PERAYAAN HARI ASYURA SYI’AH, KESEDIHAN PALSU PARA PENDUSTA

Oleh: Ustad Andri Kurniawan, Ketua Dewan Dakwah Kabupaten/Kota Malang

ONE DAY ONE HADITS
Kamis, 10 Muharram 1443 H/ 19 Agustus 2021 M

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُود وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ

“Bukan bagian dari kami, orang yang menampar-nampar wajah, merobek-robek pakaian dan menyeru dengan seruan jahiliyah (ketika ditimpa musibah).” [HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu]

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Setiap hari Asyuro (10 Muharram), kaum Syi’ah merayakan hari kesedihan dan ratapan atas kematian Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu’anhuma, padahal merekalah penyebab kematian beliau.

Kedatangan Al-Husain radhiyallahu’anhu ke Karbala setelah menerima surat-surat kaum Syi’ah agar beliau mendatangi mereka yang akan menjadi pendukung-pendukung beliau.

Faktanya, ketika beliau dan rombongannya diserang, orang-orang Syi’ah malah lari, tidak ada satu pun yang berani menolong Al-Husain radhiyallahu’anhu.

Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim rahimahullah berkata,

وصار الشيطان بسبب قتل الحسين رضي الله عنه يحدث للناس بدعتين بدعة الحزن والنوح يوم عاشوراء

“Dengan sebab terbunuhnya Al-Husain radhiyallahu’anhu, maka syetan memunculkan dua bid’ah bagi manusia, yaitu (yang pertama) bid’ah bersedih dan meratap pada hari ‘asyuro (10 Muharram).” [Minhajus Sunnah, 2/332]

Dan Al-Husain radhiyallaahu’anhu pastilah berlepas diri dari perayaan kesedihan dan ratapan kaum Syi’ah, karena itu termasuk dosa besar, dilarang keras dalam Islam, melalui lisan kakek beliau shallallaahu’alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

أَرْبَعٌ فِى أُمَّتِى مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِى الأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِى الأَنْسَابِ وَالاِسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ

“Empat perkara pada umatku yang termasuk perkara Jahiliyah yang tidak mereka tinggalkan, berbangga dengan keturunan, mencaci nasab, menisbatkan hujan kepada bintang dan meratapi mayit.” [HR. Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ

“Seorang wanita yang meratapi mayit jika tidak bertaubat sebelum mati maka pada hari kiamat ia akan dibangkitkan dengan memakai pakaian dari ter dan baju tameng dari kudis.” [HR. Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُود وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ

“Bukan bagian dari kami, orang yang menampar-nampar wajah, merobek-robek pakaian dan menyeru dengan seruan jahiliyah (ketika ditimpa musibah).” [HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu]

Sahabat yang Mulia Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu berkata,

إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم بَرِئَ مِنَ الصَّالِقَة وَالْحَالِقَةِ وَالشَّاقَّةِ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berlepas diri dari wanita yang meraung-raung, memotong rambut dan mencabik-cabik pakaian (ketika ditimpa musibah).” [HR. Muslim]

Sebaliknya, golongan sesat Nashibah (Pembenci Ahlul Bait) merayakan bid’ah hari raya kegembiraan pada hari Asyuro.

Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim rahimahullah berkata,

وكذلك بدعة السرور والفرح

“Demikian pula (yang kedua) bid’ah bergembira dan berbahagia (di bulan Muharram)…” [Minhajus Sunnah, 4/332]

Padahal yang seharusnya adalah berpuasa di tanggal 10 Muharram yang pahalanya sangat besar hingga bisa menghapuskan dosa setahun.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاء أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Dan puasa hari ‘Asyuro (10 Muharram), aku harap kepada Allah dapat menghapuskan dosa setahun sebelumnya.” [HR. Muslim dari Abu Qotadah radhiyallahu’anhu]

Demikianlah, apabila satu kaum memunculkan satu bid’ah maka Allah hukum mereka dengan tidak diberi hidayah untuk mengamalkan satu sunnah.

Al-Imam Hasan bin ‘Athiyyah rahimahullah berkata,

ما ابتدع قوم بدعة في دينهم إلا نزع الله عنهم من سنتهم مثلها ثم لا يعيدها إليهم إلى يوم القيامة

“Tidaklah suatu kaum berbuat bid’ah dalam agama, kecuali Allah akan mengangkat sunnah yang semisalnya dari mereka, dan tidak mengembalikannya sampai hari kiamat.” [Al-Hilyah, 6/73].

(dewandakwahjatim.com).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *