Tamsil Natsir bagi Keselamatan Negeri

Oleh M. Anwar Djaelani
Pengurus Dewan Da’wah Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Dalam hal memberi pelajaran, juga menyampaikan peringatan, tamsil atau perumamaan termasuk cara yang utama untuk dipilih. Di Al-Qur’an, Allah menyampaikan banyak tamsil. Nabi Ibrahim As memberikan petunjuk kepada Ismail lewat tamsil. Di sini, Mohammad Natsir-seorang ulama yang negarawan-juga memilih tamsil ketika mengingatkan soal keselamatan negeri.

Di Al-Qur’an

Ada banyak tamsil di Al-Qur’an. Di Surat Al-Baqarah saja, ada beberapa, di antaranya tiga ayat berikut ini.

“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: ‘Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?’ Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik” (QS Al-Baqarah [2]: 26).

“Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti” (QS Al-Baqarah [2]: 171).

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS Al-Baqarah [2]: 261).

Pesan Ibrahim As

Dalam sebuah kesempatan Ibrahim As bertamu ke rumah Islamil, sang putra. Ternyata, Ismail sedang tak ada di rumah. Terjadilah dialog Ibrahim As dengan sang menantu. Dari situlah Ibrahim As tahu akhlak dari istri Ismail.

Saat pamit pulang, Ibrahim As berkata kepada si menantu: “Nanti apabila suami kamu datang, sampaikan salam dariku dan katakan kepadanya agar mengubah palang pintu rumahnya.”

Ketika Ismail pulang ke rumah, dia merasakan sesuatu. Terjadilah dialog antara pasangan suami-istri itu.

“Apakah ada orang yang datang kepadamu,” tanya Ismail.

“Ya. Tadi ada orangtua begini dan begitu keadaannya ….. Dia menanyakan kamu lalu aku terangkan dan dia bertanya kepadaku tentang keadaan kehidupan kita maka aku terangkan bahwa aku hidup dalam kepayahan dan penderitaan,” jawab istri Ismail.

“Apakah orang itu memberi pesan kepadamu tentang sesuatu?”

“Ya. Dia memerintahkan aku agar aku menyampaikan salam darinya kepadamu dan berpesan agar kamu mengubah palang pintu rumahmu.”

“Dialah ayahku dan sungguh dia telah memerintahkan aku untuk menceraikan kamu, maka kembalilah kamu kepada keluargamu.”

Ismail menceraikan istrinya. Hal itu karena dia mampu menangkap pesan penting Ibrahim As, sang ayah, lewat tamsil “Ubah palang pintu rumahmu” (baca https://rumaysho.com/21160-menceraikan-istri-atas-permintaan-orang-tua-kisah-ismail-dan-istrinya.html).

Natsir Mengingatkan

Mohammad Natsir seorang negarawan. Dia juga ulama. Pun, tokoh yang cakap menulis. Terhadap keselamatan perjalanan sebuah negara, dengan teknik memberi tamsil, Natsir membuat tulisan indah dengan judul “Tamsil yang Mengandung Hikmah”.

Tulisan itu dimuat majalah Aliran Islam, Bandung, pada Oktober 1949. Selanjutnya, tulisan yang sama (bersama tulisan-tulisan Natsir yang lain), dimuat di buku Kapita Selecta jilid 2 (2021: h. 439-440).

Mengingat nilai pentingnya, berikut ini dikutip lengkap tulisan tersebut. Atas pertimbangan kenyamanan membaca, ada sedikit editing.

“Alkisah ada sekumpulan orang berlayar dengan sebuah kapal. Untuk menjalankan kapal itu, dibagilah pekerjaan kepada anak-anak kapal, masing-masing mempunyai tugas yang tertentu. Ada mualimnya, ada juru-mudinya, dan ada tukang menjalankan mesin ….”

“Oleh karena jauhnya perjalanan dan beratnya pekerjaan, masing-masing anak kapal merasa capai yang amat sangat. Orang-orang di ruang atas asyik dengan tugasnya. Orang-orang di bawah dekat mesin menjadi berkeringat kepanasan dan kehausan”.

“Untuk melepaskan lelah dan dahaga, orang-orang di ruang atas dengan mudah dapat menyauk air dari laut. Akan tetapi, anak kapal yang di ruang bawah harus memanjat ke atas atau berteriak minta diberikan air kepada orang di ruang atas, barulah mereka mendapat air”.

“Aturan yang mesti selalu dituruti di dalam kapal itu sudah ada, yaitu hendaklah orang di ruang atas selalu memperhatikan anak kapal yang di ruang bawah kalau-kalau ada kekurangan. Hendaklah selalu mendengar-dengar kalau ada teriakan minta sesuatu dari bawah, untuk segera dapat diuruskan”.

“Kalau tidak demikian nanti ada anak-anak kapal yang kepanasan di ruang bawah, lalu mencari jalan mengambil air dari dari dinding kapal, sebab dia tahu dari sana dekat air. Dia gatal tangan dan mengorek dinding kapal untuk mendapat air. Kalau terjadi demikian niscaya kapal tadi akan karam tenggelam dan binasalah mereka semuanya”.

“Anak kapal yang di ruang bawah, janganlah sampai mengorek dinding kapal. Kalau kekurangan air, beritahulah pada orang di atas supaya ditimbakan air. Begitu juga, bagi orang lain di dalam kapal itu yang melihat ada yang kekurangan, tolonglah sampaikan kepada yang ada di ruangan atas. Dengan demikian terpeliharalah kerukunan dalam kapal itu dan selamatlah perjalanan mereka”.

“Demikianlah, ibaratnya kita mengendalikan negara. Kita ini semuanya sedang berada dalam sebuah ‘Kapal Negara’. Marilah kita sama-sama menjalankan tugas dalam ruangan masing-masing, dengan memelihara kerukunan antara segala anak kapal negara dan penumpangnya”.

“Jikalau kita mensyukuri nikmat bernegara dengan menuruti hukum-hukum kerukunan di dalamnya, kita akan mendapat tambahan nikmat yang lebih banyak lagi. Tetapi manakala kita ingkar akan aturan hukum itu, kita akan tenggelam semua dalam kesengsaraan”.

Indah dan Menggugah

Sebenarnya, tamsil Natsir tentang “Kapal Negara” cukup mudah kita tangkap pesan yang hendak disampaikannya. Maka, kita lebih beruntung, ketika Natsir menutup tulisannya dengan dua paragraf penjelas. Bahwa, di sebuah negara, antarwarga harus rukun dalam menjalankan perannya masing-masing untuk mencapai kesejahteraan bersama.

Sungguh, tamsil Natsir itu elok. Juga, berpeluang abadi. Kapan pun dan di negara mana pun bisa dipakai. []

Admin: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *