Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat
Dewandakwahjatim.com, Semarang – Kita patut bersyukur, bahwa gerakan menghafal al-Quran semakin berkembang di tengah masyarakat kita. Gerakan “tahfidzul Quran” ini perlu semakin ditingkatkan kualitasnya, sehingga meningkat menjadi “tafhiimul Quran”, dan “tathbiqul al-Quran”. Sebab, al-Quran adalah Kalamullah. Membaca saja mendapatkan pahala. Apalagi memahami dan menerapkannya dalam kehidupan.
Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT adalah sebagai petunjuk untuk semua manusia (QS 2:183). Sebagai petunjuk, al-Quran mengandung konsep-konsep kehidupan, yang membimbing manusia untuk senantiasa berada di jalan yang lurus. Misalnya, tentang konsep Tuhan, konsep kenabian, konsep kebenaran, konsep manusia, konsep kebahagiaan, konsep kesuksesan, konsep pendidikan, konsep ekonomi, dan sebagainya. Konsep-konsep itu ada yang dijelaskan secara terperinci dalam al-Quran, dan ada pula yang dijelaskan oleh Rasulullah saw, dalam bentuk sunnah-sunnah beliau.
Sebagai muslim, yang telah mengikrarkan dua kalimah syahadat, maka kita yakin benar akan kebenaran dan keunggulan konsep-konsep al-Quran. Misalnya, konsep tentang manusia. Jelas sekali, bahwa manusia adalah hamba Allah dan khalifatullah di muka bumi. (QS 2:30). Tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah SWT (QS 51:56). Kisah Nabi Adam a.s. dengan Iblis menjadi pelajaran berharga, bahwa pertarungan antara manusia dan Iblis beserta pengikutnya (setan-setan), adalah pertarungan abadi, sepanjang zaman. (QS 6:112).
Konsep ini bertentangan secara diametral dengan konsep ‘manusia purba’ yang dikhayalkan sebagai bentuk peralihan dari monyet ke manusia, sebagaimana diajarkan dalam pelajaran sejarah di sekolah-sekolah. Sebagai misal, dalam buku berjudul “Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas X”, berdasarkan Kurikulum 2013 (hlm. 81) dikutip pendapat Charles Darwin (1809-1882) yang menyatakan, bahwa: “Manusia sekarang adalah bentuk sempurna dari sisa-sisa kehidupan purbakala yang berkembang dari jenis hominid, bangsa kera.”
Menonjolkan sisi kebinatangan manusia – dengan mengabaikan aspek jiwa atau akal manusia – tentu saja mereduksi hakikat manusia itu sendiri. Kekeliruan memahami konsep manusia seperti ini berujung kepada kekeliruan konsep tentang kebutuhan manusia, konsep tentang kebahagiaan, konsep ekonomi, konsep politik, konsep pendidikan, dan sebagainya.
Maka adalah aneh sekali jika kurikulum yang katanya mencitakan terbentuknya manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, justru keliru secara mendasar dalam memahami manusia itu sendiri. Sebab, mereka mengabaikan, bahkan melecehkan konsep al-Quran tentang penciptaan, asal-usul, dan tujuan hidup manusia. Lebih aneh lagi, jika orang-orang yang menghafal al-Quran, tetapi tidak merasa bersalah telah melecehkan konsep-konsep penting dalam al-Quran.
Sebutlah contoh tentang konsep kemuliaan, kesuksesan, dan kebahagiaan dalam al-Quran. Jelas sekali bahwa manusia yang paling mulia adalah orang yang bertaqwa. (QS 49:13). Kita bisa bertanya, apakah betul, dalam sistem pendidikan kita yang dimuliakan adalah orang yang bertaqwa? Apakah para siswa benar-benar menjadikan “manusia taqwa” sebagai tujuan tertinggi dalam kehidupannya? Dalam pandangan mereka, siapakah manusia yang paling mulia atau manusia yang paling dipentingkan (VIP)? Jika ada satu pertemuan, siapakah yang dimuliakan? Siapa yang dianggap sukses?
.
Begitu juga dalam konsep kemajuan. Apakah yang disebut ‘maju’? Dalam al-Quran, manusia yang bertaqwa adalah yang paling maju. Begitu juga, negara paling maju adalah negara yang penduduknya beriman dan bertaqwa (QS 7:96). Lihatlah konsep ‘negara maju’ dalam kurikulum pendidikan kita!
Disebutkan, bahwa negara maju adalah negara yang rakyatnya memiliki kesejahteraan atau kualitas hidup yang tinggi. Sedangkan negara berkembang adalah negara yang rakyatnya memiliki tingkat kesejahteraan atau kualitas hidup taraf sedang atau dalam perkembangan. Sedangkan ciri-ciri negara maju adalah: (a) Tingkat pertumbuhan penduduk rendah. (b) Kualitas penduduk tinggi dan bersifat merata (pendidikan, kesehatan) (c) Teknologi berkembang baik dan memiliki kemajuan pesat (d) Pengolahan sumber daya alam dilakukan secara maksimal (e) Produktivitas Masyarakat Didominasi Barang-Barang Hasil Produksi dan Jasa (f) Tercukupinya Penyediaan Fasilitas Umum (g) Kesadaran Hukum, Kesetaraan Gender, dan Penghormatan terhadap HAM Dijunjung Tinggi (h) Tingkat Pendapatan Penduduk Relatif Tinggi. (http://materiipssmpkelasix-a.blogspot.co.id/2012/03/negara-maju-dan-negara-berkembang.html).
Dengan isi bahan ajar semacam itu, tanyakanlah kepada para santri penghafal al-Quran, mana saja yang termasuk kategori negara maju? Apakah Indonesia merupakan negara maju atau tidak? Mengapa kriteria iman, taqwa, akhlak mulia, tidak dimasukkan ke dalam ciri-ciri negara maju? Dengan kriteria semacam itu, apakah negara Madinah di masa Nabi Muhammad saw, merupakan negara maju atau negara sedang berkembang; atau bahkan negara terbelakang?
Itulah sedikit contoh di antara konsep-konsep dalam al-Quran dan tantangannya di era modern sekarang ini. Adalah menjadi tanggung jawab kita semua, bagaimana kita terus berusaha menanamkan keyakinan akan kebenaran al-Quran, dan pada saat yang sama terus berusaha memperjuangkan diaplikasikannya konsep-konsep ideal kehidupan sebagaimana telah disebutkan dalam al-Quran dan telah diwujudkan selama ratusan tahun dalam perjalanan sejarah umat Islam.
Al-Quran bukan konsep-konsep kosong utopis. Tetapi, konsep-konsep al-Quran telah terbukti diterapkan dalam sejarah. Diri dan kehidupan Rasulullah saw adalah bukti sejarah tentang pengejawantahan konsep-konsep mulia Qur’ani. Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dan akhlak beliau adalah al-Quran. Bagaimana dengan kita?
Apa pun kondisi kita saat ini, semoga kita semua menjadi bagian dari perjuangan mulia mewujudkan terlaksananya konsep-konsep mulia al-Quran. Amiin. (Semarang, 19 Oktober 2021).
Ed. Sudono Syueb