Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Pengurus Dewan Dakwah, Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Publik saat ini mendapat jawaban mengapa Anies Baswedan dihalangi dengan berbagai cara untuk menjadi calon presiden. Cakra (Tongkat Komando Pangeran Diponegoro) yang diterimanya beberapa tahun yang lalu seolah menjadi kesalahannya. Dalam acara Kick Andy Show beberapa waktu lalu, yang mengundang Anies Rasyid Baswedan, mengungkapkan bahwa Anies dituduh sebagai tokoh yang menelikung presiden. Hal ini disebabkan Anies menerima “Cakra” (Tongkat komando Pangeran Diponegoro) yang seharusnya diterimakan kepada presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam falsafah Jawa, sang penerima Cakra dimitoskan sebagai orang yang berpeluang menjadi pemimpin besar. Bagi lawan politiknya, menerima Cakra diyakini bahwa Anies akan menjadi presiden 2024, sehingga harus dihadang dengan berbagai cara.
Cakra dan Pemimpin Besar
Tema “Dosa-dosa Anies” yang digelar dalam acara Kick Andy show terungkap bahwa Anies dipandang sebagai orang yang menelikung presiden. Dikatakan menelikung karena Cakra, pusaka Pangeran Diponegoro yang seharusnya diterimakan kepada presiden Jokowi tetapi justru diterima oleh Anies. Oleh karenanya, tidak lama setelah itu Anies dicopot dari jabatannya sebagai Mendikbud. Terlebih saat ini, setelah dicalonkan sebagai capres 2024, maka kekhawatiran itu semakin besar.
Untuk menelusuri hal itu, menarik untuk mengutip pernyataan, Andy berikut :
“Satu hari pemerintah Belanda menghubungi Indonesia kemudian berniat mengembalikan tongkat pusaka. Ibaratnya tongkat komandonya Pangeran Diponegoro yang dirampas Belanda, dibawa ke Belanda ketika penangkapan Pangeran Diponegoro, dan ingin dikembalikan. Pada saat dikembalikan seharusnya pak Jokowi yang menerima. Tapi hari itu, anda (Anies) dianggap menelikung pak Jokowi. Anda yang menerima kenapa ini menjadi persoalan besar.
Karena ada kepercayaan terutama di masyarakat Jawa bahwa tongkat komando yang pusaka itu siapapun yang menerima pertama kali dan memegangnya maka dia punya peluang untuk menjadi pemimpin. Pemimpin ini bisa relatif. Nah ini yang membuat pak Jokowi tersinggung. Karena anda yang menelikung, anda yang menerima, anda yang memegang pertama kali. Ini ada alasan yang membuat kata orang anda diberhentikan.
Mendapatkan paparan ini, Anies pun secara lugas menjelaskan realitas yang sesungguhnya secara kronologis dan empiris. Calon presiden yang diusung oleh partai Nasdem itu kemudian langsung menjelaskan peristiwanya sebagai berikut :
Saya cerita sedikit, saya baru bertugas di kemdikbud, Menteri dari kedutaan Belanda datang dan menyampaikan bahwa Cakra Pangeran Diponegoro akan dikembalikan ex top secret, tidak bisa diketahui siapapun, kapan waktunya dan lain-lain. Semuanya dijaga konvidensial. Itu karena nilai dari barang itu priceless istilah mereka. Tak ternilai harganya, dan banyak orang yang mencoba untuk memburu barang ini. Jadi mereka menempatkan ini sebagai sebuah operasi khusus kemudian ini saya laporkan ini, bahwa ini ada pemberian kepada presiden, bahwa akan ada pengembalian. Dan kemudian diatur sebuah acara di galeri nasional bersamaan dengan, kalau tidak salah pameran Raden Saleh kalau tidak salah, atau Diponegoro, saya lupa Raden Saleh atau Diponegoiro waktu itu pamerannya. Jadi covernya supaya ada event kemudian Cakra tadi dibawa Tang, kita tidak tahu. Pemerintah Belanda tidak memberi tahu kepada kita penerbangan kapan, jam berapa ndak ada yang tahu nanti di galeri nasional itu kemudian presiden memang semua dijadualkan hadir di acara di galeri nasional itu. Kemudian sehari dua hari sebelumnya presiden ternyata ada acara ke Philipina sehingga kegiatan yang semula harusnya dihadiri presiden kemudian diwakilkan kepada Mendikbud jadi saya mewakili presiden menerima Cakra. Artinya seijin presiden. Andy pun menyela :
“Jadi anda tidak menelikung.”
Anies pun menjawab,“Tidak, karena saya mewakili. Ini adalah sebuah hal yang biasa ketika bapak presiden tidak hadir ya otomatis Menteri yang relevan hadir disitu”.
Menghadang Anies
Berdasarkan fakta di atas, publik bisa memahami mengapa Anies dihadang sebagai Capres dari berbagai penjuru agar gagal untuk menjadi capres 2024.
Ketika Anies menerima Cakra dipandang sebagai calon pemimpin besar dan itu tertanam dengan kuat, sementara mereka tak menghendakinya, maka berbagai upaya untuk menghadangnya harus dilakukan.
Oleh karenanya, berbagai peristiwa berikut tidak lepas dari skenario untuk menjegal Anies sebagai calon presiden 2024.
Pertama, upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dikomandani Firli Bahuri, dengan mengangkat dan mempermasalahkan Formula E. KPK terus memblow up peristiwa ini dengan mengkasuskan Anies dalam formula E. Hal ini semakin santer adanya isu bahwa Anies akan ditetapkan sebagai tersangka setelah menunaikan ibadah haji.
Kedua, upaya Moeldoko merebut kursi partai Demokrat. Apa yang dilakukan Moeldoko, dengan merebut kursi ketua partai Demokrat, maka akan mengobrak-abrik koalisi yang dibangun partai Demokrat bersama Nasdem, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). ketika berhasil merebutnya, maka Partai Demokrat diarahkan akan keluar dari koalisi Perubahan untuk Indonesia bersatu ini, sehingga Anies bakal tersingkir karena batas minimal batas 20 persen presiden treshold tak terpenuhi.
Ketiga, Cawe-cawe presiden Jokowi dalam menentukan capres. Presiden yang seharusnya netral tetapi justru turun gelanggang dalam menentukan penggantinya. Oleh banyak pihak, cawe-cawe presiden ini bukan hanya mengganggu tetapi merusak kualitas demokrasi di Indonesiua.
Semua langkah di atas bisa dikatakan memiliki muara yang satu, yakni untuk menghadang Anies sebagai Capres. Anies dipercaya sebagai calon pemimpin besar Indonesia karena telah menerima Cakra pusaka milik Pangeran Diponegoro. Alasan pun dicari untuk membenarkan mitos mereka, dimana Anies dipandang telah menelikung presiden karena berani menerima pusaka keramat milik Pangeran Diponegoro. Padahal Anies menerima pusaka itu seijin presiden yang saat itu berhalangan hadir.
Surabaya, 26 Juni 2023