MENGENAL PEREMPUAN-PEREMPUAN HEBAT DARI BUMI ACEH

Artikel ke-1.506
Oleh: Dr. Adian Husaini
Ketua Umum Dewan Da’wah

Dewandakwahjatim.com, Depok – Tanggal 21 April bangsa Indonesia senantiasa diingatkan pada sosok perempuan hebat bernama RA Kartini. Ia lahir di Jepara pada 21 April 1879 dan meninggal pada tahun 1904, setelah melahirkan anak. Meskipun dididik dalam suasana feodal, tetapi Kartini memiliki cita-cita tinggi untuk memajukan kaum perempuan.
Atas jasa-jasanya itulah, Kartini kemudian dikenang sebagai pejuang kemajuan perempuan. Surat-suratnya dikumpulkan dan diterbitkan dalam sebuah buku berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang.” Meskipun tidak dididik dengan ilmu-ilmu agama yang kuat, tetapi di akhir hayatnya, Kartini sempat belajar agama kepada Kyai Sholeh Darat dari Semarang.
Suasana kehidupan feodal di Jawa pada akhir abad ke-19, tampaknya jauh berbeda dengan situasi di Aceh, beberapa ratus tahun sebelumnya. Kerajaan Aceh yang memang merupakan Kerajaan Islam berhasil meraih banyak kemajuan dalam pendidikannya, sehingga melahirkan banyak perempuan hebat.

Salah satu yang terkenal adalah Ratu Syafiatuddin di Aceh. Ratusan tahun sebelum kelahiran RA Kartini, Aceh sudah melahirkan seorang Ratu (Sulthanah), bernama Safiatuddin. Ia lahir sekitar tahun 1612-1613. Sebagai anak Sultan Iskandar Muda, Safiatuddin sudah mendapatkan pelajaran berbagai ilmu pengetahuan, seperti ilmu Tauhid, Ilmu sastra, ilmu tasawuf, dan sebagainya.

Dalam buku Jejak Sultanah Safiatuddin, karya Zulfata, (2015), disebutkan, bahwa sejak umur 7 tahun, Safiatuddin sudah belajar pada ulama-ulama besar, seperti Syaikh Hamzah Fansuri, Seri Fakih Zainal Abidin Ibnu Daim Mansur, Syeikh Kamaluddin, dan ulama-ulama besar lainnya di Aceh.

Setelah belajar pada para ulama, Safiatuddin dikenal seorang yang haus ilmu dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Ia fasih berbahasa Arab, Persia, dan Spanyol. Ia juga paham ilmu-ilmu politik, ilmu fiqih, logika, sejarah, falsafah, tasawuf, dan sastra. Pada 15 Februari 1641, Safiatuddin diangkat menjadi Sulthanah di Aceh, menggantikan suaminya, Sultan Iskandar Tsani. Di masa kepemimpinannya, Aceh mengalami zaman keemasan ilmu pengetahuan. Banyak ulama dan cendekiawan lahir di Aceh.

Silakan dibandingkan perjuangan Kartini di bidang pendidikan pada akhir abad ke-19 itu dengan proses pendidikan yang dialami perempuan Aceh seperti Sulthanah Safiatuddin, yang wafat pada 23 Oktober 1675. Kisah Pendidikan Ratu Safiatuddin di Aceh yang begitu tinggi terjadi sekitar 200 tahun sebelum Era Kartini. Itulah salah satu contoh ketinggian Pendidikan Islam di Nusantara.

Aceh bukan hanya punya Ratu Syafiatuddin. Tapi, Aceh juga mencatat sejumlah kegemilangan prestasi kaum perempuannya. Kita mengenal nama Laksamana Malahayati. Perempuan hebat kelahiran tahun 1550 M ini pernah memimpin pasukan Perang Kerajaan Aceh. Dalam satu pertempuran dengan pasukan Belanda, Malahayati berhasil menewaskan komandan Belanda Cornelis de Houtman, dalam pertempuran satu lawan satu di atas geladak kapal.
Malahayati adalah produk pendidikan unggul di Aceh. Disamping menjalani pendidikan Islam, ia pun mengenyam pendidikan di Akademi Angkatan Laut Baitul Maqdis, Aceh. Mohon dicatat! Itu terjadi di abad ke-16. Seorang muslimah diberi kepercayaan sebagai panglima perang sebuah kerajaan besar.

Aceh juga memiliki pahlawan perempuan legendaris, bernama Tjut Nya’ Dien. Muslimah pejuang ini lahir tahun 1848 dan meninggal tahun 1908. Ia tidak pernah menyerah kepada Belanda, meskipun dua suaminya gugur di medan jihad. Kepahlawanan Tjut Nya’ Dien sangat mengagumkan. Ia memimpin perang gerilya di hutan-hutan Aceh, dan tidak pernah menyerah melawan penjajah.

Lahirnya perempuan-perempuan hebat di Aceh itu terjadi tanpa harus melakukan dekonstruksi terhadap ajaran Islam. Islam tidak menghambat kemajuan perempuan. Bahkan, tanpa harus menjiplak pemikiran dan pendidikan model Barat, Kerajaan Islam Aceh telah menyelenggarakan pemdidikan yang melahirkan begitu banyak perempuan ilmuwan dan perempuan pejuang.

Ratu Syafiatuddin, Laksamana Malahayati, dan juga Tjut Nya’ Dien, lahir dari proses pendidikan di Aceh. Proses pendidikan tersebar dan hidup di tengah masyarakat, mulai keluarga, pesantren, sampai akademi angkatan laut yang nantinya Malahayati dan banyak perjuang Aceh lainnya.

Model pendidikan seperti inilah yang perlu dirumuskan kembali oleh masyarakat Aceh sekarang. Yakni, pendidikan yang melahirkan para pejuang dalam berbagai tingkatannya. Aceh memiliki sejarah pendidikan dan politik yang gemilang yang kemudian diikuti dengan penyebaran Islam ke seluruh penjuru Nusantara. Semoga kedepan, Aceh semakin banyak berperan dalam melahirkan perempuan-perempuan hebat. Aamiin. (Depok, 19 April 2023).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *