Oleh: Dr. Adian Husaini
Ketus Umum DDII
Dewandakwahjatim.com, Depok – Awal Februari 2022 ini media massa internasional kembali menyajikan berita tentang usulan penghapusan larangan menikah bagi pastor Gereja Katolik. Kali ini usulan itu datang dari petinggi Gereja Katolik Jerman, yaitu Kardinal Jerman Reinhard Marx. Ia meminta
larangan menikah bagi Pastor Katolik dihapus.
Kardinal Jerman itu menyebut bahwa praktik selibat – larangan menikah – bagi pastor Gereja Katolik “berbahaya”, dan mengatakan “seksualitas adalah bagian dari eksistensi manusia.”
Kardinal Marx meminta agar Gereja Katolik mempertimbangkan untuk mengakhiri wajib selibat bagi para pastor. Menurutnya, jika para pastor itu harus diizinkan menikah jika mereka menginginkannya.
“Akan lebih baik bagi setiap orang, jika ada kemungkinan bagi pastor untuk selibat atau untuk menikah,” kata Kardinal Marx dalam sebuah tulisan yang diterbitkan di harian nasional Jerman Süddeutsche Zeitung hari Kamis (3/2/2022).
“Untuk beberapa pastor, akan lebih baik jika mereka menikah. Bukan hanya untuk alasan kehidupan seksual, tetapi karena itu akan lebih baik bagi kehidupan mereka, dan mereka tidak akan begitu kesepian,” kata Kardinal Marx. Dia menambahkan: “Saya pikir, banyak hal yang berlaku saat ini tidak dapat (berlaku) terus seperti itu.”
Akhir-akhir ini, Keuskupan Agung yang dipimpin Kardinal Marx memang sedang menfokuskan diri pada laporan independen yang menyoroti pelecehan seksual yang terjadi selama beberapa dekade oleh para pastor Katolik. Laporan itu antara lain memberatkan Paus Emeritus Benediktus XVI, mantan uskup agung München, yang disebut telah gagal mengambil tindakan terhadap empat tersangka pelaku pelecehan seksual. Kardinal Marx sendiri juga dituduh tidak mengambil tindakan memadai dalam isu itu.
Pada tahun 2021, Kardinal Marx mengajukan permohonan mengundurkan diri kepada Paus Fransiskus karena “kegagalan institusional dan sistemik” Gereja dalam menangani skandal pelecehan seksual anak. Namun Paus Fransiskus menolak permohonan itu dengan mengatakan bahwa ia harus tetap menjalankan jabatannya dan membantu mendorong reformasi.
(Lihat: https://www.dw.com/id/kardinal-jerman-minta-wajib-selibat-bagi-pastor-dihapus/a-60646799)
Pada 4 Februari 2022, situs www.katolikku.com menurunkan tulisan panjang berjudul “Lebih Dekat dengan Kardinal Reinhard Marx yang Anjurkan Imam Katolik Roma Menikah”. Kardinal Marx tercatat sebagai salah satu petinggi Gereja Katolik yang penting. Misalnya, selain tugasnya sebagai Uskup Agung Munich, pada 11 Desember 2010 Marx ditunjuk oleh Paus Benediktus XVI sebagai anggota Kongregasi Katolik untuk Pendidikan dalam jangka waktu lima tahun yang dapat diperbarui.
Pada tanggal 29 Desember 2010 ia diangkat sebagai anggota Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian. Pada 7 Maret 2012, ia diangkat menjadi anggota Kongregasi untuk Gereja-Gereja Oriental. Pada 22 Maret 2012, Komisi Konferensi Waligereja Komunitas Eropa memilihnya sebagai presiden. Dia juga salah satu kardinal pemilih yang berpartisipasi dalam konklaf kepausan 2013 yang memilih Paus Fransiskus.
Karena itulah, usulannya agar para pastor Katolik diizinkan untuk menikah mendapat perhatian luas. Secara lebih luas, Kardinal Marx juga mengajukan gagasan pembaruan dalam Gereka Katolik. Menurutnya, hanya ‘Gereja yang diperbarui’ yang punya masa depan di Jerman. Termasuk penanganan masalah pelecehan seksual dalam Gereja.
Kardinal Marx menggarisbawahi urgensi menangani masalah ini secara gamblang: “Tidak ada masa depan bagi Kekristenan di negara kita tanpa Gereja yang diperbarui. Bagi saya, penilaian kembali pelecehan seksual adalah bagian dari pembaruan mendasar.”
Kata-kata pemimpin agama Katolik Jerman itu muncul hanya beberapa hari setelah laporan yang memberatkan tentang sejarah pelecehan seksual terhadap anak-anak dan anak di bawah umur di keuskupan itu menguraikan kejahatan terhadap setidaknya 497 korban sejak 1945.
Laporan yang disiapkan oleh firma hukum Westpfahl Spilker Wastl (WSW), mengatakan bahwa sekitar 235 pelaku terlibat dalam kejahatan tersebut. Penyelidik percaya jumlah sebenarnya dari insiden pelecehan jauh lebih tinggi.
Sejatinya, usulan penghapusan larangan menikah bagi para pastor Katolik, sudah berulang kali diusulkan ke Vatikan. Tetapi, usulan itu masih kandas. Bahkan, pada tahun 2012, ketika masih menjabat sebagai Kardinal Boenos Airos, Paus Fransiskus pernah menyatakan, bahwa aturan tentang selibat itu mungkin saja berubah. Meskipun begitu, ia lebih suka untuk mempertahankan aturan selibat tersebut. (Lihat: http://www.aleteia.org/en/religion/documents/in-2012-interview-cardinal-bergoglio-says-he-favors-keeping-celibacy-582001).
Beberapa dekade terakhir, Gereja Katolik memang banyak diwarnai berbagai berita tentang skandal seks sejumlah tokohnya di berbagai negara. Prof. Hans Kung, teolog Katolik terkenal asal Jerman, misalnya, menutup bukunya, The Catholic Church: A Short HIstory (New York: Modern Library, 2003), dengan sebuah epilog: “Can The Catholic Church Save Itself”? (Mampukah Gereja Katolik Menyelamatkan Dirinya Sendiri?).
Pesimisme Hans Kung didasari banyaknya laporan tentang skandal seks para pemuka Gereja Katolik, sehingga ia mengusulkan agar Vatikan mencabut doktrin ‘celibacy’ (larangan menikah bagi pastor). Menurut Hans Kung, doktrin celibacy bertentangan dengan Bible (Matius, 19:12, 1 Timotius, 3:2). Doktrin ini, katanya, juga menjadi salah satu sumber penyelewengan seksual di kalangan pastor. Karena itu Hans Kung menyerukan, “Celibacy sukarela, Yes! Celibacy paksaan, No!”
Dunia Katolik sangat terpukul ketika media massa membongkar ribuan kasus pedopilia (pelecehan seksual terhadap anak-anak) yang dilakukan oleh para tokoh Gereja. Pada 27 Februari 2004, The Associated Press wire menyiarkan satu tulisan berjudul Two Studies Cite Child Sex Abuse by 4 Percent of Priests, oleh Laurie Goodstein, yang menyebutkan, bahwa pelecehan seksual terhadap anak-anak dilakukan oleh 4 persen pastur Gereja Katolik. Setelah tahun 1970, 1 dari 10 pastur akhirnya tertuduh melakukan pelecehan seksual itu. Dari tahun 1950 sampai 2002, sebanyak 10.667 anak-anak dilaporkan menjadi korban pelecehan seksual oleh 4392 pastur. Studi ini dilakukan oleh The American Catholic Bishops tahun 2002 sebagai respon terhadap tuduhan adanya penyembunyian kasus-kasus pelecehan seksual yang dilakukan para tokoh Gereja.
Dengan berbagai kasus pelecehan seksual dan usulan-usulan dari tokoh-tokoh Gereja Katolik, kita tunggu bagaimana respon Paus terhadap usulan-usulan tersebut dan mencabut larangan bagi pastor untuk menikah! Untuk menjawab berbagai masalah besar dalam Gereja Katolik, bisa jadi akan digelar lagi satu Konsili Gereja Katolik, setelah Konsili Vatikan II yang berakhir tahun 1965. (Depok, 6 Februari 2022).
Editor: Sudono Syueb