Artikel Terbaru (ke-1.610)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum Dewan Da’wah lslamiyah lndonesia
Dewandakwahjatim.com, Semarang - Kecerdasan Buatan (KB) atau Artificial Intelligence telah memasuki alam kehidupan kita. Ini tidak bisa dihindari. Ibarat pisau, teknologi ini bisa memberikan manfaat. Tapi, bisa juga menimbulkan mudharat bagi umat manusia. Dunia pendidikan pun harus segera berbenah.
Dengan KB para pelajar dan mahasiswa bisa semakin mudah mengakses informasi bahkan mendapatkan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang bersifat analitis. Mungkin jawaban mesih itu tidak selalu tepat, tetapi itu sudah lumayan untuk mendapat gambaran persoalan dan solusinya.
Walhasil, kehadiran KB semakin memicu manusia untuk meningkatkan kreativitasnya. Manusia harus bersaing dengan robot-robot “cerdas”. Tak hanya pada bidang-bidang yang bersifat intelektual, tetapi bidang-bidang yang bersifat kreativitas seni pun – seperti lukisan dan nyanyian – sudah bisa digantikan dengan robot.
Sejak kehadiran internet di semua bidang kehidupan, dunia pendidikan telah ditantang dan dituntut untuk segera berubah. Dengan semakin mudahnya mendapatkan informasi, maka para pelajar dan mahasiswa dituntut bukan hanya bisa tahu dan memecahkan masalah secara logis-analitis, tetapi juga dituntut untuk mengembangkan daya kreasi yang bersumberkan hikmah (wisdom).
Inilah yang tidak dapat dilakukan oleh robot. Kebijakan robot tidak akan mampu melampaui kebijakan manusia. Mudahnya, mungkin, sampai kiamat, tidak mungkin presiden Indonesia adalah sebuah robot, betapa pun canggihnya sang robot itu!
Karena itu, di era seperti ini, konsep pendidikan sebagai “ta’dib” semakin mendesak untuk dikembangkan. Pendidikan bukan hanya melatih bagaimana seseorang mampu berpikir secara kritis-analitis, tetapi pendidikan harus melahirkan manusia yang cerdas dan bijak!
Pendidikan jangan lagi bertumpu kepada pandangan manusia sebagai alat produksi atau mesin uang untuk meningkatkan pendapatan nasional – agar layak disebut sebagai “negara maju”. Tetapi, pendidikan harus memandang manusia sebagai makhluk Allah yang tujuan hidupnya adalah untuk menjadi hamba Allah yang baik dan insan yang bahagia.
Pendidikan harus diarahkan untuk melahirkan manusia-manusia cerdas dan bijak yang mampu menempatkan dirinya secara tepat dalam tatanan alam raya ini. Pertama kali, tentunya menempatkan dirinya dengan Sang Maha Pencipta jagad raya, termasuk diri manusia itu sendiri. Manusia dijamin akan bahagia hidupnya jika ia beradab kepada Tuhan-Nya, dengan mengikhlaskan dirinya menjadi hamba-Nya yang baik.
Kedua, ia harus mampu menempatkan dirinya dengan betul dalam hubungan dengan utusan Sang Maha Pencipta, yaitu Nabi Muhammad saw. Beliau diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Beliau diutus kepada seluruh manusia sampai akhir zaman. Tanpa mengikuti tuntunanya, maka manusia tak mungkin mengenal Tuhan yang sejati dan meraih kebahagiaan hakiki.
Ketiga, pendidikan harus mampu memahamkan manusia akan dirinya sendiri dan memahami tujuan hidupnya. Begaimana pun canggihnya robot KB dalam memberikan pemahaman tentang suatu objek, dia tidak akan mampu menandingi kecanggihan dan kecerdasan ciptaan Tuhan, yaitu diri manusia itu sendiri.
Bahkan, kehadiran robot KB sepatutnya semakin mendorong manusia pada pengenalan terhadap Yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Hingga kini, manusia tetap saja masih belum mampu memahami dirinya sendiri, baik aspek jiwa maupun raganya.
Dan memang manusia – dengan akalnya – tidak akan mampu memahami penciptaan dirinya sendiri. Proses perkembangan janin dari pertemuan sperma dan ovum sampai terbentuk tubuh bayi yang memiliki tulang, otot, syaraf, sel-sel darah, dan sebagainya, adalah proses yang sangat rumit dan di luar jangkauan akal manusia.
Jadi, hadirnya Kecerdasan Buatan (KB) sepatutnya mendorong umat manusia untuk semakin mengenal dirinya dan mengenal Tuhan-nya serta semakin mencerdaskan manusia dalam arti yang hakiki. Kata Raja Ali Haji dalam Gurindam 12: “Diantara tanda orang berakal, di dalam dunia ia mengambil bekal!”
Jadi, pendidikan patut disebut gagal, jika melahirkan secara massal, manusia-manusia yang serakah dunia, hobi mengumbar kebencian kepada sesama, dan berpesta-pora mengumbar nafsu angkara. Mereka lupa, bahwa kesenangan dunia itu sifatnya menggoda dan tak akan pernah sampai pada hidup bahagia yang sebenarnya!
Pendidikan yang mencerdaskan manusia adalah yang semakin memahamkan dan menyadarkan manusia akan siapa dirinya dan untuk apa ia hidup di dunia ini. Pendidikan jangan hanya ditujukan untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan untuk hidup dan survive. Tetapi, lebih dari itu, pendidikan harus mampu menjadikan manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya (al-insan al-kulliy).
Semoga para pemimpin bangsa dan para ulama kita menyadari makna dan peluang pendidikan yang sebenarnya, agar negeri kita meraih tujuan kemerdekaan yang sebenarnya! Aamiin. (Semarang, 1 Agustus 2023).
Admun: Sudono Syueb