“3 April Hari NKRI. Merdeka! merdeka! merdeka!
Allahu Akbar!”.
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Demikian yel-yel yang dipekikkan dengan penuh semangat oleh para pengurus Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Timur.
Untuk menguatkan pesan Bhinneka Tunggal Ika beberapa diantaranya mengenakan baju adat Nusantara. M. Agung Setiawan, dai yang tak lama pulang dari tugas dakwah di kepulauan Mentawai memakai baju Madura. Sekretaris Dewan Da’wah, Tom Mas’udi, terlihat ‘eye catching’ dalam balutan baju Teluk Belanga Kepulauan Riau berwarna merah. H. Subagyo Budianto, Bendahara, nampak gagah dengan baju Beskap warna putih. Sedangkan Djuwari Syaifuddin, Wakil Sekretaris dan drg. Widyastomo kompak menggunakan baju adat Jawa lurik cokelat hitam. “Saya tadi baru saja dari sebuah acara di Solo. Mampir ke Pasar Klewer, beli baju lurik dan blangkon, langsung ke Surabaya bergabung dengan teman-teman di sini”, tukas Pengurus Bidang Kesehatan yang tinggal di Pare, Kediri ini.
Agenda Tahunan
Ketua Dewan Da’wah Jatim, Fathur Rohman, mengungkapkan bahwa acara dukungan 3 April Hari NKRI ini merupakan agenda tahunan yang sudah dilakukan mulai sekitar tiga tahun lalu.
“Kami insya Allah akan istiqamah menyampaikan aspirasi dukungan kepada Dewan Da’wah Pusat untuk mengusulkan kepada Pemerintah RI agar 3 April dijadikan sebagai Hari NKRI”, ujar kyai muda yang baru menyelesaikan studi tingkat doktoral ini.
Dalam pada itu, Ketua Majelis Syura, Ir. Chairul Djailani, MMT mengingatkan akan momen strategis tanggal 3 April sebagai hari bersejarah yang tidak boleh dilupakan. “Bangsa dan umat perlu diingatkan bahwa tanpa karunia Allah dan kenegarawanan M. Natsir dengan Mosi Integral nya, mungkin RIS (Republik Indonesia Serikat, red.) akan berlanjut”, kata mantan asisten Gubernur Jawa Timur ini.
Mosi Integral Natsir dan Proklamasi Kedua
Dr. Adian Husaini, Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Pusat, menulis artikel khusus dengan judul “Jangan Lupakan 3 April: Hari Kembalinya NKRI setelah Mosi Integral Mohammad Natsir”.
Dalam artikel itu disebutkan bahwa Konferensi Inter Indonesia antara delegasi Republik Indonesia dengan BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, sebuah komite bentukan Belanda, red.) di Yogyakarta tanggal 19-22 Juli 1949 menghasilkan keputusan dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pembentukan BFO merupakan upaya Belanda “mengepung” Republik Indonesia. Negara BFO adalah Negara Dayak Besar, Negara Indonesia Timur, Negara Borneo Tenggara, Negara Borneo Timur, Negara Borneo Barat, Negara Bengkulu, Negara Biliton, Negara Riau, Negara Sumatera Timur, Negara Banjar, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera Selatan, Negara Jawa Timur, dan Negara Jawa Tengah. Dengan demikian Negara Republik Indonesia hanyalah di sebagian Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera.
Selama dua setengah bulan, Natsir melakukan berbagai lobby yang tidak mudah terutama dengan negara-negara bagian di luar Jawa.
Kemudian pada tanggal 3 April 1950, Mohammad Natsir, Ketua Fraksi Partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia), mengajukan apa yang dikenal sebagai “Mosi Integral Natsir” di depan parlemen untuk menyatukan kembali Republik Indonesia yang sudah tercabik-cabik menjadi Negara- negara bagian berhimpun kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang secara resmi diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1950. Bung Hatta menyebut tanggal ini sebagai Proklamasi kedua. Proklamasi pertama adalah tanggal 17 Agustus 1945.
Mosi Integral Natsir, menurut Prof. Dr. Din Syamsudin merupakan tonggak sejarah amat penting yang menyelamatkan Indonesia dari perpecahan. Mosi itu juga merupakan bukti komitmen tokoh-tokoh Islam terhadap NKRI.
Karena jasa-jasanya, pada tahun 2008 Pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Mohammad Natsir, mantan Ketua Partai Masyumi yang pada tanggal 26 Februari 1967, dengan beberapa tokoh Bangsa, mendirikan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.
“Generasi muda masa kini, generasi jaman now musti tahu tentang sejarah Bangsa kita. Jangan Sekali-kali melupakan Sejarah (Jas Merah), dan Jangan Sekali-kali menghilangkan Jasa Ulama’ (Jas Hijau)”, kata H. Mustafad Ridwan, Wakil Ketua Bidang Polhukham dan Wakaf Dewan Da’wah Provinsi Jawa Timur, didampingi Brigjen (Purnawirawan) Kusbandi, Wakil Sekretaris Polhukham. (tom)
Admin: Sudono Syueb