Untung Rugi Dalam Beragama

Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Ketua Bidang MPK DDII Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Dalam beragama, manusia seringkali menggunakan pendekatan untung rugi. Oleh karena itu, Allah terkadang mendorong hamba-Nya untuk berbuat baik dengan memberi stimulasi mendapatkan keuntungan (surga). Namun ketika ditawarkan untuk menjalankan syariat, muncul respon yang berbeda, antara menyambut dengan duka atau gembira. Mereka yang berduka menganggap bahwa beragama mendatangkan kerugian dan melelahkan. Misalnya, saat diajak untuk bersedekah, mereka enggan karena dengan bersedekah hanya mendatangkan kerugian, dan berpotensi menghabiskan harta. Namun bagi yang merasa gembira, ajakan bersedekah sebagai sarana untuk mendekatkan dirinya kepada Allah. Perbedaan sikap dalam menyambut perintah itu disebabkan perbedaan dalam kepercayaan pada Allah dan hari akhir.

Antusiasme itu ditunjukkan dengan semangat untuk menjalankan perintah bersedekah sebagai sarana mendekatkan kepada Allah. Bagi mereka yang tak beriman pada hal tersebut, perintah dipandang sebagai beban. Namun bagi yang beriman, akan bersemangat menjalankan perintah-Nya.

Beragama dan Kerugian

Islam sebagai agama mendorong hamba-Nya untuk berbuat baik dengan fisik, harta, maupun jiwanya. Dengan mengorbankan apa pun yang dimiliki diharapkan akan membuahkan hasil maksimal. Dengan kata lain, beragama harus dibarengi dengan ibadah individual hingga ibadah sosial. Shalat, bersedekah, atau berperang (jihad) merupakan ibadah lahir sementara berdzikir atau membaca Al-Qur’an, menghilangkan rasa iri, dengki merupakan ibadah batin.

Dengan menjalankan ibadah yang bersifat individual di atas, seorang hamba akanmencatatkan dirinya sebagai manusia yang dekat dengan Tuhannya. Sebagai manusia yang merendahkan diri pada Tuhannya, sangat mudah merelakan dirinya berkorban dengan niat mendapatkan kebaikan dari Allah.
Namun hal di atas oleh sebagian hamba yang tidak memiliki iman, perintah Allah dianggap sebagai sesuatu yang melelahkan dan bahkan merugikan. Oleh karenanya, mereka enggan melakukannya, dan tidak jarang menolaknya. Konsekuensinya, mereka pun enggan melaksanakan perintah itu.

Al-Qur’an merekam bagaimana ketika diperintahkan untuk mengeluarkan sedekah justru dipandang merugikan. Mereka menganggap mengeluarkan sedekah seperti mengundang barabahaya. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

وَمِنَ ٱلۡأَعۡرَابِ مَن يَتَّخِذُ مَا يُنفِقُ مَغۡرَمٗا وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ ٱلدَّوَآئِرَ ۚ عَلَيۡهِمۡ دَآئِرَةُ ٱلسَّوۡءِ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٞ

Di antara orang-orang Arab Badui itu, ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) sebagai suatu kerugian dan dia menanti-nanti marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah : 98)

Al-Qur’an merekam kehinaan orang Badui yang salah dalam memahami agama ini. Hal ini ditunjukkan dengan perasaan rugi ketika datang perintah mengeluarkan sedekah. Mereka tidak mengetahui hakekat perintah bahwa mengeluarkan sedekah sebagai bagian penghambaan yang akan mendapatkan balasan yang jauh lebih baik. Allah telah memberikan kenikmatan dan keleluasaan rizki, namun ketika ada perintah mengeluarkan, justru menolak, dan menganggap berdampak kerugian.

Model manusia seperti ini akan sulit untuk menerima perintah. Perintah berbuat baik agar dimuliakan justru dipandang sebagai beban dan merugikan. Hal ini banyak dilakukan oleh kaum Bani israil ketika mendapat perintah justru menolak dan mencari celah untuk menghindar. Perintah menyelembiha sapi betina, misalnya ditolak dengan bertanya apa warnanya, jenisnya seperti apa, bagaimana ciri dan karakternya. Bertanya bukan menjalankan perintah tetapi untuk mencari cara untuk menghindar perintah.

Spirit Beragama

Pentingnya spirit beragama menjadi penting ketika seorang hamba mendapat perintah dari Allah, Sang Khaliq. Hal ini sangat relevan dimana spirit agama yang tinggi akan mudah dan cepat merespon ketika mendapat perintah. Spirit agama yang baik akan mendorong hamba untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan demikian, menjalankan perintah merupakan sarana untuk mendapatkan berbagai kebaikan yang lebih banyak dari Allah.

Spirit penghambaan itulah yang menggerakkan diri seorang hamba untuk berkorban dengan menjalankan perintah-Nya. Hal inilah yang dimiliki oleh sebagian orang Badui yang menjalankan perintah agama sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Keyakinan ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

وَمِنَ ٱلۡأَعۡرَابِ مَن يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنفِقُ قُرُبَٰتٍ عِندَ ٱللَّهِ وَصَلَوَٰتِ ٱلرَّسُولِ ۚ أَلَآ إِنَّهَا قُرۡبَةٞ لَّهُمۡ ۚ سَيُدۡخِلُهُمُ ٱللَّهُ فِي رَحۡمَتِهِۦٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ
Di antara orang-orang Arab Badui itu, ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. At-Taubah : 99)

Bagi orang Badui yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, perintah untuk menyedekahkan harta merupakan jalan untuk mendekatkan dirinya kepada surga. Oleh karenanya, apa yang diperintahkan Allah justru membuatnya bersemangat untuk menjalankannya.


Sikap beragama seperti yang dipertontonkan orang Badui ini bukan hanya sekedar menjalankan perintah, tetapi sebagai bentuk penghambaan yang membuat dirinya mulia. Dengan menghambakan diri, maka setiap perintah akan dijalankan dengan khusyu’ dan tawadhu’. Hamba yang meyakini bahwa setiap perintah yang dijalankan akan mendekatkan dirinya kepada Allah, maka dia akan bersemangat untuk menjalankannya.

Perintah untuk menegakkan shalat malam, atau puasa serta haji dipandang sebagai sarana untuk mendekatkan diri dan memuliakan dirinya dihadapan-Nya. Meskipun bengkak kakinya ketika shalat malam, lapar dan haus ketika menjalankan puasa, atau uangnya habis untuk menjalankan ibadah haji, semua itu diyakini akan mendatangkan kemuliaan dan kebanggan ketika bertemu dengan Allah setelah kematian.

Surabaya, 25 Nopember 2024

Admin: Kominfo DDII Jatim

Editor: Ainur & Sudono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *