Oleh M. Anwar Djaelani, anggota Dewan Da’wah Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Karya tulis Hamka, lebih dari seratus judul. Di antara karyanya yang menonjol adalah empat buku seri ”Mutiara Falsafah Buya Hamka”. Keempat buku itu, berturut-turut adalah Tasawuf Modern, Falsafah Hidup, Lembaga Hidup, dan Lembaga Budi.
Kita buka buku Falsafah Hidup. Untuk yang cetakan XIII tahun 2002, buku itu tebalnya 341 halaman. Isinya, sembilan bab. Bab I; Hidup. Bab II; Ilmu dan Akal. Bab III; Undang-Undang Alam. Bab IV; Adab Kesopanan. Bab V; Sederhana. Bab VI; Berani. Bab VII; Keadilan. Bab VIII; Persahabatan. Bab IX; Islam Membentuk Pandangan Hidup.
Berhati-hatilah!
Bukalah Bab V, kajian tentang Sederhana. Kita berkonsentrasi pada bahasan ”Sederhana Berpikir”. Ini, ada pada halaman 154-164.
Setelah pikiran mantap, kita bebas menyatakannya kepada orang lain. Terkait ini, ada dua media utama untuk menyatakan pikiran. Media yang dimaksud yaitu lewat lisan (dengan ceramah / pidato, misalnya) dan tulisan (dengan menulis, misalnya).
Cara menyatakan pikiran, baik dengan ceramah / pidato atau tulisan, mestinya melalui pertimbangan yang matang. Hal ini karena kata-kata adalah bayangan akal. Maksudnya, kata-kata seseorang dapat memberikan gambaran tentang kedalaman pemikiran yang bersangkutan atau sebaliknya.
Orang-orang yang berakal, perkataannya penuh pertimbangan dan tulisannya penuh argumentasi. Perkataan dan tulisan mereka telah melewati saringan etik dan nalar. Orang yang bijaksana berkata terus-terang dan melalui langkah yang sederhana, kata Hamka.
Seorang ahli pidato yang pandai, lanjut Hamka, jika cakap mempergunakan lisannya maka dengan lisan itulah dia akan membawa umatnya dari alam kegelapan ke alam penuh cahaya dan bahagia. Sebaliknya, dengan lisan yang tidak amanat seorang pengkhianat akan menjual negerinya (2002: 162). Maka, berhati-hatilah!
Jejak Penulis
Kata Hamka, katakan terus terang apa yang ada di hati asal kita yakin itu benar. Itulah sifat sederhana. Kalau telah yakin bahwa kita berdiri pada kebenaran walaupun orang akan menolak, tetap percayalah bahwa nanti akan diterimanya juga (2002: h.165).
Penulis yang merdeka, tegas Hamka, pikirannya harus tegak di muka masyarakat. Mereka harus berposisi sebagai penganjur-penganjur kebaikan bagi umat. Terkait, ada bermacam-macam usaha yang dapat dilakukan untuk menyatakan pikiran. Bisa dengan buku, dengan hikayat, dengan surat-surat kabar (2002: h.165)
Hamka kemudian menyebut beberapa nama penulis berskala internasional. Mereka dikenal sangat luas bahkan hingga kini. Mereka sangat berjasa. Dua di antara yang disebut Hamka adalah Muhammad Abduh dan Mustafa Al-Manfaluti.
Muhammad Abduh lahir pada 1849 di Distrik Sibsyir, Kota Mahalah Nasr. Itu, di Provinsi Al-Bahirah – Mesir. Lahir dari seorang ibu bernama Junaidah Uthman yang nasabnya sampai kepada Khalifah Umar bin Khaththab. Sedangkan ayahnya bernama Abduh bin Hasan Khairullah adalah seorang petani dan mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki.
Di Mesir, Abduh dikenal sebagai ilmuwan besar dan seorang pembaharu dalam dunia Islam. Semasa hidupnya dia aktif memberikan pencerahan. Buah-buah penanya, dengan pikiran-pikirannya yang berdasarkan keagamaan, turut mendorong Mesir tampil ke muka (https://tajdid.id/2023/05/31/muhammad-abduh-tokoh-pembaruan-islam-dari-mesir/).
Tentang Abduh dan karyanya, ada penelitian Kusmin Busyairi yang berjudul ”Pembahasan Risalah Tauhid Karya Muhammad Abduh”. Hasilnya, buku Risalah Tauhid adalah salah satu karya Muhammad Abduh, yang membicarakan masalah akidah Islam/ Ilmu Kalam. Dengan Risalah Tauhid, di samping tulisan-tulisannya yang lain, Abduh berjuang untuk menyehatkan dan membangkitkan semangat dunia Islam khususnya masyarakat Mesir waktu itu. Itu, semangat untuk membebaskan kaum Muslimin dari kejumudan, kelemahan, keterbelakangan dan penjajahan. Tersebab kualitasnya, Risalah Tauhid diterjemahkan ke dalam banyak bahasa seperti bahasa Perancis, Urdu, Indonesia dan lain-lain (https://aljamiah.or.id/index.php/AJIS/article/view/4206).
Tentang kontribusi karya Muhammad Abduh kepada teori pendidikan, ada penelitian Falasipatul Asifa. Judulnya, ”Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh dan Kontribusinya terhadap Pengembangan Teori Pendidikan Islam”. Hasilnya, bagi Muhammad Abduh, pendidikan bertujuan mendidik akal dan jiwa serta mengembangkannya hingga batas-batas yang memungkinkan anak didik mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (https://ejournal.uin-suka.ac.id/tarbiyah/jpai/article/view/2018.151-06).
Ada lagi, Mustafa Al-Manfaluti. Dia seorang sastrawan, perintis sastra Arab modern, dan nasionalis Mesir. Ayahnya, Sayid Muhammad Lutfi, mempunyai keterhubungan darah dengan Nabi Muhammad Saw melalui Husain bin Ali bin Abi Thalib. Banyak anggota keluarganya secara turun-temurun menjadi ulama dan qadi di Manfalut (“Kota nan Permai”), kota kecil di utara Kairo. Itulah sebabnya nama mereka memakai nisbah Al-Manfaluti. Ibunya, Sitti Hanim, adalah keturunan Turki Corbaji.
Pada mulanya karya sastra yang dihasilkan Mustafa Al-Manfaluti ketika dia berusia 16 tahun berupa syair yang memuji khedewi (gelar penguasa di daerah taklukan Turki Usmani/Ottoman), suatu corak karya sastra yang sedang digemari kala itu. Karyanya ini dimuat dalam koran al-‘Umdah (Penopang) dan al-Falah (Kemenangan) serta majalah al-Hilal (Bulan Sabit) dan al-Jam‘iyyah (Paguyuban).
Karyanya ini juga ikut berperan dalam mengobarkan perjuangan kemerdekaan Mesir. Ketika berusia 18 tahun, dia menulis syair Tahrir Misr (Memerdekaan Mesir). Syairnya ini tersebar luas, dibaca banyak orang, dan membakar semangat patriotisme rakyat Mesir. Hal ini menyebabkan pemerintah yang pro-Inggris berang dan bermaksud menangkap penggubahnya, namun tidak berhasil.
Karya monumental Al-Manfaluti adalah: 1).Nazarat (kumpulan 121 artikel Al-Manfaluti, 3 jilid). 2).‘Abarat (Tetesan Air Mata; himpunan 9 artikel dan terjemahan, 1 jilid). 3).Mukhtarat Al-Manfaluti (Kapita Selekta karya Al-Manfaluti; himpunan karya sastra Arab yaitu karyanya dan karya orang lain yang berasal dari Manfalut dari masa ke masa, 2 jilid). 4).Karya terjemahan dari bahasa Perancis: Majdulin (Kumpulan Cerita Pendek). 5).Fi Sabil At-Taj (Menuju Keagungan). 6).Asy-Sya‘ir (Penyair). 7).Al-Fadhilah (Keutamaan). Di samping itu, ada banyak artikel karya Mustafa Al-Manfaluti.
Tulisan Al-Manfaluti sangat bermanfaat. Pada umumnya mempunyai misi perjuangan. Tepatnya, perjuangan yang berkaitan dengan nasionalisme, kemerdekaan, keadilan, dan kepedulian yang sangat terhadap orang tertindas (https://ensiklopediaislam.id/al-manfaluti-mustafa-lutfi/).
Tentang kontribusi novel Manfaluti kepada pembangunan akhlak, ada penelitian Anzar Anzar dan Amal Akbar. Judulnya, ”Mengungkap Amanat Novel ’Sang Penyair’ Karya Mustafa Luthfi Al-Manfaluti dalam Pendekatan Semantik”. Hasilnya, dalam novel Sang Penyair mengungkapkan amanat yang terkandung dalam novel tersebut dengan menggunakan pendekatan semantik. Amanat itu berupa pengorbanan seseorang untuk membahagiakan orang lain, bahkan bagi musuh sekalipun. Amanat tersebut begitu menyentuh hati, ketika seseorang dalam keadaan sulit sekalipun, dia tak pernah berhenti untuk membahagiakan orang lain dengan segala yang dia miliki. Amanat yang paling menonjol dalam penelitian ini yaitu, amanat yang mengandung unsur agama dan moral (https://www.dmi-journals.org/deiktis/article/view/566).
Terus, Teruslah!
Sungguh, katakan terus terang dan itu sifat sederhana! Sederhanalah saat berkata-kata. Sederhanalah ketika menulis.
Senantiasa, gerakkanlah manusia ke arah kebaikan dan kebenaran. Gerakkan dengan lisan kita. Gerakkan dengan tulisan kita. []
Admin: Kominfo DDII Jatim