Artikel ke-1.526
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum Dewan Da’wah
Dewandakwanjatim.com, Depok – Mungkin kita pernah mampir ke sebuah restoran Ikan Bakar – sebut saja namanya “Ikan Bakar Cimande”. Namanya “Restoran Ikan Bakar”. Tapi, ternyata di dalamnya tersedia aneka rupa makanan. Bukan hanya ikan bakar. Ada ayam bakar, bebek goreng, dan sebagainya.
Itulah perumpamaan untuk untuk kampus Islam atau kampus dakwah. Namanya mungkin spesifik. Misalnya, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah, Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Syariah, Sekolah Tinggi Pendidikan Bahasa Arab, dan sejenisnya.
Tahun 1984-1989, saya kuliah di Institut Pertanian Bogor. Mungkin sudah menjadi rahasia umum, bahwa sebagian besar alumni IPB tidak bekerja di bidang pertanian. Bahkan, saya sering menerima sindiran: Lulusan IPB itu apa saja bisa, kecuali pertanian. IPB sering diplesetkan kepanjangannya menjadi: Institut Publisistik Bogor, Institut Perbankan Bogor, bahkan ada yang menyebut: Institut Pleksibel Banget.
Memang, IPB menyandang nama Pertanian. Bahkan, ketika di tahun pertama kuliah – namanya: Tingkat Persiapan Bersama (TPB) – saya mendapat mata kuliah Pengantar Ilmu Pertanian. Mungkin karena kata “pertanian” dianggap kurang menjual, atau kurang bergengsi, maka belakangan nama kampusnya berubah menjadi “IPB University”.
Bahwa banyak lulusan IPB bekerja tidak sesuai jurusannya, itu bukanlah hal aneh. Sebenarnya, itu bukan hanya berlaku untuk IPB. Banyak kampus lain pun seperti itu. Situs berita kompas.com (7/11/2022) menulis berita berjudul: “80 Persen Mahasiswa Bekerja Tidak Sesuai Jurusan, Ini 4 Alasannya.”
Data itu diungkapkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim. Diantaranya, minat, misi, akan berubah seiring waktu. Minat yang berubah adalah hal yang wajar karena setiap manusia seiring waktu akan berkembang dan mempelajari banyak hal.
Juga, karena dunia kerja berubah dan berkembang sangat cepat seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Dunia kerja juga akan berubah dengan gila-gilaan. Contohnya, dari hasil future of jobs survey 2020 oleh World Economic Forum, pada tahun 2030 mendatang akan banyak pekerjaan yang hilang dan digantikan oleh robot. Maka, disarankan, agar mahasiswa jangan hanya fokus di hard skill atau mata kuliah yang ia pelajari saja. Ia bisa mempelajari beberapa bidang lainnya sehingga keahlian akan melebar.
Di era seperti ini, sebenarnya Kampus-kampus Islam memiliki peluang yang sangat besar untuk tampil menjadi “universitas sejati”. Nama boleh apa saja, seperti: “Sekolah Tinggi”, Institut”, atau pun “Pesantren Tinggi”. Yang penting sifat pendidikan yang dijalankan adalah sebuah “universitas”, yakni tempat untuk membentuk manusia yang universal, seperti nama Restora Ikan Bakar tadi.
Sebab, kata “Universitas” dalam dunia Perguruan Tinggi kita, telah dimaknai sebagai satu jenis Perguruan Tinggi yang memiliki sejumlah Program Studi dan Fakultas. Artinya, kata ini telah mengalami penyempitan dan perubahan makna yang sangat mendasar, sebagaimana sepatutnya dalam perspektif pendidikan Islam.
Nah, di zaman seperti sekarang ini, kampus-kampus Islam yang ada, jangan terjebak ke dalam pola pikir linierisme sempit. Bahwa, lulusan Sekolah Tinggi Pendidikan Bahasa Arab, ya bisanya hanya menjadi Guru Bahasa Arab. Ia dididik sebagai “tukang ngajar bahasa Arab”. Pendidikan Tinggi seperti ini terlalu sempit.
Lebih keliru lagi, jika mahasiswa sudah salah niat dalam belajar. Mencari ilmu hanya untuk mencari keuntungan dunia. Mencari ilmu bukan diniatkan untuk beribadah dan berjuang di jalan Allah. Ini kesalahan yang mendasar. Yang benar, apa pun jurusan kuliahnya, maka mahasiswa harus dididik menjadi manusia yang baik, manusia seutuhnya (al-insan al-kulliy). Itulah makna kulliyyah.
Di era serba internet sekarang, pemerintah telah menerapkan program Kampus Merdeka. Mahasiswa diminta dan diberi kesempatan untuk mengambil mata kuliah dari beberapa jurusan yang berbeda. Sebab, melimpahnya informasi menjadikan problematika yang dihadapi setiap individu dan masyarakat juga semakin komplek. Karena itu, solusinya pun memerlukan analisis lintas bidang keilmuan.
Peluang ini bisa dimanfaatkan kampus-kampus Islam untuk menerapkan konsep pendidikan dengan filosofi “Restoran Ikan Bakar” tadi. Tetapi, tetap dengan model pendidikan ideal: (1) Tanamkan adab sebelum ilmu, (2) oetamakan ilmu-ilmu fardhu ain, dan (3) pilih ilmu fardhu kifayah yang tepat. Semoga Allah menolong perjuangan kita. Aamiin. (Kuningan, 9 Mei 2023).
Admin: Sudono Syueb