Ketakterhinggaan Kekayaan Orang Beriman

Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Pengurus DDII Jatim Bidang Pemikiran lslam

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Banyak kaum muslimin terpesona dan terkecoh dengan kekayaan yang dimiliki orang kafir. Betapa tidak, orang kafir bisa mengapling tanah yang ada hamparan bumi yang luas sekaligus menguasai langit. Mereka sibuk dengan kepemilikan tanah dan penguasaan langit sehingga siapapun harus menyewa dan membayar atas pemanfaatan keduanya. Hal ini membuat manusia yang lemah imannya berkesimpulan bahwa orang kafir merupakan manusia yang paling kaya dan bahagia. Sementara menilai dirinya miskin dan tak berbahagia, karena tak memiliki apa-apa. Islam justru menunjukkan bahwa kaum muslimin adalah makhluk hidup yang paling kaya dan bahagia karena ketakterhinggaan kekayaannya. Satu ibadah seorang muslim, seperti shalat dua rakaat sebelum subuh, memiliki bobot amal senilai dengan kekayaan yang ada di langit dan bumi beserta isinya.

Kekafiran dan Orientasi Dunia

Tidak sedikit manusia terkecoh dengan kekayaan yang dimiliki olah orang kafir. Orang kafir menguasai tanah yang tak terhitung di bumi serta menguasai langit secara leluasa. Dunia telah di atas genggamannya secara penuh, dan leluasa menggunakannya. Orang-orang pun menganggapnya hidup bahagia karena dengan kekayaan yang berlimpah bisa melakukan apa saja yang dia inginkan.

Orang kafir yang memiliki tanah yang luas dan hak mengelola langit. Dengan tanah yang dia miliki, maka hartanya sangat banyak. Sebagai sebuah permisalan, ada sebidang tanah yang dimiliki seorang China di sebuah tanah kampung yang amat luas. Tanahnya seluas 360 hektar. Kalau dihitung secara riil, tanah seluas 3.600.000 M2. Kalau satu M2 senilai 1 juta, berarti kekayaannya sebesar Rp. 3.600.000.000.000, (3,6 Trilyun).

Kepemilikan atas langit, membuat orang kafir bisa menyewakannya pada orang lain yang ingin memanfaatkannya. Penguasaan satelit membuat dirinya mudah mengeruk harta sehingga kaya raya.

Orang kafir hidup leluasa dengan mengorientasikan dunia dan melupakan akherat. Mereka hidup sukses di dunia namun bisa dipastikan tidak akan memperoleh kebahagian. Mereka terbebani dengan kekayaan yang selalu dekat dengannya. Ilustrasinya, apabila seorang muslim setiap selesai shalat mendapatkan hadiah 1 mobil baru. Maka dalam setahun akan terkumpul mobil sebanyak 365.

Ketika seseorang memiliki mobil sebanyak itu, maka akan muncul problem, seperti kemana mobil sebanyak itu ditaruh. Tentu saja tidak semua orang mau dititipi mobilnya yang sangat banyak. Ini salah satu problem, belum bagaimana merawat mobil atau ketika rusak. Inilah ilustrasi seseorang yang memiliki kekayaan yang banyak, maka hidupnya akan selalu dihantui oleh bagaimana memikirkan dunianya.

Realitas kehidupan orang kafir seringkali membuat kaum muslimin berkecil hati dan merasa dirinya tidak bahagia. Ketidakbahagiaannya disebabkan tiadanya harta kekayaan, seperti tanah atau rumah mewah. Padahal kalau mau berhitung, kaum muslimin memiliki kekayaan yang jauh lebih besar daripada yang dimiliki orang kafir. Kaum muslimin merupakan pilihan Allah dengan berbagai kekayaan yang tidak terhitung. Shalat dua rakaat sebelum subuh bobot nilainya lebih baik dari bumi dan seisinya. Ilustrasinya, nilai bumi dan seisinya tidak seorang pun bisa menghitungnya.


Kaum muslimin sering tidak sadar akan kekayaan yang sangat berharga. Mereka justru merasa dirinya kecil, lemah, dan tidak bisa bergerak dengan bebas karena kekayaan berupa harta. Mereka lupa bahwa kekayaan berupa harta tidak otomatis membawa kebahagiaan.

Kaum Muslimin dan Orientasi Akherat

Nabi merupakan teladan yang baik dan proporsional dalam memandang dunia, dan mengorientasikan hidupnya untuk kepentingan akherat. Tidak ada celah dan peluang dalam hidup beliau kecuali untuk berbuat kebaikan. Nabi mengajak kaum muslimin untuk meraih surga tertinggi dengan melakukan amalan-amalan kebaikan.

Betapa besar dan tak ternilai apabila pahala yang diberikan Allah dirupakan dunia. Oleh karena itu, perbuatan yang dilakukan manusia, tidak dibalas secara kontan. Pahala yang diperoleh seorang muslim ketika shalat jenasah, nilainya seperti mendapatkan emas sebesar gunung uhud. Sementara harga emas per gram saja nilai tinggi. Tak bisa dibayangkan bila manusia memiliki emas sebesar gunung. Waktunya habis untuk menjaga dan memelihara emas itu. Mereka tidak ingin hartanya berupa emas tak berkurang.
Bahkan ada ibadah-ibadah lain yang dilakukan manusia seperti sedekah, akan dilipatgandakan hingga 700 kali lipat. Bagi seorang muslim yang menginfakkan hartanya sebesar 1 juta, maka dia akan memperoleh balasan senilai 700 juta. Andaikata pahala itu bersifat kontan, maka manusia akan disibukkan menghitung uang itu. Tapi oleh Allah, kekayaan berupa pahala itu disimpan dan akan diberikan saat di akherat kelak.

Berbeda halnya dengan apa yang diperoleh orang kafir. Dengan kekayaan yang banyak, mereka habiskan hingga sepuas-puasnya. Hidupnya dimanfaatkan untuk menikmati kekayaan itu. Bisa jadi mereka tidak peduli dengan cara apa memperoleh harta itu, halal atau haram. Bisa jadi, ketika membebaskan tanah itu disertai dengan kedzaliman, seperti membeli dengan harga yang sangat murah, atau membebaskan tanah itu dengan cara memaksa atau menipunya.

Cara hidup yang menghalalkan segala cara ini dan tidak mengindahkan keadilan merupakan sikap hidup yang melupakan kehidupan akherat. Padahal Allah menjelaskan bahwa cara hidup seperti ini hanya akan membuat hidup sempit dan mendatangkan kesengsaraan di akherat sebagaimana firman-Nya :

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Tha-Ha : 124)

Hal ini berbeda dengan apa yang Allah perlakukan kepada orang beriman. Allah sengaja membalas kebaikan kaum muslimin dengan pahala besar, bukan berupa harta dan kekayaan dunia yang bersifat kontan. Bisa jadi, balasan berupa kekayaan harta justru akan menyibukkan seseorang dengan dunia dan melupakan akherat. Allah sengaja menyimpan pahala kebaikan orang beriman dan akan diberikan pada saat hari perjumpaan dengan Allah. Inilah puncak pertemuan sekaligus kenikmatan yang agung ya Inilah puncak pertemuan sekaligus kenikmatan yang agung yang didambakan orang yang mengorientasikan hidupnya untuk akherat. Sementara orang kafir bukan hanya tidak memperoleh kebaikan tetapi justru akan mendapatkan kesengsaraan dan kehinaan ketiak di akherat.

Orang yang beriman dan beramal shalih akan menghargai karena akan mendapat harta yang tak ternilai harganya. Masuk ke dalam surga dan bisa melihat wajah Allah merupakan prestasi puncak bagi seorang hamba. Inilah ketakterhinggaan kenikmatan kekayaan kekayaan yang tak ternilai. Semua itu sebagai buah atas iman dan amal shalih selama hidup di dunia.

Surabaya, 31 Oktober 2021

Ed. Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *