Dr. Slamet Muliono Redjosari
Pengurus Dewan Da’wah, Jawa Timur
Dewandakwahjayim.com, Surabaya – Kejahatan sosial di bidang keuangan akan menimbulkan kekacauan dan ketimpangan sosial. Negara sudah tidak lagi fokus membangun dan masyarakat hilang kepercayaan pada pemerintah. Dengan adanya skandal di kementerian keuangan, elite negeri ini sibuk menutupi kejahatan mereka. Masyarakat sebagai korban terus melakukan investigasi sehingga terjadi transparansi adanya kebobrokan moral serta adanya tindakan tegas para pelaku kejahatan keuangan yang rakus terhadap harta dan kekayaan publik. Allah ingin menunjukkan bahwa para penjahat keuangan sedang melakukan berbagai trik dan memutar otak untuk meredam kepercayaan publik yang menurun tajam. Elite tidak ingin kehilangan prestise agar kedudukan dan derajat sosial mereka tetap terjaga, namun ketamakan terhadap harta tidak bisa menutupi kejahatan sistemiknya.
Kejahatan Sistematis
Berbagai perilaku korupsi telah tercium dan publik menginginkan pembongkaran atas kasus dilakukan secara transparan. Kasus pencucian keuangan senilai 300 Triliun di Kementerian Keuangan, telah membuka kotak pandora adanya kehajatan keuangan di negeri ini. Perilaku hedonis atas hasil kejahatan keuangan rakyat pun sulit disembunyikan. Berbagai media pun terus menyorot dan membongkar aib itu. Namun berbagai upaya menutupi aib itu juga dilakukan oleh para elite dengan berbagai modus dan cara seapik mungkin.
Apa yang terjadi di atas juga terjadi dimana para elite atau pemuka masyarakat telah menikmati harta dan kekayaan di tengah masyarakat yang miskin. Al-Qur’an menggambarkan perilaku menyimpang dilakukan elite dalam menumpuk harta kekayaan, sehingga mendorong mereka berperilaku yang tidak bisa ditutup-tutupi. Kebanyakan di antara mereka hidup mewah dan menghalalkan segala sehingga masyarakat mengenal mereka sebagai orang yang hidup dalam kemewahan.
Perilaku ini berkembang berawal dari berpalingnya manusia dari pengagungan Allah. Mereka justru mengagungkan kepada selain Allah dengan melakukan penyembahan kepada selain Allah. Keyakinan ini menanamkan pemahaman bahwa manusia bertindak bebas tanpa ada pertanggungjawaban. Keyakinan tidak ada pertanggungjawaban itulah melahirkan perilaku merusak, seperti menyalahgunakan hak orang lain, menghalalkan segala acara untuk memiliki sesuatu sehingga menghancurkan tatanan yang telah mapan. Kondisi seperti ini rawan menciptakan kekacauan dan ketimpangan sosial.
Di tengah ketimpangan itu, muncul seorang nabi yang mengingatkan adanya perilaku menyimpang dan akan mengundang turunnya adzab Allah. Berbagai nasehat sudah disampaikan kepada mereka. Alih-alih berpikir positif atas nasehat itu, mereka justru berbalik mengancam karena nasehatnya dipandang tidak berdasar. Nabi Syu’aib sebagai utusan Allah menyampaikan nasehat dan ajakan untuk kembali ke jalan yang benar. Nabi Syu’aib menghadapi masyarakat yang menyembah selain Allah, mencuri timbangan, mengganggu hak orang lain, sehingga tercipta kerusakan. Hal ini dijelaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَاِ لٰى مَدْيَنَ اَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَا لَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَـكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗ قَدْ جَآءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ فَاَ وْفُوا الْكَيْلَ وَا لْمِيْزَا نَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّا سَ اَشْيَآءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَ رْضِ بَعْدَ اِصْلَا حِهَا ۗ ذٰ لِكُمْ خَيْرٌ لَّـكُمْ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
“Dan kepada penduduk Madyan, Kami (utus) Syu’aib, saudara mereka sendiri. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada Tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di Bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman.”” (QS. Al-A’raf : 85)
Budaya penyimpangan perilaku yang dilakukan elite di tengah masyarakat saat ini juga terjadi. Berbagai perilaku menyimpang para elite, seperti para penarik pajak bertindak seenaknya. Kalau era Nabi Syu’aib, ada sekelompok masyarakat yang duduk-duduk di jalan yang menciptakan ketakutan dengan menarik pajak. Mereka meminta uang bagi siapapun yang lewat. Maka saat ini muncul para elite yang duduk-duduk nyaman di kantor dan lembaga mereka untuk menarik pajak. Mereka hidup nyaman menikmati fasilitas dari hasil pajak itu. Rakyat pun tinggal menikmati tontonan mereka dalam bersandiwara sambil menikmati harta.
Kejahatan Sistematis
Tidak berbeda dengan masyarakat Nabi Syu’aib, kebijakan elite negeri ini menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran. Mereka hidup dalam kemewahan dengan menggunakan duit hasil pajak dan mencuri timbangan. Ketika diketahui publik, pelaku kejahatan keuangan itu berupaya menutupinya dengan menunjukkan watak aslinya. Alih-alih bersikap rendah hati, mereka justru bersikap sombong, dan tidak akan menerima nasehat yang baik dari masyarakat. Hal termaktub dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
قَا لَ الْمَلَاُ الَّذِيْنَ اسْتَكْبَرُوْا مِنْ قَوْمِهٖ لَـنُخْرِجَنَّكَ يٰشُعَيْبُ وَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَكَ مِنْ قَرْيَتِنَاۤ اَوْ لَـتَعُوْدُنَّ فِيْ مِلَّتِنَا ۗ قَا لَ اَوَلَوْ كُنَّا كَا رِهِيْنَ
“Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri dari kaum Syu’aib berkata, “Wahai Syu’aib! Pasti kami usir engkau bersama orang-orang yang beriman dari negeri kami, kecuali engkau kembali kepada agama kami.” Syu’aib berkata, “Apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun kami tidak suka?” (QS. Al-A’raf : 88)
Apa yang terjadi saat ini, dimana para elite jahat kehilangan kendali dan tidak mampu mempertahankan argumen mereka, maka mereka mengancam akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bila masyarakat menolak bayar pajak. Semestinya mereka bersikap rendah hati dan siap memperbaik keadaan dengan menindak oknum jahat. Namun kesombongan dan salah urus uang pajak justru membimbing mereka untuk menutupi berbagai kejahatan keuangannya.
Mereka sudah gelap mata, dimana keuangan negara yang seharusnya dipergunakan untuk kesejahteraan sosial, justru disalahgunakan. Mereka terlanjur bergaya hidup mewah dan di luar batas kewajaran. Sementara rakyatnya hidup dalam tekanan dan daya beli yang amat rendah. Wajar apabila rakyat menginginkan transparasi sementara elite pelaku kejahatan keuangan berupaya menutupinya. Oleh karena wajar bila masyarakat ingin membongkar kejahatan itu dan menghukum mereka dengan hukuman seberat-beratnya. Kekacauan dan ketimpangan telah di ambang pintu bila tidak ada transparansi. Para pelaku kejahatan terus bersatu dan kompak menutupi perilaku busuknya. Sementara masyarakat menuntut keadilan dan kesejahteraan dari uang pajak yang mereka bayarkan.
Surabaya, 26 Maret 2023