Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id), Ketua Umum DDII Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depok - Indonesia adalah negeri muslim yang sangat besar, dengan jumlah penduduk muslim sekitar 240 juta orang. Dulunya, negeri ini penduduknya 100 persen bukan muslim. Kini, hampir 100 persen penduduknya muslim. Tugas kita sekarang adalah melanjutkan perjuangan para ulama agar Indonesia menjadi negara hebat, kuat, adil dan makmur dalam naungan ridha Allah SWT (baldatun thayyibatun wa-rabbun ghafur).
Itulah pandangan alam (worldview) yang benar dalam memahami kondisi Indonesia kapan saja. Worldview Islam adalah pandangan Islam terhadap realitas (ru’yatul Islam lil-wujud). Indonesia sedang menghadapi banyak masalah. Itu betul. Dalam perspektif Worldview Islam, masalah-masalah perlu dipahami dan diatasi sesuai dengan derajatnya.
Dalam pandangan Islam, masalah terberat yang perlu diprioritaskan adalah masalah ilmu dan keimanan. Kekeliruan ilmu yang berdampak kepada kerusakan iman harus mendapat prioritas untuk diatasi.
Karena itulah, saat ini, merasuknya paham sekularisme dan materialisme parlu mendapat perhatian utama.
Para pelajar dan mahasiswa jangan sampai mendapatkan ilmu yang membuat mereka cinta dunia dan melupakan serta mengecilkan kehidupan akhirat. “Barangsiapa mengenal dunia, maka tahulah ia barang yang terperdaya. Barangsiapa mengenal akhirat, tahulah dia dunia itu mudharat!” begitu tulis Raja Ali Haji dalam Gurindam 12.
Inilah yang diingatkan oleh Mohammad Natsir kepada bangsa Indonesia. Bahwa masalah yang paling serius yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah kecintaan dunia yang berlebihan. Jika umat Islam tidak mengatasi masalah ini, maka bukan tidak mungkin, umat Islam akan hancur dan musnah dari Indonesia. Kondisi ini pernah dialami oleh umat Islam di Andalusia, setelah 800 tahun memimpin.
Karena itulah, umat Islam Indonesia perlu sangat serius dalam menelaah buku-buku yang diajarkan yang diajarkan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Pemujaan yang berlebihan terhadap aspek harta dan tahta dengan mengabaikan aspek keimanan dan akhlak mulia akan berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat.
Gejala umum dari paham sekularisme-materialisme ini adalah hilangnya penghargaan terhadap ilmu-ilmu agama dan keengganan untuk mengajarkan ilmu yang sudah diperolehnya. Aneh sekali, jika para santri yang sudah mendapatkan ilmu-ilmu yang tinggi di pesantren, tetapi kemudian enggan untuk mengajarkannya kepada masyarakat. Kuliah di Perguruan Tinggi ditujukan untuk mencari keuntungan dan kejayaan materi semata.
Siapa pun presiden dan menteri pendidikannya, umat Islam wajib mendidik anak-anaknya dengan mengajarkan ilmu yang benar dan memilihkan guru-guru yang benar pula. Kerusakan ilmu akan berdampak kepada kerusakan pemikiran dan selanjutnya terjadinya kerusakan amal.
Di sebagian buku pelajaran, kita masih menjumpai para pelajar muslim mendapatkan pelajaran tentang asal-usul manusia dari bangsa kera (hominid) dan tujuan hidup manusia yang utama adalah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, berupa sandang, papan, dan pangan. Ilmu semacam ini sama sekali tidak merujuk kepada al-Quran.
Jadi, dengan materi ajar seperti ini, sebenarnya para pelajar sudah diajak untuk tidak percaya kepada al-Quran ketika memahami asal-usul manusia dan tujuan hidupnya di dunia. Mungkin banyak guru yang mengajarkan materi-materi ajar semacam itu tanpa sikap kritis. Padahal, dalam al-Quran asal-usul manusia (Bani Adam) dijelaskan dengan sangat rinci.
Ada sejarah manusia ketika di alam arwah (QS al-A’raf: 172). Dalam berbagai ayat, dijelaskan tentang sejarah dan tujuan penciptaan Adam. Kisah Adam dan Iblis pun dijelaskan berulang kali dalam berbagai ayat al-Quran. Itu menunjukkan, betapa pentingnya kita memahami sejarah kita sebagai manusia. Tujuan utama diciptakannya manusia adalah untuk menjadi khalifatullah fil-ardh dan untuk beribadah kepada Sang Pencipta.
Karena itulah, kita diserukan berulang kali dalam al-Quran agar mewaspadai musuh abadi kita, yaitu setan dari jenis jin dan jenis manusia. Para setan itu adalah musuh yang nyata, yang selalu berusaha menyesatkan manusia dari jalan yang kebenaran. Nah, inilah contoh bahayanya kerusakan ilmu yang diajarkan kepada para pelajar kita.
Kita berharap, para ulama dan pakar pendidikan menyadari bahaya besar dari kerusakan ilmu yang dampaknya sangat besar bagi keselamatan iman dan akhlak anak-anak kita. Semoga Allah SWT melindungi anak-anak kita dari ilmu-ilmu yang dapat merusak keimanan dan akhlak mereka. Amin. (Depok, 10 Maret 2025).
Admin: Kominfo DDII Jatim
Editor: Sudono Syueb