SETELAH SYEKH AL-QARADHAWI WAFAT, APA LANGKAH KITA

Artikel ke-1.304
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Ketua Umum Dewan Dakwah

Dewandakwahjatim.com, Depok – Pada 26 September 2022, dunia Islam dihebohkan oleh wafatnya seorang ulama dunia, Syekh Yusuf Qaradhawi. Ia wafat dalam umur yang sangat lanjut: 97 tahun. Hanya beberapa saat saja setelah wafatnya, di Doha Qatar, jagat netizen dibanjiri dengan ucapan duka cita dan paparan tentang keilmuan, perjuangan, dan berbagai kebaikan yang susah ditandingi oleh ulama lain di zaman ini.


Meskipun belum berjumpa secara langsung, nama Syekh al-Qaradhawi terasa sangat dekat di hati dan pikiran saya. Begitu banyak gagasan-gagasannya yang saya jadikan sebagai rujukan dalam memahami Islam dan realitas. Sejak mahasiswa tahun pertama di IPB, tahun 1984, saya sudah akrab dengan beberapa buku Syekh al-Qaradhawi. Mungkin, jutaan anak muda muslim mengalami hal yang sama: merasa sangat akrab dengan pribadi dan pemikiran Syekh al-Qaradhawi.


Tentu saja Syekh al-Qaradhawi begitu terkenal dan lekat di hati umat Islam sedunia, karena karya-karyanya yang menyentuh akal dan perasaan. Ia adalah tipe ulama pejuang. Ada yang mencatat, bahwa ia telah menulis lebih dari 190 buku. Beberapa bukunya yang sangat terkenal di Indonesia adalah: Fiqih Zakat, Fikih Prioritas, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Islam Ekstrim dan Analisis Pemecahannya, Halal dan Haram dalam Islam, Fikih Negara, Fiqih Jihad, Bagaimana Berinteraksi dengan al-Quran, Halal dan Haram dalam Islam, dan sebagainya.
Syekh al-Qaradhawi juga sangat mencintai Indonesia. Beberapa kali ia pernah berkunjung ke Indonesia. Kediamannya di Doha Qatar pun cukup sering dikunjungi oleh para ulama dan aktivis dakwah dari Indonesia. Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia memiliki hubungan yang sangat baik dengan Syekh al-Qaradhawi.


Tahun 1979, dalam kunjungannya ke Indonesia, Syekh al-Qaradhawi sempat berkunjung ke kantor Dewan Da’wah di Jalan Kramat Raya 45 dan diterima langsung oleh pendiri Dewan Da’wah, Mohammad Natsir. Pimpinan Dewan Da’wah berikutnya, seperti KH A. Wahid Alwi dan Mohammad Siddiq (alm.), juga sudah mengunjunginya di Qatar. Bahkan, Dewan Da’wah mendapatkan dukungan dan rekomendasi dari Syekh al-Qaradhawi.


Ditektur Akademi Dakwah Indonesia, kota Depok, Nuim Hidayat mencatat, bahwa ia pernah menghadiri langsung ceramah Syekh al-Qaradhawi di kediaman tokoh PKS Dr. Hidayat Nurwahid. Ketika menjelaskan tentang Indonesia, Syekh al-Qaradhawi menyatakan bahwa Islam datang ke Indonesia dengan jalan damai. Dan kini Islam mewarnai mayoritas tanah air Indonesia.


Ia juga menyatakan bahwa buku-bukunya silakan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan ia tidak meminta royalti


Pengalamannya yang lama dalam pergerakan Islam, mendorongnya untuk menulis evaluasi gerakan Islam dengan judul Kebangkitan Gerakan Islam. Ia menulis 10 langkah yang harus diambil gerakan Islam, agar mencapai kemenangan:

  1. Dari format dan simbol menuju hakikat dan substansi
  2. Dari retorika dan perdebatan menuju penerapan dan aksi
  3. Dari sikap sentimentil dan emosional menuju sikap yang rasional dan ilmiah
  4. Dari berorientasi ke masalah cabang dan sekunder menuju masalah pokok primer
  5. Dari menyulitkan dan ancaman menuju kemudahan dan kabar gembira
  6. Dari kejumudan taklid menuju ijtihad dan pembaruan
  7. Dari fanatisme dan eksklusifisme menuju toleransi dan inklusifisme
  8. Dari sikap berlebihan dan meremehkan menuju moderatisme
  9. Dari kekerasan dan kebencian menuju kelemahlembutan dan Rahmat
  10. Dari ikhtilaf dan perpecahan menuju persatuan dan solidaritas.

Syekh al-Qaradhawi adalah tipe ulama ulung dan ulama pejuang. Hati dan pikirannya senantiasa memikirkan masalah umat Islam. Tulisan-tulisannya berupaya memberikan solusi terbaik terhadap persoalan yang dihadapi umat Islam sedunia. Mungkin saja ada pendapatnya yang ditolak dan dikritik oleh ulama lain. Saya pun tidak setuju semua dengan pendapat beliau. Saya memilih pendapat ulama lain. Tetapi, itu hal biasa dalam dunia keilmuan. 

Bagi kita, umat Islam Indonesia, kepergian Syekh al-Qaradhawi memang patut kita tangisi. Kita kehilangan salah satu ulama terbaik di zaman ini. Tetapi, yang lebih penting adalah terus berpikir dan berjuang agar kita bisa melahirkan ulama-ulama semacam ini, yakni ulama pejuang. Ia berjuang dengan ilmu, jiwa, raga, dan harta. 
Syekh al-Qaradhawi adalah produk pendidikan. Ia tidak turun dari langit terus langsung menjadi ulama. Sejak kecil ia telah digembleng dengan pendidikan yang hebat. Tiga pihak yang menjadi kunci utama suksesnya pendidikan: murid, guru, dan orang tua. 

Model pendidikan seperti inilah yang perlu terus dilakukan untuk melahirkan ulama-ulama hebat. Para ulama adalah pewaris nabi. Para nabi tidak mewariskan harta. Yang diwariskan adalah ilmu dan misi perjuangan. Maka, program kaderisasi ulama (PKU) merupakan program yang wajib diprioritaskan oleh umat Islam. 

Karena itulah, sejak tahun 2007, Dewan Da’wah telah melaksanakan Program Kaderisasi 1000 Ulama. Dengan dukungan Baznas, alhamdulillah, hingga kini, sudah dihasilkan lebih dari 60 doktor dan 250 master. Kini, ada 13 kader ulama tingkat S-3 yang dididik dan dibiayai oleh Dewan Da’wah. Sejak 1967, di bawah kepemimpinan Mohammad Natsir, Dewan Da’wah telah mengkader dan melahirkan ribuan dai, ulama, dan cendekiawan yang kini tersebar ke seluruh pelosok Indonesia.


Kita sampaikan jalan untuk Syekh al-Qaradhawi. Semoga Allah menempatkan beliau di tempat yang sangat mulia, dan semoga kita diberikan kemampuan untuk mendidik dan melahirkan ulama-ulama hebat seperti beliau. Aamiin. (Depok, 26 September 2022).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *