Ketika Kesombongan Membunuh Daya Kritis

Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari

Pengurus Dewan Da’wah lslamiyah lndonesia, Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Kesombingan merupakan pondasi adanya penolakan terhadap datangnya kebenaran. Datangnya utusan Allah untuk menjelaskan kesalahan manusia yang berlaku sombong. Kesombongan hanya akan melawan kebenaran, meskipun kebenaran itu ditopang oleh bukti-bukti yang tak terbantahkan. Nabi Ibrahim telah membuktikan runtuhnya argumen raja Namrud yang mengaku dirinya tuhan. Ketika dia mengaku bisa menghidupkan dan mematikan, kemudian Nabi Ibrahim menantang dia untuk menerbitkan matahari dari Barat. Hal itu dilakukan Nabi Ibrahim untuk membuktikan pengakuan Namrud bahwa dirinya tuhan. Namrud pun terdiam bungkam, hingga kehilangan cara untuk berargumentasi. Ketika hilang argumentasi itu, keluarlah sok kuasa dia, hingga memerintahkan agar Nabi Ibrahim dibakar hidup-hidup.

Pentingnya Tauhid

Tauhid yang kokoh akan meruntuhkan argumen manusia yang memberhalakan kekuasaan. Para nabi dan rasul dengan argumen profetiknya bisa meruntuhkan kekuasaan yang dzalim. Nabi Ibrahim menjadi bukti kekuatan argumennya ketika menghadapi kedzaliman Namrud yang bertindak kejam dengan begitu mudahnya membunuh orang yang dipandang membahayakan kekuasaannya.

Ketika Nabi Ibrahim mengajarkan tauhid dan mengajaknya untuk mengakui kekuasaan Allah, Namrud pun mengaku dirinya berkuasa dengan menghidupkan dan mematikan makhluk. Dia pun membuktikan hal itu dengan mendatangkan dua orang, yang satu dipenggal lehernya (sebagai buktinya bisa mematikan), dan satunya dibiarkan hidup (sebagai bukti bisa menghidupkan. Dia pun mengatakan bahwa dia bisa menghidupkan dan mematikan.

Nabi Ibrahim tak kurang akal. Dia mengajukan argumen bahwa Tuhan yang sebenarnya bisa menerbitkan dan menenggelamkan matahari. Oleh karenanya, Nabi Ibrahim meminta Namrud untuk memindahkan terbitnya matahari dari barat. Mendapatkan tantangan itu, Namrud terdiam dan kehilangan argumen. Hal itu ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :

اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَآ جَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖۤ اَنْ اٰتٰٮهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَا لَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُ ۙ قَا لَ اَنَاۡ اُحْيٖ وَاُ مِيْتُ ۗ قَا لَ اِبْرٰهٖمُ فَاِ نَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِا لشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗ وَا للّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ 

“Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.” (QS. Al-Baqarah : 258)

Allah sebagai pemilik cahaya kebenaran senantiasa membimbing hamba-hamba-Nya yang melakukan penghambaan yang kuat. Sebagai pelindung, Allah menjadi kunci lahirnya cahaya sehingga bisa mengeluarkan manusia dari jalan buntu yang membuat manusia jatuh dalam kegelapan sehingga terhina. Sebaliknya mereka yang memilih kegelapan dan membuang cahaya tidak lain diarahkan oleh setan sebagai sumber kesesatan. Hal ini dinarasikan Al-Qur’an sebagai berikut :

اَللّٰهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ ۗ وَا لَّذِيْنَ كَفَرُوْۤا اَوْلِيٰۤــئُهُمُ الطَّا غُوْتُ ۙ يُخْرِجُوْنَهُمْ مِّنَ النُّوْرِ اِلَى الظُّلُمٰتِ ۗ اُولٰٓئِكَ اَصْحٰبُ النَّا رِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

“Allah Pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 257)

Orang-orang beriman ketika diterangkan asal usul dirinya diciptakan dari mani, air yang menjijikkan, langsung menundukkan dirinya hina di hadapan Allah. Air yang menjijikkan itu berubah menjadi manusia yang mulia, hingga Allah memilihnya sebagai khalifah. Alih-alih menyembah dan mengabdi kepada Allah, sebagian besar manusia justru menjauh dari Allah, dan mengagungkan selain Allah. Mereka memberhalakan patung, atau benda-benda lain yang jauh lebih rendah kedudukannya.
Demikian pula ketika Allah menunjukkan keajaiban-Nya, dimana tanah yang awalnya tandus kemudian tersiram air, sehingga menjadi subur. Bagi orang yang akal pikiran dan hatinya gelap, melihat tanah yang tandus menjadi subur dianggap fenomena alam biasa. Alih-alih mengagungkan Allah, mereka justru melakukan perlawanan dengan menutup mata atas kebesaran Allah.

Namun di akhir babak sejarah, kesombongan dan keangkuhan berakhir kehinaan. Fir’aun ditenggalamkan di laut Nil ketika menentang ajaran profetik Nabi Musa. Demikian pula apa yang dialami oleh Namrud yang begitu gigih menentang Nabi Ibrahim yang mengajak untuk mentauhidkan Allah. Demikian pula Abu Jahal dan para penentang Nabi Muhammad akhirnya mati dalam keadaan terhina meskipun bukti-bukti kebenaran di depan matanya.

Dalam konteks kekinian, ketika muncul kasus-kasus korupsi dan penyimpangan kekuasaan, dan hancurnya tatanan bernegara, sehingga muncul kekisruhan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengangahnya jurang ketidakadilan dan meratanya ketidaksejahteraan rakyat serta tumbuhnya sekelompok kecil masyarakat yang mengeksploitasi sumber daya alam, sehingga menimbulkan sikap kritis. Alih-alih memberi apresiasi kepada suara-suara kritis, tetapi justru menuuduhnya sebagai penyebab kegaduhan politik.

Situasi ini sengaja diciptakan guna menjamin bahwa para pelaku kejahatan akan terus menikmati hasil kejahatannya. Mereka pun menutup mata kondisi rakyatnya dan justru memperalat rakyatnya untuk memperkarakan orang-orang yang bersuara kritis. Orang-orang kritis ini dituduh sebagai pembuat kegaduhan, dan masyarakat pun diprovokasi untuk mempersekusinya. Situasi ini sengaja diciptakan, agar pelaku kejahatan tidak tersentuh dari perilaku jahatnya. Rakyat justru disibukkan untuk mempersekusi orang-orang yang bersikap kritis dan ingin meminta janji pengelola negara untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial.

Surabaya, 15 Agustus 2023

Admin: Kominfo DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *