sahabat harus berperang dengan anak dan ayahnya sendiri.
Kita sering menelaah bagaimana strategi orientalis Snouck Hurgronje dalam melemahkan perlawanan bangsa Indonesia melalui pendidikan. Mohammad Natsir mengingatkan umat Islam akan kata-kata Snouck Hurgronje dalam bukunya, Nederland en de Islam: ”Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren.” (Pendidikan dan pengajaran dapat melepaskan orang muslim dari genggaman Islam).


Pendidikan yang melemahkan bangsa-bangsa muslim adalah pendidikan yang ”membunuh” semangat perjuangan mereka; pendidikan yang ditujukan hanya untuk meraih keuntungan duniawi, baik berupa uang, kedudukan, atau kehormatan. Jika tidak mempan dengan bujukan uang dan kedudukan, bisa dibujuk dengan kata-kata manis penuh kasih sayang. Misalnya, diberikan gelar-gelar atau popularitas yang menggiurkan.
Para ulama pewaris Nabi memahami benar akan strategi penjajah seperti ini. Karena itulah, mereka membangun pondok-pondok pesantren dan madrasah-madrasah yang melahirkan para guru dan ulama pendidik pejuang. Para guru dan ulama sejati itu terjun ke masyarakat, mendidik masyarakat; membentengi pemikiran masyarakat dari paham-paham sesat dan pemikiran materialisme yang melemahkan jiwa. Pondok-pondok pesantren menjadi tempat kaderisasi para ilmuwan dan para pejuang.


Pendirian pesantren seperti inilah yang dikatakan oleh Mohamamd Natsir sebagai strategi yang cerdas dari para ulama dalam melawan penjajah. Pendidikan model Barat ditujukan untuk membangun jiwa tamak dunia dan melemahkan semangat perjuangan para pelajar. Karena itulah, ketika keluar fatwa jihad dari KH Hasyim Asy’ari, 22 Oktober 1945, ribuan santri dan kyai menyambutnya dengan gegap gempita.
Kata Pak Natsir: “Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang dikembangkan dalam rangka perjuangan bangsa Indonesia. Dengan demikian, pesantren bukan saja merupakan lembaga pendidikan, tetapi merupakan peran yang penting dalam perjuangan nasional….” ( Lihat buku “Pesan Perjuangan Seorang Bapak“).
Jadi, begitulah, dulu bangsa Muslim Melayu di seluruh Nusantara bisa ditaklukkan penjajah! Bagaimana kondisi bangsa Muslim Melayu sekarang? Mari kita cermati dan kita pikirkan bersama! (Solo, 17 September 2023).

Admin: Kominfo DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *