Renungan Idul Fitri: Siap Berjuang di Luar Ramadhan

Oleh M. Anwar Djaelani

Pengurus Dewan Dakwah, Jawa Timur

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Puasa Ramadhan –bisa dibilang- adalah sebuah program pendidikan dan pelatihan yang “lulusan”-nya akan berpredikat sebagai orang yang bertaqwa. Predikat itu –tentu- bisa menjadi energi penggerak dalam kehidupan kita selanjutnya.

Insya-Allah, Pemenang!

Saat Idul Fitri, ummat Islam bertakbir menyebut kebesaran Allah dan memanjatkan segala puji hanya kepada-Nya. Semua itu dilakukan dengan sepenuh penghayatan, yang dibalut oleh rasa cinta lewat getaran suara yang bersumber dari jiwa yang tenteram atau muthmainnah.

Allah Maha Agung tiada tara, tiada banding. Segala puji hanya untuk Allah, puji-pujian yang tiada habis-habisnya. Maha Suci Allah, yang memiliki kesucian selama-lamanya. Tiada Tuhan kecuali Allah yang Maha Esa, yang benar segala janji-Nya, yang menolong segenap hamba-Nya, yang Menggagah-perkasakan segenap tentara-Nya dan yang Menghacurkan semua musuh-Nya. Tiada Tuhan kecuali Allah yang Tunggal.

Saksikan yaa Allah, para hamba-Mu yang telah menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Kami bersimpuh di bawah kekuasaan-Mu. Kami insya-Allah adalah para hamba yang telah kembali kepada fitrahnya, adalah para hamba yang telah dapat menundukkan nafsunya, adalah para hamba yang telah Engkau cerahkan hatinya. Kami insya Allah adalah para hamba yang telah Engkau sucikan jiwanya, adalah para hamba yang Engkau rela memberinya predikat insan bertaqwa.

Di keseharian manusia, pekerjaan menundukkan nafsu adalah sebuah perjuangan yang berat. “Siapa”-kah nafsu? Menurut Ensiklopedi Islam, nafsu adalah organ rohani manusia yang memiliki pengaruh paling banyak dan paling besar di antara anggota rohani lainnya yang mengeluarkan instruksi kepada anggota jasmani untuk melakukan suatu tindakan.

Nafsu dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: Ammarah, Lawwamah, dan Muthmainnah. Nafsu ammarah selalu mengajak untuk melakukan perbuatan yang berlawanan dengan kehendak Allah (lihat QS Yusuf [12]: 53). Nafsu lawwamah kadang mengajak ke kebaikan, tetapi kadang pula ke sebaliknya (lihat QS Al-Qiyaamah [75]: 1-2). Adapun nafsu muthmainnah selalu mengajak ke kebaikan (lihat QS Al-Fajr [89]: 27).

Jika manusia memiliki nafsu jenis muthmainnah, maka setiap akan melakukan pekerjaan apapun, dengan tenang ia akan kontrol terlebih dahulu. Apakah pekerjaan tersebut sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya, atau tidak. Jika sesuai, lakukan. Sebaliknya, jika tak sejalan, jangan kerjakan. Hal yang demikian bisa terjadi, karena ia telah sepenuhnya berhasil menundukkan nafsunya.

Sesuai janji Allah pada QS Al-Baqarah [2]: 183, maka predikat insan bertaqwa akan didapat oleh mereka yang beriman dan berpuasa. Juga, sesuai dengan sabda Rasulullah Saw bahwa Muslim manapun yang berpuasa karena iman serta semata-mata ikhlas mengharap Ridha Allah, maka Allah ampuni semua dosa-dosanya. Artinya, saat-saat di sekitar Idul Fitri adalah saat-saat kembalinya manusia kepada fitrah, suci dalam naungan Kasih Sayang Allah. Jiwa yang seperti ini selalu ingin mendekat dan menghamba hanya kepada Allah. Simaklah ayat ini: “Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS Ar Ruum [30]: 30).

Idul Fitri adalah Hari Kemenangan manusia yang berpuasa atas dominasi nafsu yang jahat. Saat Idul Fitri, nafsu dari mereka yang telah berpuasa insya-Allah berderajat muthmainnah.

Terus, Terus!

Hidup manusia itu penuh ujian. Perhatikanlah ayat-ayat ini: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka itu tidak diuji lagi?” (QS Al-Ankabut [29]: 2). “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS Al-Baqarah [2]: 214).

Dalam menghadapi problema hidup, di depan masing-masing manusia tersedia dua pilihan kehendak, yaitu jalan kefasikan dan ketaqwaan, sebagaimana gambaran di ayat ini: “Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS Asy Syams [91]: 7-10).

Berhati-hatilah! Ada musuh yang harus selalu diwaspadai. Musuh itu, yang pertama, adalah setan. Ia musuh manusia yang nyata (baca QS Al-Baqarah [2]: 168). Ia menghalangi manusia dari jalan yang benar (baca QS Az-Zukhruf [43]: 47). Ia menyesatkan sebagian besar manusia (baca QS Yaasiin [36]: 62). Ia menyuruh manusia berbuat jahat (baca QS Al-Baqarah [2]: 268). Oleh karena itu, Allah meminta kepada orang-orang yang beriman agar tidak menuruti langkah dan ajakan setan (baca QS Al-Baqarah [2]: 208).

Musuh itu, yang kedua, adalah nafsu. Ia sesungguhnya lebih berbahaya ketimbang setan, karena ia selalu bersama-sama manusia. Ia selalu mengajak kepada keburukan jika kita tidak dapat mengendalikannya. Perhatikanlah ayat ini: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Yusuf [12]: 53).

Begitu Ramadhan usai, maka di sebelas bulan berikutnya perjuangan kita bertambah berat. Musuh manusia sekarang menjadi lengkap, karena setan tak lagi dibelenggu. Inilah saatnya, harus selalu siap untuk mengamalkan hasil pendidikan selama Ramadhan. Allahu Akbar! []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *