BEGINILAH CARA AL-QURAN MENDIDIK KITA


Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id

Ketua Umum DDII Pusat

Dewandakwahjatim.com, Depok - Tidak diragukan lagi, al-Quran adalah petunjuk (hudan) bagi umat manusia. Dan salah satu keunikan dan keunggulan al-Quran adalah caranya dalam mendidik kita. Dari surat al-Fatihah saja, kita mendapatkan pelajaran berharga tentang jalan yang harus kita tempuh sekaligus jalan yang harus kita hindari.

Jalan yang harus kita tempuh adalah jalannya para Nabi, para pejuang (syuhada), orang-orang jujur dan orang-orang shaleh. Itulah yang disebut sebagai shirathal mustaqim (jalan yang lurus, jalan Islam, jalan ke sorga). Jalan itu pula yang terus-menerus, berulang kali, kita mintakan kepada Allah, agar kita pahami dan kita jalani.

Pada saat yang sama, kita pun memohon kepada Allah agar terhindar dari jalan orang-orang yang dimurkai Allah (contohnya, al-Yahuud) dan jalan orang-orang yang tersesat (contohnya, al-Nashara). 

Doa itu bukan hanya untuk diucapkan. Tapi, doa mengandung makna perjuangan, bahwa kita harus bersungguh-sungguh untuk mencari ilmu dan hikmah agar mendapatkan apa yang kita ucapkan dalam doa.
Agar makanan kita mendatangkan berkah, sesuai doa makan yang diajarkan oleh Rasulullah saw, maka kita wajib memakan makanan yang halal. Maka, zalimlah seseorang yang memakan daging babi dengan sengaja dan dengan sengaja pula mengucapkan doa makan dalam Islam.


Begitu juga dengan doa memohon ditunjukkan jalan yang lurus. Aneh, jika permohonan itu tidak disertai dengan kesungguhan dalam mencari ilmu tentang apa itu shirathal mustaqim.


Dalam Tafsir Kemenag RI, disebutkan makna ayat keenam surat al-Fatihah: “Kami memohon, tunjukilah kami jalan yang lurus, dan teguhkanlah kami di jalan itu, yaitu jalan hidup yang benar, yang dapat membuat kami bahagia di dunia dan di akhirat, serta dapat mengantarkan kami menuju keridaan-Mu.”


Begitu juga sebaliknya. Jika kita berdoa agar terhindar dari jalan yang sesat, maka wajiblah berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mencari ilmu dan pertolongan Allah agar bisa terhindar dari jalan yang sesat itu. Jika kita berdoa meminta diberikan rizki yang halal dan berkah, maka kita wajib mencari ilmu tentang bagaimana cara mendapatkan rizki yang seperti itu.


Beginilah sebenarnya cara al-Quran mendidik kita. Kita dimudahkan untuk memahami yang benar dengan cara memahami apa yang sebaliknya. Ketika kita menjelaskan tentang indahnya keimanan, maka jelaskan pula tentang bahaya kekufuran.
Adalah sangat mendesak untuk memahamkan pentingnya Tauhid dalam meraih kebahagiaan hidup. Pada saat yang sama, jelaskan pula bahaya kemusyrikan bagi kehidupan manusia. Itu artinya, kita diwajibkan untuk memahami paham-paham yang benar, sekaligus wajib pula memahami paham-paham yang salah.
Tidak diragukan lagi, di zaman kini, bahaya terbesar bagi keselamatan iman adalah paham-paham modern yang bertentangan dengan aqidah Islam, seperti paham sekularisme, materialisme, relativisme, dan juga pluralisme agama. Tak jarang, paham-paham ini dikemas dengan indah dan dipromosikan oleh para penjajanya dengan kemasan dan cara yang menawan.


Misalnya, ucapan seorang yang menyatakan, “Jangan merasa benar sendiri dengan agama anda, sebab anda adalah manusia yang serba relatif. Yang mutlak itu hanya Tuhan. Karena itu jangan merasa benar sendiri, jangan merasa menjadi Tuhan! Selama kita manusia, maka semua pemikiran kita adalah relatif.” Ucapan seperti itu mungkin terasa indah dan seolah-olah benar. Padahal, itu sangat menyesatkan! Itulah relativisme kebenaran. Katanya, tidak ada pemikiran yang mutlak benar!
Jika manusia tidak bisa memahami kebenaran, lalu untuk apa ia berdoa agar ditunjukkan jalan yang lurus dan dijauhkan dari jalan yang sesat? Jika tidak memahami dengan baik akan hakikat dan bahaya paham sekularisme, maka seseorang akan mudah terpapar paham sesat itu. Ia akan mengabaikan dimensi ilahiyah dan ukhrawiyah dalam pemikirannya.
Dampaknya, ia akan menjadi manusia yang memandang kesuksesan di dunia ini harus dicapai dengan cara apa saja. Yang penting ia bisa kaya, berkuasa, dan terkenal dimana-mana. Para santri yang terpapar paham ini akan enggan mengajarkan ilmunya kepada masyarakat.


Ia lupa bahwa jika ilmu itu diajarkan dengan ikhlas, maka ia akan mendapatkan pahala yang sangat besar. Pahala itu juga dinikmati oleh orang tua dan para gurunya serta orang-orang yang mendukung pendidikannya.


Di berbagai lembaga pendidikan, kadang kala tidak disiapkan guru-guru yang benar-benar memahami hakikat sekularisme dan paham-paham modern lain yang merusak iman dan akhlak. Keselamatan iman, adalah hal terpenting dalam kehidupan. Jika iman tak selamat – na’udzubillah – maka semua amal akan sia-sia, tidak ada nilainya.
Karena itu, sekolah Islam, pesantren, atau kampus Islam, tak perlu ragu-ragu untuk investasi besar-besaran dalam mendidik para gurunya agar mereka dapat mengajarkan ilmu-ilmu yang benar untuk membimbing para muridnya istiqamah berada di jalan yang lurus. Pada saat yang sama, para guru itu juga harus memiliki ilmu tentang bahaya paham-paham modern yang menyesatkan para muridnya.


Semoga Allah SWT memberikan bimbingan kepada kita semua agar mampu mendidik dan melahirkan generasi gemilang menuju Indonesia Emas 2045. Amin. (Depok, 21 Januari 2025)

Admin: Kominfo DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *