Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Ketua Bidang MPK DDII Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Orang kafir selalu mendasarkan kekayaan sebagai parameter (ukuran) kesuksesan. Oleh karenanya mereka selalu berupaya mengejar dunia dan ingin menguasainya. Karena dunia merupakan tujuan dan puncak kesuksesan. Oleh karenanya, segala cara dilakukan demi tercapainya tujuan itu. Sementara orang mukmin memiliki pandangan yang berbeda tentang dunia. Dunia merupakan tempat singgah sebelum melangkah ke tempat yang lebih jauh dan abadi, yakni akherat. Oleh karenanya, orang mukmin sering terlihat hidup apa adanya, sehingga menjadi bahan ejekan dari orang kafir.
Orang kafir sering digambarkan al Qur’an sebagai manusia yang makmur dan merendahkan kaum mukminin. Dengan kekayaan yang melimpah, mereka menolak ayat-ayat Allah, dan memperturutkan hawa nafsu hingga tersebar kemaksiatan dan kerusakan.
Kekafiran dan Kemakmuran
Al-Qur’an seringkali mengilustrasikan bahwa orang-orang kafir hidupnya untuk menguasai dunia. Mereka berupaya menjajah negeri-negeri yang memiliki kekayaan alam yang melimpah untuk dikuasai dan dijadikan wilayah kolonisasi. Mereka berupaya membodohi rakyat yang dijajah dengan berbagai tipu muslihat, seperti membantu pembangunan agar menjadi negara maju, atau pendampingan menuju negara mandiri. Upaya muslihat ini terbukti efektif, dengan memanfaatkan penguasa lokal dengan sogok atau politik adu domba.
Politik kolonial dijalankan dengan membelah kekuatan lawan kemudian membela kaum yang lemah dengan memasok senjata dan kekuatan. Bilamana yang didukung menang, maka mereka meminta kompensasi penguasaan tanah beserta sumberdaya alamnya.
Sementara saat ini, lebih canggih dan halus. Mereka meminjamkan teknologi dan informasi beserta tenaga ahlinya. Dengan alasan meningkatkan sumberdaya manusia, mereka menawarkan sistem keuangan, kepemimpinan, hingga pertahanan dan keamanan. Ketika penawaran sistem itu berhasil, maka mereka akan bisa mengontrol semua negara koloni itu. Hal ini disebabkan semua sistem pengelolaan negara sudah berada di tangan mereka. Oleh karenanya, mereka leluasa mengendalikan terhadap negara koloninya.
Dengan realitas itu, maka mereka mendapatkan keuntungan yang tidak sedikit. Belum lagi sistem informasi yang mereka kuasai sehingga bisa membentuk dan mempengaruhi opini dunia. Dengan demikian mereka bisa menjadi penguasa atas negara-negara yang menjadi koloninya. Mereka pun hidup dalam kemewahan dengan mengeruk sumberdaya negara koloni.
Al-Qur’an menggambarkan bahwa harta kekayaan mereka yang berlimpah, dimanfaatkan untuk membangun dan memperindah negaranya. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَإِذَا تُتۡلَىٰ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُنَا بَيِّنَٰتٖ قَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَيُّ ٱلۡفَرِيقَيۡنِ خَيۡرٞ مَّقَامٗا وَأَحۡسَنُ نَدِيّٗا
Artinya:
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang (maksudnya), niscaya orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan(nya)?” (QS. Maryam :73)
Sebagai pemilik dan pengendali negara koloni, mereka berperilaku seenak dan sesukanya. Termasuk berbuat maksiat sesuai dengan budayanya. Mereka membolehkan perjudian, peredaran minuman keras, hingga perzinaan dan hubungan sesama jenis. Kemaksiatan benar-benar dilegalkan di negara koloni tanpa ada pihak yang membendung.
Kemaksiatan dan Penghancuran
Kesuksesan pada umumnya membuat manusia lupa diri. Terlebih lagi, kekuksesan itu diekspresikan dengan hidup mewah dan foya-foya. Harta mereka yang berlimpah harta mengarahkan hidup mereka tak mempedulikan kehidupan orang lain yang jauh berada di bawahnya. Mereka memiliki rumah mewah dan banyak, mobil puluhan, apartemen dan tempat singgah sangat menggiurkan.
Kesuksesan juga diekspresikan dengan kepemilikan pesawat dan jet pribadi serta deretan pasukan pengamanan yang akan menjaga harta kekayaannya. Bahkan perkakas rumah dan tempat singgah serta seluruh propertinya sangat mewah. Hal ini membuat seluruh yang melihatnya sangat kagum. Seluruh perkakas yang dimiliki sangat Istimewa sehingga membuat pandangan mata dunia mengaguminya. Al-Qur’an menggambarkan hal itu sebagaimana firman-Nya :
وَكَمۡ أَهۡلَكۡنَا قَبۡلَهُم مِّن قَرۡنٍ هُمۡ أَحۡسَنُ أَثَٰثٗا وَرِءۡيٗا
Artinya:
Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka , sedang mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata. (QS. Maryam : 74)
Al-Qur’an menggambarkan bahwa kesuksesan dunia membuat mereka lupa diri hingga terjerembab dalam kemaksiatan. Betapa tidak, harta kekayaan yang melimpah mengarahkannya untuk berbuat bebas tanpa peduli dengan aturan yang berlaku. Mereka menghalalkan penyuapkan, membuarkan korupsi, nepotisme, hingga hidup bebas tanpa peduli terhadap aturan bersama. Mereka bahkan memuaskan diri dengan mabuk, berzina, berganti-ganti pasangan.
Apa yang dilakukan Fir’aun dan Qarun merupakan contoh paling mudah dalam menggambarkan manusia yang sukses yang berada di puncak kekuasaan dan berlimpah harta, Fir’aun yang berada di puncak kekuasaan, justru mengaku dirinya sebagai Tuhan, dia membelah rakyatnya, membunuh siapapun yang mengganggu kekuasaannya. Bahkan dia mengaku Tuhan. Sementara Qarun berlimpah harta dan hidup dalam kemewahan. Dia memamerkan hartanya kepada seluruh masyarakatnya, tanpa peduli terhadap warga miskin.
Ketika keduanya, Fir’aun dan Qarun, di puncak kemewahannya, Allah memporak-porandakan rencana buruknya. Allah menenggelamkan Fir’aun di laut, sementara Qarun ditenggelamkan harta dan seluruh kekayaannya.
Itulah contoh manusia yang sukses di dunia dan menghabiskannya untuk kenikmatan dan kebahagiaan sesaat. Hilangnya spirit akherat membuat mereka kehilangan orientasi hingga memproduksi kemaksiatan yang merusak tatanan sosial dan negaranya.
Surabaya, 12 Pebruari 2025
Admin: Kominfo DDII Jatim
Editor: Sudono