INILAH SEBABNYA UMAT ISLAM SUSAH MENERIMAPAHAM PLURALISME AGAMA

Artikel ke-1.510
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Dewandakwahjatim.com, Depok – John Hick dikenal sebagai salah satu pemikir utama tentang paham Pluralisme Agama. Dalam pengantar bukunya, God Has Many Names, (Philadelphia: The Westminster Press, 1982), John Hick meminta kaum Kristen untuk meninjau kembali pandangan mereka terhadap agama lain.


Sejarah kekristenan Barat, menurut John Hick, belum lama sadar tentang ‘kondisi plural’. Sebelumnya, agama-agama seperti Hinduisme, Budhisme, Judaisme, dan Islam, pada umumnya dipandang sebagai sisa-sisa paganisme, yang dipandang inferior terhadap agama Kristen dan menjadi sasaran empuk kaum misionaris Kristen.


Tapi, saat ini, ujar Hick kepada kaum Kristen, ‘’Kita semua telah menyadari bahwa – dalam berbagai tingkatan – sejarah kekristenan kita adalah salah satu dari berbagai arus kehidupan keagamaan, yang masing-masing memiliki satu bentuk pengalaman, pemikiran, dan spiritualitas keagamaan yang khas. Karena itu, kita harus menerima adanya keperluan untuk meninjau kembali pemahaman keagamaan kita, bukan sebagai satu-satunya (agama), tetapi sebagai salah satu dari sekian banyak agama.’’

Tertulis dalam bukunya: “Today, however, we have all become conscious, in varying degrees, that our Christian history is one of a number of variant streams of religious life, each with its own distinctive forms of experience, thought, and spirituality. And accordingly, we have come to accept the need to re-understand our own faith, not as the one and only, but as one of several.’’


Dalam uraiannya, John Hick memang mengajak agar kaum Kristen meninggalkan pemahaman eksklusifnya. Bahwa, hanya agama Kristen saja yang benar dan paling mulia kedudukannya dibandingkan agama-agama lainnya.

Pemahaman seperti Hick itu bukanlah hal aneh, mengingat sejarah agama Kristen di Barat pernah menyebabkan masyarakat Barat mengalami trauma. Khususnya ketika mereka menganut paham eksklusivisme dengan meyakini hanya agama mereka saja yang benar, dan bahwa di luar Gereja tidak ada keselamatan (extra ecclesiam nulla salus).

Ketika itulah mereka memaksakan pemahamannya kepada agama lain maupun dengan sesama penganut Kristen. Trauma itu kemudian melahirkan paham Pluralisme yang memandang semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama (each and every religion is equally valid way to God).

Paham seperti ini kemudian mendapat penentangan keras dari kalangan Kristen sendiri, baik Katolik maupun Protestan. Tahun 2000, Vatikan mengeluarkan Dekrit bernama “Dominus Iesus”, yang menolak paham Pluralisme Agama. Begitu juga di kalangan Protestan. Untuk itulah kaum Kristen terus melakukan gerakan misi, dengan berbagai cara. Itu menunjukkan bahwa mereka terus memelihara keyakinan terhadap kebenaran agamanya sendiri.

Oleh kaum Pluralis, keyakinan terhadap agamanya sendiri (truth claim) dipandang sebagai sumber konflik antar umat beragama. Apalagi, jika klaim kebenaran itu bersifat absolut. Menurut Prof.Charles Kimball, dalam bukunya, When Religion Becomes Evil, jika suatu agama memiliki klaim kebenaran mutlak, maka agama itu telah menjadi jahat.


Di kalangan umat Islam, paham-paham sejenis Pluralisme Agama ini masih terus disebarluaskan dengan berbagai cara. Biasanya, penganut paham penyamaan semua agama ini kurang atau tidak memahami perbedaan hakiki antara ajaran Islam dan sejarahnya dengan hakikat ajaran agama lain beserta sejarahnya. Semua agama dianggap sama saja.

Padahal, Islam memiliki karakter dasar yang berbeda dengan agama Kristen dan agama-agama lainnya. Begitu juga dengan sejarah peradaban Islam. Islam adalah agama wahyu (revealed religion); bukan agama budaya atau agama sejarah. Ajaran-ajaran Islam disusun berdasarkan wahyu, yang dipahami secara berkesinambungan dan terjaga otentisitasnya.

Karena itu, nama Tuhan dan ibadah dalam Islam harus berdasarkan kepada wahyu (al-Quran dan hadits). Hingga kini, umat Islam sedunia memiliki bentuk ritual yang satu, seperti dalam pelaksanaan shalat, puasa, haji, zakat, pernikahan, mengubur jenazah, dan sebagainya.


Semua ritual itu harus didasarkan kepada al-Quran dan hadits Nabi, dengan mengikuti metode pemahaman yang sudah terkodifikasi sejak tiga generasi pertama, yaitu generasi sahabat, generasi tabi’in, dan generasi tabi’it-tabi’in. Umat Islam sedunia bisa dengan mudah menyatakan, bahwa shalat tanpa sujud dan ruku’ pasti tidak sah.

Islam memiliki uswah hasanah yang abadi dan lengkap, yaitu Nabi Muhammad saw. Beliau utusan Allah SWT, yang diutus untuk seluruh manusia dan sepanjang zaman. Mulai bangun tidur sampai tidur lagi ada contoh (uswah) dari Nabi, agar menjadi orang baik.

Karena itulah, dalam soal hubungan umat Islam dengan pemeluk agama lain, sudah diatur dan dicontohkan oleh Nabi saw. Al-Quran memerintahkan anak yang berbeda dengan agama orang tuanya harus tetap hormat dan berbuat baik kepada orang tuanya (QS Luqman: 15).


Orang muslim paham, bagaimana harus menghormati dan berbuat baik kepada sesama tanpa memandang agamanya apa. Orang muslim diwajibkan untuk meyakini kebenaran agamanya: bahwa Islam adalah satu-satunya ad-Din yang diterima Allah. (QS Ali Imran: 19, 85). Tapi, umat Islam juga dilarang untuk memaksa orang lain agar memeluk agama Islam (QS al-Baqarah: 256).

Jadi, umat Islam wajib berbuat baik kepada pemeluk agama lain, tanpa kehilangan keyakinannya, bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Dan umat Islam tidak boleh memaksa orang lain untuk memeluk Islam. Karena itu, umat Islam tidak punya beban sejarah dalam hal pembantaian terhadap umat beragama lain, karena perbedaan agama.

Jika dalam sejarah ditemukan kasus yang menyebutkan adanya penguasa Muslim yang memaksa orang-orang Yahudi masuk Islam, maka tindakan seperti pun tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Karen Armstrong mengakui, bahwa tidak ada tradisi persekusi agama dalam sejarah Islam. “There was no tradition of religious persecution in the Islamic empire,” tulis Armstrong, dalam bukunya, Holy War: The Crusades and Their Impact on Today’s World, (London: McMillan London Limited, 1991).


Karena sifat ajarannya yang mengandung jiwa kasih sayang dan toleransi dan perjalanan sejarahnya yang gemilang, maka umat Islam tidak mudah menerima paham penyamaan agama seperti Pluralisme Agama. Tentu, ada saja di kalangan muslim yang tersesat menjadi pengikut paham penyamaan agama ini. Bahkan, ada juga yang menjadi promotornya.
Tetapi, itu tetaplah oknum yang tidak akan mampu mengubah ajaran Islam itu sendiri. Sebab, paham penyamaan semua agama, sejatinya adalah “agama baru” yang membubarkan semua agama. Jika orang mengatakan bahwa iman sama dengan kufur, maka berarti ia merusak iman dan mendukung kekufuran. Semoga kita sekeluarga selamat dari paham-paham yang merusak agama seperti ini. Aamiin. (Depok, 23 April 2023).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *