RENUNGAN HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2024

Artikel Terbaru ke-1.883
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat

Dewandakwahjatim.com, Depok – Pada Hari Jumat (3Mei 2024), program Ngaji Pendidikan pekan ke-11 membahas tema: “Mendesak: Reformasi Pendidikan Nasional Kita (Renungan Hari Pendidikan Nasional)”. Alhamdulillah, hadir juga H. Zulfikri Anas, M.Pd., sebagai narasumber. Beliau adalah Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbud Ristek.

Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Mei senantiasa memicu perbincangan hangat seputar kondisi pendidikan kita. Banyak gagasan dan kritik yang disampaikan oleh para pakar dan praktisi pendidikan tentang kebijakan dan jalannya pendidikan. Sebab, kondisi sumber daya manusia Indonesia saat ini adalah produk dari pendidikan masa lalu.

Pada kesempatan itu saya menyampaikan gagasan bahwa Reformasi Pendidikan Nasional kita memang sudah sangat mendesak. Gagasan sederhananya, reformasi itu harus dilakukan dengan mengacu kepada Konstitusi kita, yaitu UUD 1945 dan juga peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam membincang soal pendidikan, maka yang pertama kali perlu ditentukan adalah Tujuan Pendidikan. Dan itu sudah sangat jelas dicantumkan dalam UUD 1945. Pendidikan kita harus melahirkan manusia beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, serta yang cerdas, kreatif, mandiri, dan sebagainya.

Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka disusunlah kurikulum. Yakni, jalan untuk mencapai tujuan. Kurikulum kemudian diaplikasikan dalam bentuk program-program pendidikan. Selanjutnya, disusunlah sistem evaluasi pendidikan sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi perbaikan pendidikan selanjutnya.

Dari sini saja sudah tampak bahwa problem utama pendidikan kita sebenarnya ada pada kata “pendidikan” itu sendiri. Yakni, pada falsafah pendidikan. Pendidikan yang seharusnya ditujukan untuk melahirkan manusia-manusia yang baik, dikecilkan maknanya menjadi pembelajaran dan pelatihan untuk melahirkan pekerja yang baik.

Sekolah dan kampus yang seharusnya menjadi taman-taman indah tempat berkumpulnya para pencari ilmu dan kebahagiaan, banyak yang berubah menjadi tempat perburuan ijazah dan gelar untuk meraih kerja dan gengsi sosial. Padahal, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim dalam Peringatan Hardiknas, 2 Mei 2021, menyatakan:
“Terlalu lama pemikiran Ki Hajar Dewantara tidak kita manfaatkan sepenuhnya. Pendidikan di Negara Kesatuan Republik Indonesia haruslah menuju arah lahirnya kebahagiaan batin serta juga keselamatan hidup. Esensi mendasar pendidikan haruslah memerdekakan kehidupan manusia. Mulai hari ini, pemikiran Bapak Pendidikan Indonesia tersebut haruslah kita jiwai dan kita hidupkan kembali agar lekas tercipta pendidikan yang berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia, serta terwujudnya kemerdekaan belajar yang sejati.”

Betapa indahnya pidato Sang Menteri Pendidikan itu. Bahwa, katanya, Pendidikan harus menuju kepada lahirnya “kebahagiaan batin dan keselamatan hidup”. Ketika itu dikatakan juga, bahwa sudah ada beberapa upaya perbaikan yang dikerjakan Kemendikbud Ristek bersama berbagai elemen masyarakat.
Pertama, perbaikan pada infrastruktur dan teknologi. Kedua, perbaikan kebijakan, prosedur, dan pendanaan, serta pemberian otonomi lebih bagi satuan pendidikan. Ketiga, perbaikan kepemimpinan, masyarakat, dan budaya. Keempat, perbaikan kurikulum, pedagogi, dan asesmen.

Bahkan, kata Menteri Nadiem di tahun 2021 itu: “Sejak saya menjabat sampai dengan saat ini, termasuk pada masa pandemi, sepuluh episode Merdeka Belajar telah diluncurkan dan akan masih banyak lagi terobosan-terobosan Merdeka Belajar yang akan kita lakukan. Transformasi yang bermakna ini kami kerjakan agar segala sesuatu yang selama ini membuat bangsa ini hanya berjalan di tempat, dapat berubah menjadi lompatan-lompatan kemajuan.”

Setelah tiga tahun berjalan, apa yang terjadi? Apakah konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara itu benar-benar diterapkan? Apakah pendidikan kita memang ditujukan untuk memerdekakan manusia? Apakah pendidikan kita benar-benar dilaksanakan untuk meraih kebahagiaan batin dan keselamatan hidup? Silakan kita simak dan renungkan apa yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat kita!
Padahal, konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara sangat jelas. Bahwa, “mendidik”: “Berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam hidup anak-anak kita, supaya mereka kelak menjadi manusia berpribadi yang beradab dan bersusila.”

Ki Hajar juga menekankan pengajaran adab, dengan maksud: memberi macam-macam pengajaran, agar sewutuhnya jiwa anak terdidik, bersama-sama dengan pendidikan jasmaninya. Karena itu, hakikat “pendidikan” adalah: “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.” (Lihat, buku Ki Hajar Dewantara: Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, dan Sikap Merdeka (I, Pendidikan), Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, Yogyakarta: Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, 2013).

Jadi, menurut Ki Hajar Dewantara, intisari pendidikan adalah penanaman adab untuk membentuk manusia yang berpribadi dan beradab. Konsep ini pada prinsipnya sama dengan konsep pendidikan KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, Mohammad Natsir, serta banyak para tokoh pendidikan lainnya di Indonesia.

Adalah sebuah paradoks dan ironi yang luar biasa, setelah 78 tahun kita merdeka, masih saja enggan menerapkan konsep pendidikan para tokoh pendidikan kita sendiri. Lebih ironis lagi, kita masih saja mengikuti konsep pendidikan dari Barat yang disebut Ki Hajar Dewantara akan melahirkan sikap rendah diri dan ketergantungan kepada Barat serta memicu terjadinya kerusakan masyarakat, karena munculnya sikap individualisme dan materialisme.
Karena itu, sudah saatnya pemerintah berani melakukan reformasi yang mendasar terhadap falsafah pendidikan kita dan kembali kepada amanah konstitusi kita. Bahwa, pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Dan untuk mencapai tujuan mulia itu, maka percayakan urusan pendidikan kepada para tokoh dan pemuka masing-masing agama! Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 6 Mei 2024).

Admin: KOMINFO DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *