RUSAK DAN BAIKNYA BANGSA DIMULAI DARI PENDIDIKAN TINGGI

Artikel ke-1.838
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat

Dewandakwahjatim.com, Depok – Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas menyampaikan rumus penting bagi umat Islam, di negeri mana saja. Bahwa, kerusakan berbagai universitas (Perguruan Tinggi) akan berdampak serius terhadap kerusakan masyarakat. Para lulusan Perguruan Tinggi tidak mendapat ilmu yang bermanfaat, sehingga tidak dapat menjalankan amanah keilmuannya dengan baik.

Kerusakan itu berawal dari hilangnya adab ilmu. Para pelajar yang menguasai ilmu-ilmu fardhu ain diberi kesempatan menguasai berbagai ilmu yang tinggi. Akibatnya, setelah lulus, mereka mendapat gelar dan posisi-posisi penting di tengah masyarakat dan menjadi zalim, karena mereka tidak memahami ajaran Islam.
Inilah pernyataan Prof. Naquib al-Attas: “Now under the guise of freedom, the door of the university is open to all, regardless of whether the person has completed the fard-ain aspect of acquiring knowledge of Islam. It is thus possible for people to get degrees and later hold important positions and become zalim, because they do not understand Islam… The reason for this is that one must first complete one step before moving to the other.” (Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Commemorative Volume on the Conferment of the al-Ghazali Chair of Islamic Thought, Kuala Lumpur:ISTAC,1993).

Jadi, menurut Prof. Naquib al-Attas, saat ini dengan jargon kebebasan, pintu universitas dibuka untuk semua orang, tanpa mempertimbangkan apakah seseorang itu telah menguasai ilmu-ilmu fardhu ain. Karena itulah, mahasiswa dimungkinkan untuk meraih gelar akademik dan kemudian mendapatkan posisi-posisi penting di tengah masyarakat lalu menjadi zalim, karena mereka tidak paham Islam.
Ilmu-ilmu fardhu ain adalah ilmu-ilmu yang wajib dimiliki oleh setiap muslim agar ia menjadi orang yang baik. Ilmu ini diibaratkan oleh Syekh al-Zarnuji laksana makanan pokok bagi manusia. Sedangkan ilmu-ilmu yang fardhu kifayah adalah ilmu-ilmu yang wajib dimiliki oleh sebagian orang muslim, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ilmu ini diibaratkan laksana obat bagi manusia.

Konsep pendidikan tinggi Prof. Naquib al-Attas ini sangatlah penting bagi perbaikan diri, keluarga, masyarakat, dan suatu bangsa. Perguruan Tinggi memiliki kewajiban mendidik mahasiswa menempatkan ilmu-ilmu secara beradab sesuai dengan kedudukannya. Ilmu-ilmu fardhu ain harus diutamakan, sebelum mahasiswa belajar ilmu-ilmu lain yang sifatnya fardhu kifayah, sunnah, atau mubah.

Gambaran ringkasnya, sebelum memasuki kuliah ilmu kedokteran, ilmu finansial, ilmu teknologi informasi dan lainnya, maka mahasiswa sudah harus memiliki adab yang baik (berakhlak mulia). Ibadah dan wawasan sejarahnya pun harus benar.
Sebagai calon ilmuwan dan pejuang penegak kebenaran, maka ia pun dituntut memiliki keterampilan dalam komunikasi baik lisan maupun tulisan. Termasuk ilmu-ilmu fardhu ain adalah penguasaanya terhadap paham-paham atau pemikiran yang merusak iman dan akhlaknya.

Jika ilmu-ilmu fardhu ain ini tidak dikuasai dengan baik, maka sangatlah mungkin akan muncul banyak sarjana yang cinta dunia secara berlebihan, tidak punya adab kepada orang tua dan guru-gurunya, memiliki sifat sombong, dengki, dan penakut. Mungkin ia pintar dan menguasai berbagai ketrampilan yang diperlukan untuk melancarkan pekerjaannya, sehingga ia meraih keuntungan materi yang besar.

Solusinya, sejak awal masuk Perguruan Tinggi, para mahasiswa itu harus dipastikan memiliki akhlak yang baik. Setelah itu, terus dikuatkan adabnya dan ilmu-ilmu fardhu ainnya, serta dilengkapi dengan ilmu-ilmu fardhu kifayah agar ia bisa mandiri dalam kehidupan.
Penjelasan tentang konsep adab dan konsep pendidikan tinggi ideal inilah yang merupakan jasa besar Prof. Naquib al-Attas untuk dunia Islam. Dalam wawancara dengan Hamza Yusuf dari USA, Prof. al-Attas ditanya oleh Hamza Yusuf: “What you think is the central crisis, taking place right now in the muslim world?”
Dijawab oleh Prof al-Attas, “I said it is loss of adab.” Hilang adab alias tidak beradab (kata halus dari “biadab”), itulah kata kunci dari akar dari seluruh krisis yang dihadapi umat dan dunia Islam dewasa ini. Karena itu, jika umat Islam ingin bangkit dan terbebas dari berbagai krisis yang membelit mereka, pahamilah adab dan didiklah umat ini agar mereka menjadi manusia-manusia yang beradab.

Prof. Wan Mohd Nor menjelaskan, bahwa salah satu sumbangan besar dari Prof. al-Attas terhadap umat Islam di zaman ini adalah pemikirannya tentang adab. Menurut Prof. Wan Mohd Nor, salah satu idea ulung dalam arena pemikiran Muslim modern yang ditemui semua dan diberikan satu uraian amat sistematik dan menyeluruh oleh al-Attas adalah konsep adab. Menurut Prof. Wan Mohd Nor, “Konsep Islam yang begitu penting ini telah ditemui semula oleh beliau lalu dihuraikan secara sistematik dan dihubungjalinkan dengan istilah-istilah lain yang terdapat dalam ruang lingkup ontologi, epistemologi dan pendidikan, etika, estetika, dan ekologi.” (Lihat, Wan Mohd Nor Wan Daud, “Al-Attas: Ilmuwan Penyambung Tradisi Pembaharuan Tulen”, dalam Mohd Zaidi Ismail dan Wan Suhaimi wan Abdullah, Adab dan Peradaban: Karya Pengi’tirafan untuk Syed Muhammad Naquib al-Attas, hlm. 45).

Pelajaran penting bagi kita semua adalah: Siapkanlah para pelajar kita yang akan memasuki jenjang pendidikan tinggi dengan adab/akhlak mulia serta ilmu-ilmu fardhu ain dengan sebaik-baiknya. InsyaAllah, dengan itu, para pelajar kita bisa menjalani kuliah dengan niat dan perspektif ilmu yang benar, sehingga lahirlah para ilmuwan dan profesional muslim yang baik dan unggul. Semoga Allah menolong kita semua. Amin. (Depok, 21 Maret 2024).

Admin: Kominfo DDII Jatim/ss

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *