MENYAMBUT 78 TAHUN KEMERDEKAAN: BEGINILAH ADAB BERNEGARA

Artikel Terbaru (ke-1.618)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Ketua Umum Dewan Da’wah lslamiyah lndonesia

Dewandakwahjatim.com, Depok – Salah satu adab penting dalam kehidupan masyarakat adalah adab bernegara. Secara umum, masalah ini sudah saya bahas dalam buku “10 Kuliah Agama Islam”, terbitan Pro-U Media, Yogyakarta. Kuliah ke-10 pada buku itu berjudul: “Berislam dan Berindonesia.”


Intinya, menegaskan bahwa sebagai manusia, sebagai hamba Allah, maka loyalitas tertinggi kita adalah kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Loyalitas kepada makhluk – siapa pun makhluk itu — harus kita letakkan derajatnya di bawah loyalitas kepada Allah SWT.
Secara konstitusional, Pembukaan UUD 1945 sudah memberikan panduan bernegara yang indah: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur…”


Tentu saja, dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kita akan menghadapi berbagai tantangan dan ujian, yang bisa jadi bertentangan dengan prinsip loyalitas kepada Allah SWT. Kita ingin agar perzinahan dimasukkan ke dalam kategori kejahatan, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran.


Sayangnya, para elite bangsa banyak yang menolak ketentuan itu, dengan tetap memandang perzinahan sebagai hal yang boleh-boleh saja, selama dilakukan suka sama suka. Itu tanggung jawab mereka di hadapan Allah nanti.
Di sinilah sebenarnya makna dan peluang perjuangan kita. Ada nilai-nilai ideal yang harus terus diperjuangkan. Dengan prinsip ini, kita insyaAllah bisa menjadi manusia yang baik, meskipun tidak seluruh aturan dan lingkungan kehidupan sesuai dengan ajaran-ajaran Allah.
Yang penting, worldview (pandangan hidup) kita tidak berubah. Meskipun negara belum secara resmi melarang dan menjadikan seluruh bentuk perzinahan sebagai satu tindakan kriminal, pandangan dan keyakinan kita sebagai muslim, tetap tidak berubah, bahwa zina adalah perbuatan haram.


Meskipun negara tidak memberikan sanksi apa pun kepada orang-orang muslim yang tidak menjalankan shalat lima waktu, tetapi pandangan dan keyakinan kita tidak berubah, bahwa shalat lima waktu adalah wajib. Meskipun negara masih mengizinkan berdirinya pabrik-pabrik minuman keras, worldview kita menyatakan bahwa minuman keras tetap haram hukumnya.
Ada yang bertanya, mengapa tidak kita hadirkan sistem Islam sekarang saja? Sebelum proklamasi kemerdekaan RI, para ulama dan tokoh Islam sudah memperjuangkan berdirinya negara merdeka yang menjadikan Islam sebagai dasar negara. Tetapi, ada banyak warga masyarakat yang menolak gagasan itu. Akhirnya, tercapailah kesepakatan untuk berbangsa dan bernegara dengan konstitusi UUD 1945, seperti saat ini.
Karena itu, saat ini, agenda perjuangan kita yang terpenting adalah menyiapkan SDM-SDM umat yang unggul, yang mampu menjadi pemimpin (teladan) di semua bidang kehidupan. Bukan hanya dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang keilmuan.


Kita perlu para ilmuwan mujahid yang memiliki otoritas keilmuan di berbagai bidang kehidupan. Dan itu dibuktikan dengan karya ilmiah yang berkualitas tinggi. Ingat rumus dari Imam al-Ghazali, dalam Ihya’ Ulumiddin, bahwa masyarakat rusak karena penguasa rusak; penguasa rusak karena ulama rusak; dan ulama rusak karena cinta harta dan kedudukan.
Memperjuangkan umara yang baik itu sangat penting, tetapi mewujudkan ulama-ulama yang baik, yang mumpuni ilmunya dan mulia akhlaknya, juga sangat penting. Dan ini butuh kesungguhan, keikhlasan, dan kerjasama berbagai komponen umat Islam.


Jangan sampai pemimpin dan tokoh umat sibuk memikirkan dan berjuang untuk mewujudkan tatanan sosial-politik yang ideal, tetapi tidak peduli dengan parkaderan ulama di masa depan. Karena itu, kita harus memahami, bagaimana cara menyiapkan anak-anak menjadi pelanjut perjuangan para ulama. Ini bukan perkara mudah!
Ringkasnya, dalam sistem negara Indonesia seperti sekarang, siapa pun Presidennya tahun 2024 nanti, kita tetap berpeluang dan wajib berjuang menjadi manusia yang baik (manusia yang taqwa). Sebab, siapa pun presidennya, yang diminta pertanggungjawaban adalah amal perbuatan kita. Kepada para pemimpin, tanggung jawab kita adalah menyampaikan nasehat dengan cara-cara yang bijak.


Adalah ironis, ketika berada di bawah pemerintahan penjajah, banyak madrasah di Jakarta mampu melahirkan ulama dan guru-guru pejuang yang hebat. Bagaimana kondisi sekolah dan madrasah kita saat ini, setelah kita merdeka, dan gubernurnya muslim?


Para ulama dulu mampu mengkader dan melahirkan guru-guru dan pejuang yang hebat, dari pondok pesantren mereka, meskipun pemerintahan jajahan terus menindas mereka. Bandingkanlah dengan kondisi saat ini!
Jadi, dengan tetap berpegang teguh kepada worldview Islam yang kuat, insyaAllah kita tetap bisa dan harus tetap menjadi muslim yang baik. Siapa pun presidennya tahun 2024 nanti. Siapa pun menteri pendidikannya, kita tetap wajib mendidik anak-anak kita dengan benar.
Siapa pun menteri agamanya, kita tetap wajib menjalankan ajaran-ajaran agama kita, semaksimal mungkin! Tentu saja dengan terus berusaha menegakkan amar makruf nahi munkar, atau terus berdakwah, bil-hikmah wal-mauidhatil hasanah, wabil-mujadalah billatiy hiya ahsan.
Selamat menyambut dan mensyukuri kemerdekaan RI ke-78. Semoga Allah SWT membimbing kita semua dalam upaya mewujudkan masyarakat adil dan makmur dalam naungan ridha Allah SWT. (Depok, 9 Agustus 2023).

Admin: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *