Artikel Terbaru (ke-1.600)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum Dewan Dakwah lslamiyah lndonesia
Dewandakwahjatim.com, Depok - Pada hari Sabtu (22/7/2023) saya menghadiri sebuah acara wisuda 131 sarjana dakwah di Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir, Bekasi. Wisuda kali ini adalah yang ke-13. Seperti tahun-tahun sebelumnya, para sarjana itu akan segera diterjunkan ke berbagai daerah di Indonesia untuk tugas dakwah selama dua tahun.
“Jika ada alat pengukur kebahagiaan, hari ini, sayalah orang yang paling berbahagia,” kata Buya Dr. Anwar Abbas, dalam orasinya.
Buya Anwar Abbas – wakil Ketua Umum MUI Pusat dan juga anggota Badan Pembina Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia – patut berbahagia, sebab melahirkan para dai pejuang bukanlah proses pendidikan yang mudah. Tidak banyak sarjana yang siap dikirim ke daerah-daerah pelosok dan bertugas sebagai guru dan pembina masyarakat. Padahal, setiap tahun, Perguruan Tinggi kita melahirkan ribuan sarjana-sarjana dakwah dan pendidikan.
Karena itulah, Buya Anwar Abbas menaruh harapan besar terhadap para sarjana dakwah. Ia siap memberikan dukungan dalam berbagai bentuk untuk kelancaran dakwah. Menurutnya, umat Islam di Indonesia menghadapi berbagai tantangan berat. Jika tidak serius menghadapinya, bukan tidak mungkin umat Islam bisa hilang dari Indonesia.
Harapan dan peringatan Buya Anwar Abbas itu patut direnungkan secara mendalam. Kepada para wisudawan/wisudawati, saya pun menambahkan, sudah sepatutnya, para sarjana dakwah itu memahami bahwa mereka bukan orang biasa. Sejak memasuki lembaga pendidikan Islam, sudah sepatutnya mereka membulatkan niat dan tekadnya untuk menjadi pejuang fi-sabilillah.
Karena bukan “orang biasa”, maka mereka juga harus berpikir “tidak biasa”. Jika banyak sarjana sibuk melamar pekerjaan setelah lulus, maka para sarjana dakwah itu justru mengabdikan dirinya sebagai guru pejuang, yang siap dikirim ke daerah-daerah yang memerlukan dai. Dan seperti biasanya, permintaan dai dari berbagai daerah senantiasa melebihi jumlah sarjana dakwah yang diluluskan STID Mohammad Natsir.
Manusia-manusia yang melakukan aktivitas mengajak ke jalan Allah adalah manusia-manusia terbaik. Betapa besar pahala orang yang mengajak ke jalan Allah. (QS Fushilat: 13). Apalagi, di tengah-tengah dominasi paham materialisme yang menempatkan faktor kekayaan dan kekuasaan, sebagai indikator utama dalam menentukan kemuliaan seseorang.
Sebagai pejuang di jalan Allah, maka para sarjana dakwah itu sudah dijanjikan pertolongan oleh Allah. Bahwa, siapa saja yang menolong agama Allah, maka pasti mereka akan ditolong oleh Allah dan akan dikuatkan kedudukannya. (QS Muhammad: 7).
Karena itu, para dai atau guru-guru pejuang itu tidak patut merasa sebagai orang-orang biasa. Mereka sedang menjalankan tugas yang sangat mulia, yaitu tugas kenabian. “Kamu adalah umat terbaik yang dikirimkan kepada umat manusia; kamu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran: 110).
Sejak akhir tahun 1960-an, Dewan Da’wah telah mengirimkan ribuan dai ke pelosok-pelosok Indonesia. Alhamdulillah, selama ini, belum ada satu laporan yang mengabarkan adanya dai yang mati kelaparan. Bahkan, banyak diantara para dai itu yang kemudian menjadi tokoh dan pemimpin di tengah masyarakat. Tidak sedikit yang kemudian dikenal sebagai tokoh-tokoh panutan umat di berbagai daerah..
Begitu juga dengan para alumni STID Mohammad Natsir, yang kini mencapai 936 orang. Banyak diantara mereka yang kini dikokohkan kedudukannya oleh Allah SWT. Kehadiran para dai alumni STID Mohammad Natsir itu ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Sebab, masyarakat memang memerlukan para dai yang ikhlas berjuang di jalan Allah, dengan cara menghidupkan masjid-masjid dan lembaga-lembaga keagamaan mereka.
Apalagi, para mahasiswa STID – yang laki-laki — diwajibkan tinggal di masjid selama dua tahun. Ada sekitar 90 masjid di Bekasi yang bekerjasama dengan kampus STID Mohammad Natsir. Inilah sejatinya satu pendidikan yang ideal. Para mahasiswa dilatih selama bertahun-tahun untuk memahami dan mengatasi problematika yang dihadapi masyarakat.
Dengan usianya yang ke-24 tahun, Kampus STID Mohammad Natsir telah teruji dalam melahirkan para sarjana pejuang dakwah atau guru-guru peradaban. Tentu saja beban Dewan Da’wah sangat berat karena harus memberikan beasiswa kepada para mahasiswa STID yang jumlahnya kini mencapai 715 orang.
Semua mahasiswa itu tinggal di asrama. Jika dengan hitungan normal saja, maka setiap bulan, Dewan Da’wah harus menyiapkan dana sekitar Rp 700 juta. Karena masih terbatas kemampuan finansialnya, maka para mahasiswa hanya diberi bantuan beasiswa rata-rata Rp 500 ribu sebulan. Biaya sekecil itu sudah mencakup biaya pendidikan, asrama, dan biaya makan dalam sebulan.
Dengan segala kesederhanaan dan keterbatasannya, telah terbukti bahwa kampus STID Mohammad Natsir telah melahirkan “singa-singa peradaban” dan pejuang penegak kebenaran. Karena itu, dalam acara wisuda itu saya ingatkan agar kampus STID Mohammad Natsir jangan terjebak dengan menempatkan pendidikan sebagai institusi industri.
Anak singa memang sedikit. Anak babi dan anak tikus itu banyak. Jangan sampai kampus kita melahirkan “anak-anak babi” yang menjadi santapan “singa-singa kelaparan”. Pendidikan Islam adalah institusi perjuangan, meskipun harus dikelola secara profesional, agar bisa terjaga keberlangsungan pendidikannya.
Kita doakan semoga para sarjana dakwah itu dapat melaksanakan tugas-tugas dakwahnya dengan baik dan memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada umat dan bangsa Indonesia. Aamiin. (Depok, 22 Juli 2023).
Admin: Sudono S