Artikel Terbaru ke-1.913
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat
Deawandakwahjatim,com, Depok – Alhamdulillah, hingga kini, masih banyak pelajar SMA yang berminat belajar ilmu-ilmu agama (ulumuddin). Mempelajari ayat-ayat Al-Quran dan seluruh ilmu yang terkait dengan penjelasan dan penerapan al-Quran adalah hal yang sangat mulia. “Khairukum man ta’allamal Quran wa-‘allamahu… sebaik-baik kamu, adalah orang yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya,” kata Nabi Muhammad saw.
Akan tetapi, patut diingat, belajar ulumuddin pun memiliki tantangan yang berat; sejak awal belajar, sampai tahap purna belajar. Niat yang ikhlas diperlukan untuk sukses belajar, yakni mendapatkan ilmu yang bermanfaat, agar bisa mengamalkan dan mengajarkan ilmu. Jangan sampai setelah mendapatkan pemahaman ulumuddin, ilmu-ilmu itu kemudian justru tidak diamalkan.
Lebih parah lagi jika ia mendapatkan ilmu yang salah. Belajar al-Quran tetapi justru kemudian aktif menyebarkan paham-paham yang bertentangan dengan al-Quran. Bahkan ada yang menyebarkan pemahaman sesat dengan cara menafsirkan ayat-ayat al-Quran secara keliru. Sungguh kasihan para mahasiswa dan sarjana yang mendapatkan pemahaman yang salah tentang al-Quran, dan kemudian menyebarkannya pula ke tengah masyarakat.
Para mahasiswa studi Islam ini perlu terus diingatkan, bahwa tujuan mencari ilmu adalah agar menjadi orang baik. Jangan sampai ilmu-ilmu agama itu disalahgunakan untuk mencari keuntungan dunia semata; untuk mencari jabatan dengan segala cara tanpa peduli salah atau benar. Jabatan boleh-boleh saja dikejar, tetapi harus diniatkan untuk menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran, serta dilaksanakan dengan amanah.
Ingatlah pesan Imam al-Ghazali, bahwa rakyat rusak karena penguasa rusak; penguasa rusak karena ulama rusak; dan penguasa rusak karena cinta harta dan kedudukan. Buya Hamka, dalam Tafsir al-Azhar, juga mengingatkan orang-orang yang sudah memahami ayat-ayat Allah dan kemudian ia membuang ayat-ayat itu dari dirinya.
Buya Hamka mengingatkan adanya peringatan Allah dalam QS al-A’raf ayat 175-176: Dan bacakanlah kepada mereka kisah orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami; kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, maka setan pun menjadikan dia pengikutnya, lalu jadilah dia orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maka, perumpamaannya adalah seperti anjing. Jika kamu menghalaunya, maka dia menjulur-julurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia menjulur-julurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”
Menurut Buya Hamka ayat al-Quran tersebut mengggambarkan orang-orang yang termasuk kategori “pakar” atau “ahli” dalam mengenal ayat-ayat Allah. Tetapi, ia tidak pandai mengendalikan hawa nafsu, sehingga ilmunya tentang ayat-ayat Allah itu tidak memberi manfaat apa-apa. Lebih dari itu, ia kemudian membuang ayat-ayat itu dari dirinya.
Kata Buya Hamka: “Nabi disuruh menceritakan keadaan orang yang telah mengerti ayat-ayat Allah, fasih menyebut, tahu hukum halal dan hukum haram, tahu fiqih dan tahu tafsir, tetapi agama itu tidak ada dalam dirinya lagi. Allahu Akbar! Sebab akhlaknya telah rusak… Maka, karena dia telah sesat, dipakainyalah ayat Al-Quran yang dia hafal itu untuk mempertahankan kesesatannya, dengan jalan yang salah. Dia masih hafal ayat-ayat dan hadits itu, tetapi ayat dan hadits sudah lama copot dari jiwanya, dan dia tinggal dalam keadaan telanjang. Na’udzubillah min dzalik.”
Begitulah peringatan Buya Hamka tentang orang-orang yang pintar ilmu agama tetapi kemudian menjadi manusia-manusia durhaka kepada Allah, karena membuang ilmu-ilmu agamanya sendiri. Manusia-manusia seperti itu diibaratkan oleh al-Quran seperti anjing yang selalu menjulur-julurkan lidahnya. Harta dan kedudukan yang diraihnya tidak membuat dia bahagia, tetapi selalu kehausan karena keserakahannya terhadap dunia.
Sebenarnya, manusia-manusia yang telah memahami agama dan kemudian mencampakkan ilmunya sendiri itu termasuk manusia bodoh, karena gagal memahami hakikat dunia. Kesenangan dunia adalah menipu (mata’ul ghurur). Jabatan dan kedudukan di dunia, setinggi apa pun, tidak akan membuatnya bahagia. Begitu pula harta yang melimpah, istri yang cantik, atau popularitas yang sangat luas, pun akan menjadi musibah bagi dirinya jika ia tidak bersyukur kepada Allah.
Inilah yang diingatkan oleh Sastrawan besar Indonesia, Raja Ali Haji dalam Gurindam-12: “Barang siapa mengenal dunia, tahulah ia barang yang terperdaya. Barang siapa mengenal akhirat, tahulah ia dunia itu mudharat!”
Patut disyukuri, jutaan pelajar Indonesia di dalam dan luar negeri saat ini sedang menempuh studi Islam dalam berbagai bidang keilmuan. Semoga mereka semuanya mendapatkan ilmu yang bermanfaat, sehingga mereka menjadi manusia yang mulia, yaitu manusia-manusia yang bertaqwa. Dan semoga mereka terhindar dari tipu daya setan, baik setan jenis manusia atau setan jenis jin. Kita doakan semuanya. Amin. (Depok, 5 Juni 2024).
Adm7n: Kominfo DDII Jatim