Artikel ke-1.537
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum Dewan Da’wah Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depok – “Sang Rab telah memanggil pulang hamba terbaiknya. Wafat di medan juang, bumi dakwah di Kalimantan Selatan, 153 km dari kota Banjarmasin ke arah Timur, sekitar empat jam ke kabupaten kotanya dan empat jam lagi ke titik dakwahnya. Daerah ini sering banjir luapan dari sungai, masuk katagori daerah 3T, terdepan, tertinggal dan terluar. Aliran listrik masuk agak belakangan, karena memang jauhnya dari kota.” (Dr. Misbahul Anam, tokoh Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia)
Namanya, Imron Shobirin. Umurnya, 24 tahun. Pada hari Sabtu, 20 Mei 2023, ia dipanggil Allah SWT, saat masih bertugas sebagai dai Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia di pedalaman Kalimantan Selatan. Ustadz Dr. Misbahul Anam, tentu saja, merasa sangat kehilangan. Bertahun-tahun sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Dai Dewan Da’wah, Ustadz Misbah mengenal betul sosok dai muda yang tangguh ini.
Padahal, hari Jumat, 12 Mei 2023, Imron masih mengirimkan laporan dakwahnya dari Desa Haruyan Dayak, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan: “Alhamdulillah, pada tanggal 2 Mei 2023 adalah awal saya di beri amanah untuk mengajar tetap di salah satu TK yang ada di Desa Haruyan Dayak yaitu TK Nusa Bangsa, dan pada tgl 12 Mei 2023 seperti biasa hari Jumat mengajak anak2 yang muslim ke masjid untuk belajar mengaji, dan praktek shloat sedangkan yg beragama Hindu ada guru sendiri, namun beberapa hari ini jarang masuk jadi saya menggantikannya, dengan mengisi perhitungan dan menggambar.”
Tanggal 14 Mei 2023, saat mengisi acara di Kota Banjarmasin, saya tidak sempat berjumpa dengan Imron. Ketika itu, kabarnya, ia sedang demam dan beristirahat di hotel. Dalam acara di kantor Walikota, ia sempat datang sebentar, kemudian ia beristirahat kembali.
Menurut pengurus Dewan Da’wah Kalsel, Ustdz Bayu Widagdo, Imron sempat meminta izin kembali ke tempat tugasnya. Tetapi, Bayu tidak mengizinkan. Esoknya, ia dibawa ke Puskesmas. Setelah diperiksa dokter, ia diberi obat. Karena panasnya tidak turun, ia dibawa ke Rumah Sakit. Namun, pada hari Sabtu (19/5/2023), Allah sudah memanggilnya menghadap.
Imron dipanggil Allah saat bertugas sebagai dai Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. Ia bertugas di pedalaman Kampung Dayak yang sekitar 50 persen penduduknya beragama Islam. Kehadirannya diterima dengan baik oleh masyarakat. Imron pun sudah bertekad untuk menetap di tempat tugasnya. Ia sudah berganti KTP di daerah tempat tugasnya itu. Dewan Da’wah memang mendorong agar ratusan dai yang bertugas dapat menetap di tempat tugasnya, agar dakwah semakin luas perkembangannya.
Hari Sabtu (19/5/2023) itu saya sedang berada di Bandar Lampung, dalam rangka sosialisasi Kampus STID Mohammad Natsir, almamater Imron Shobirin. Pada pukul 18.07 WIB, masuk WA dari H. Chairani Idris, ketua Dewan Da’wah Kalsel, bahwa Imron dalam kondisi kritis di RS Islam Banjarmasin. Mohon doanya.
Usai shalat madhrib berjamaah di satu masjid, saya membuka WA, dan pesan itu baru terbaca. Saya balas dengan doa. Tapi, selang tiga menit, pukul 19.19 WIB, sudah ada kabar dari Ustadz Chairani, bahwa Imron sudah meninggal dunia, pukul 19.10 WIB. Inna lillaahi wainna ilaihi raaji’uun. Semoga Allah SWT memberikan tempat yang mulia di sisi-Nya.
Begitulah kisah singkat kepergian seorang guru mujahid muda dalam menghadap Allah SWT. Begitu mudah dan begitu mulia kepergiannya. Ia pergi ketika begitu banyak masyarakat mengharapkan kehadirannya. Imron bukan hanya mengajar mengaji anak-anak, tetapi juga mengajak beberapa ilmu lain. Ia juga menjadi imam di masjid, dan ikut berkebun bersama masyarakat.
Ia bertugas di Desa Haruyan Dayak, Kecamatan Hantakan, kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Simaklah laporannya: “… sedangkan yang beragama Hindu ada guru sendiri, namun beberapa hari ini jarang masuk, jadi saya menggantikannya, dengan mengisi perhitungan dan menggambar. Alhamdulillahnya anak-anaknya antusias semua dan nurut-nurut, semua apalagi dihibur dengan bercerita.”
Betapa indahnya kepergian seorang guru mujahid seperti Imron. Betapa ringan hisab-nya di akhirat. Sepanjang muda, umurnya dihabiskan untuk menimba ilmu di Pesantren Ibnul Qayyim Yogaykarta. Lalu, melanjutkan kuliah ke salah satu kampus terbaik (STID Mohammad Natsir) yang telah mendidik lebih dari 800 mahasiswanya menjadi para guru pejuang seperti Imron.
Meskipun baru enam bulan bertugas, Imron telah memberikan cahaya di daerah tugasnya. “Sang Mujahid Dakwah telah memulainya, mungkin belum selesai. Tak mengapa, yang penting api sudah menyala. Motto kami, “Dai datang desa tenang”,” begitu tulis Ustadz Misbahul Anam.
Atas permintaan keluarganya, jezanah Imron diterbangkan ke Yogyakarta. Ia dimakamkan di daerah asalnya, Kabupaten Gunung Kidul. Secara fisik Imron telah meninggalkan kita. Tetapi, sejatinya, sang mujahid muda itu tetap hidup, dan memberi semangat kepada kita semua untuk melanjutkan perjuangan dakwah yang sangat mulia; dakwah yang diritis oleh para nabi dan para ulama, khususnya Pak Natsir, Pak Sjafroedin Prawiranegara, Pak Rasjidi, dan sebagainya.
Semoga Allah SWT menerima amal ibadahnya, memberikan kesabaran kepada keluarganya, dan Allah mudahkan kampus STID Mohammad Natsir terus melahirkan ribuan mujahid-mujahid dakwah yang meneruskan perjuangan Imron dan teman-temannya. Aamiin. (Depok, 20 Mei 2023).
Admin: Sudono Syueb