KISAH ANAK PEDALAMAN MENJADI SARJANA DAKWAHDAN HAFAL 30 JUZ AL-QURAN

Artikel Terbaru (ke-1.606)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah lndonesia

Dewandakwahjatim.com, Ada kisah haru dan bahagia dalam acara wisuda sarjana dakwah di STID Mohammad Natsir, pada 22 Juli 2023. Di antara 30 wisudawan yang hafal 30 juz al-Quran, ada nama Anggun Pramono, anak Suku Pedalaman Akit Riau. Sembilan tahun lalu, saat berumur 14 tahun, ia tersentuh dakwah seorang dai Dewan Da’wah – Ustadz Alan Ruslan Hubban – dan ketika itu juga ia memilih menjadi muallaf. Allahu Akbar!

Anggun menyampaikan kisah itu dalam acara Pidato Wisudawan, mewakili para wisudawan lainnya. "Saya adalah anak Suku Pedalaman Akit, Riau, yang sembilan tahun lalu bertemu dengan salah satu dai Dewan Dakwah yang hadir mengabdi di desa kami," ia memulai ceritanya.

Sembilan tahun lalu, salah seorang dai Dewan Dakwah berangkat ke Pulau Rangsang, Desa Sonde, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Ia adalah Ustadz Alan Ruslan Hubban. Kiprah Ustadz Alan di pedalaman Suku Akit menyebabkan hidayah hadir di hati Anggun Pramono remaja. Menyemai benih takwa yang kini bisa terlihat dari Anggun Pramono dewasa di balik podium panggung wisudanya.

“Ustadz Alan datang ke kampung kami, ke desa saya. Teman-teman saya ikut mengaji dan saya pun otomatis penasaran. Sebab teman-teman saya reaksinya selalu bahagia setiap kali selesai mengaji dengan Ustadz Alan. Apa yang disampaikan Ustadz Alan? Bagaimana beliau menjelaskan materinya? Saya selalu bertanya-tanya” ungkapnya.


Anggun remaja semakin giat belajar Islam, sebab selain penasaran ia juga melihat perubahan yang signifikan dari kakak kandungnya yang lebih dulu memeluk Islam. Hingga akhirnya, Anggun Pramono yang baru 14 tahun umurnya saat itu bertekad untuk bersyahadat, namun muncul protes dari keluarganya.


“Kamu masih kecil, ketika kamu sudah berpindah agama, itu tidak hanya sebatas cukup ucapan di lisan saja. Tunggu dulu, sampai kamu mengerti, sebab kami khawatir kamu tidak sanggup melaksanakan kewajiban di agama baru kemudian jadi berdosa” Anggun Pramono mengulang kata-kata orangtuanya di atas podium.


Hal tersebut tidak menyurutkan tekadnya. Anggun Pramono remaja semakin giat belajar Islam. Hingga akhirnya, pada tahun 2014, di usia remajanya, ia bersyahadat dibantu oleh Ustadz Alan Ruslan Hubban, dai Dewan Dakwah yang sedang mengabdi di desanya.


Sejak saat itu, Anggun Pramono tumbuh menjadi pemuda yang giat dan terus semangat dalam belajar dan menjalankan Islam dengan baik. Hingga akhirnya, setelah lulus SMA ia mendapatkan rekomendasi untuk menjadi salah satu guru ngaji terbaik yang dikader di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir, sama seperti para guru ngaji Dewan Dakwah yang pernah mengabdi di desanya.


“Hingga akhirnya dengan rahmat Allah, tekad saya semakin kuat berislam dan orangtua mengizinkan saya memeluk Islam. Mereka juga mengizinkan saya berkuliah di STID Mohammad Natsir, menjadi dai dan hari ini, orangtua saya hadir, melihat saya wisuda,” kata Anggun Pramono terbata-bata sambil terisak di atas podium, sebab teringat kebaikan Allah padanya meski hidayah belum menyentuh hati kedua orangtua juga adiknya, membuat haru suasana wisuda STID M. Natsir yang ke-13.


“Bersyukurlah kalian yang sudah berislam sejak lahir, tidak seperti saya. Saya harus memiliki daya juang yang tinggi, doa yang kuat agar hidayah tiba pada orangtua saya,” ia berujar sambil berurai air mata.
Meskipun demikian kuat tekadnya, Anggun Pramono tetaplah manusia yang lemah. Ia mengaku rendah diri ketika pertama kali menginjakkan kakinya di tanah Jawa untuk melanjutkan sekolahnya di STID M. Natsir.
“Saya insecure sekali, tidak percaya diri jika membandingkan diri dengan teman-teman. Tapi saya bertahan dan hari ini saya berdiri di sini, merampungkan pendidikan saya. Saya bertahan karena mengingat perjuangan orangtua saya,” ujarnya lagi.


“Saya berdoa pada Allah SWT agar senantiasa melembutkan hati kedua orangtua saya agar hidayah sampai pada mereka,” doa yang begitu tulus ia sampaikan untuk orangtuanya di atas podium sambil menangis yang diaminkan oleh para hadirin yang turut terharu.


“Saya sangat bersyukur bisa ada di sini. Tapi saya lebih bersyukur para guru ngaji, para dai Dewan Dakwah telah melakukan kiprahnya ke desa-desa pelosok dan pedalaman sejak dulu. Hingga hidayah juga turut memeluk hati saya, saya berislam dan ada di sini. Jangan remehkan dakwah di pedalaman, sebab saya adalah bukti nyata dari dakwah yang dilakukan para dai di pedalaman,” tutup Anggun Pramono. Kisah ini dapat dibaca di situs Laznas Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. (https://www.laznasdewandakwah.or.id/campaign-update/beasiswadai/2381).


Sejak berdirinya tahun 1967, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia telah mengirimkan dai-dai ke daera-daerah pedalaman Indonesia. Ribuan dai telah dikirimkan, dan saat ini masih ada sekitar 300 dai yang bertugas, untuk menjaga aqidah, merekat ukhuwah dan mengokohkan NKRI. 

Para dai itu sejatinya adalah para pejuang yang mengawal NKRI dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, agar mereka menjadi manusia beriman bertaqwa dan berakhlak mulia, sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional sesuai amanah pasal 33 (3) UUD 1945. Mereka juga para pejuang dakwah yang dijanjikan oleh Allah memiliki kedudukan yang sangat mulia.


Karena itu, bersyukurlah para orang tua yang anaknya berkiprah menjadi dai atau guru-guru kebaikan yang terus mengalirkan pahala kepada orang tua dan siapa pun yang mendukung pendidikan dan dakwah mereka. Semoga Allah menerima amal ibadah mereka dan amal kita semua. Aamiin. (Kuala Lumpur, 28 Juli 2023). (NB. Info laznas DDII: https://www.laznasdewandakwah.or.id/checkout-donasi/beasiswadai/1006?lz=45).

Admin: Sudono S

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *