DAKWAH BILHIKMAH UNTUK KESELAMATAN BANGSA

Oleh: Dr. Adian Husaini

Ketua Umum DDII Pusat

Dewandakwahjatim.com, Depok - Allah SWT mengingatkan kita, bahwa perkataan terbaik adalah berdakwah kepada manusia, mengajak mereka kepada Allah, beramal shaleh, dan berkata: aku termasuk orang-orang muslim. (QS 41:13). Itulah dakwah, ungkapan dan aktivitas terbaik yang dilakukan manusia yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah. 

Jadi, menjadi dai atau menjadi pejuang penegak kebenaran adalah aktivitas yang paling mulia. Misi utamanya: mengajak manusia untuk mengenal dan taat kepada Allah. Itulah manusia terbaik; manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah. Sebab, hanya dengan beriman dan bertaqwa, maka manusia akan mendapatkan kucuran berkah Allah, dari langit dan bumi (QS 7:96).
Karena begitu mulia kedudukannya, maka aktivitas dakwah tidak bisa dilakukan dengan asal-asalan. Dakwah memerlukan keikhlasan dan ilmu yang memadai serta cara-cara yang pintar dan bijak. Dakwah bukan cari untuk musuh dan pelampiasan dendam. Allah memerintahkan kita berdakwah dengan hikmah, nasehat yang baik, dan perdebatan yang lebih baik. (QS 16: 125).
Buku Fiqhud Da’wah yang ditulis oleh Mohammad Natsir memberikan panduan dakwah yang cukup memadai. Hampir sepertiga isi buku ini membahas tentang makna hikmah. Bahwa, hikmah adalah ilmu yang bermanfaat yang menggerakkan seseorang untuk melakukan perbuatan yang bermanfaat. Ringkasnya, dakwah harus dilakukan dengan ilmu dan hikmah, sebagaimana yang dilakukan oleh para Nabi dan orang-orang bijak seperti Lukman al-Hakim.
Dakwah yang benar dan bijak sangat diperlukan untuk menyelamatkan kita semua dan bangsa kita dari berbagai musibah dan kehancuran. Contoh sederhana adalah kerusakan lingkungan yang telah memicu terjadinya berbagai bencana banjir di berbagai daerah. Merusak alam sampai berdampak kepada kesengsaraan manusia adalah dosa dan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Berikut ini peringatan Allah kepada kita semua: Maka apabila mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan tiba-tiba (sekonyong-konyong), maka ketika itu mereka terdiam dan berputus asa. (QS 6:44).
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepatutnya berlaku keputusan Kami terhadap mereka, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (QS 17:16)
Dua ayat dalam al-Quran yang menjelaskan tentang kehancuran suatu negeri itu bercerita, bahwa kehancuran suatu kaum berhubungan dengan hal-hal:
(1) sikap kaum yang melupakan peringatan Allah SWT, sehingga mereka lupa diri dan hidupnya dihabiskan untuk sekedar mencari kesenangan demi kesenangan (hedonisme). Hal ini juga disebutkan dalam al-Quran surat at-Taubah ayat 24.
(2) tindakan elite-elite atau pembesar masyarakat yang melupakan Allah SWT dan membuat kerusakan di muka bumi. Apabila di dalam suatu tamadun sudah tampak dominan adanya para pembesar, tokoh masyarakat, orang-orang kaya yang bergaya hidup mewah, atau siapa saja yang bermewah-mewah dalam hidupnya, maka itu pertanda kehancuran peradaban sudah dekat.
Akan tetapi, dari kedua hal tersebut, inti dari kehancuran peradaban atau kehancuran bangsa, adalah kehancuran iman dan kehancuran akhlak. Apabila iman kepada Allah SWT sudah rusak, maka secara otomatis pula akan terjadi pembangkangan terhadap aturan-aturan Allah SWT. Rasulullah saw berkata: “Apabila perzinahan dan riba sudah melanda suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah menghalalkan turunnya azab Allah atas mereka sendiri.” (HR Thabrani dan al-Hakim).
Dalam sejarah manusia, berbagai kehancuran peradaban di muka bumi sudah begitu banyak terjadi. Dan Allah SWT menganjurkan kaum Muslimin agar mengambil pelajaran (hikmah) dari peristiwa-peristiwa sejarah tersebut. “Maka berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana hasilnya orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul Allah SWT) (QS an-Nahl:36)
Sebagai misal, Kaum ‘Ad, telah dihancurkan oleh Allah SWT karena berlaku takabbur dan merasa paling berkuasa dan paling kuat. Mereka merasa hebat dan tidak ada lagi yang dapat mengalahkan mereka, sehingga mereka berkata: “Siapa yang lebih hebat kekuatannya dari kami?” (QS 41:15).
Begitu juga kehancuran yang menimpa Fir’aun, Namrudz, dan sebagainya. Di masa Rasulullah saw, kaum Muslim yang jumlahnya sangat besar dan berlipat-lipat daripada kaum kuffar, hampir saja dikalahkan dalam Perang Hunain (QS 9:25).
Dalam pandangan Islam, merajalelanya kemaksiatan, keangkuhan, dan kezaliman ada kaitannya dengan kondisi masyarakat, apakah Allah akan menurunkan rahmat atau azab kepada masyarakat tertentu. Inilah pandangan hidup setiap muslim, yang semestinya menjadi dasar bagi pengambilan kebijakan para pejabat, para ulama, tokoh-tokoh, dan pimpinan kaum Muslim. Wallahu a’lam bish-shawab. (Depok, 14 Desember 2021).

Editor: Sudono/Humas DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *