PERLU PERHATIAN SERIUS, ANGKA PERCERAIAN TERUS MENINGKAT

Artikel ke-1.3023
Oleh: Dr. Adian Husaini(www.adianhusaini.id)
Ketua Umum Dewan Dakwah

Dewandakwahjatim.com, Depik – Pada 12 Juli 2022, situs berita www.republika.co.id menurunkan berita berjudul: “Angka Perceraian Terus Meningkat, 2021 Tercatat 580 Ribu Kasus.” Disebutkan, bahwa Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan data angka perceraian di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Hasto mengatakan, peningkatan signifikan dimulai sejak 2015 sebanyak 350 ribu dalam setahun. “Yang menggelisahkan perceraian yang sejak 2015, setahun yang cerai 350 ribu, kemudian 2018, 2019 naik, dan 2021 perceraian di indonesia 580 ribu lebih sedikit,” kata Hasto dalam sambutannya di peluncuran Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2022 tentang Kampung Keluarga Berkualitas, Selasa (12/7/2022).
Hasto mengatakan, peningkatan jumlah perceraian ini luar bisa dan mengagetkan. Untuk itu, Hasto menilai tingginya angka perceraian ini menjadi pemantik untuk membangun keluarga yang berkualitas. Hasto pun sekaligus menyosialisasikan Inpres 3/2022 tentang Kampung Keluarga berkualitas yang digagas pemerintah. Program ini diharapkan tidak hanya menitikberatkan pada kesehatan tetapi juga ekonomi masyarakat.

Dia menjelaskan, masyarakat tidak hanya diberi edukasi soal kesehatan tetapi pendampingan ekonomi untuk calon keluarga baru yang kurang mampu. “Itu menjadi bagian yang ada di inpres ini, sehingga harapan kami kematian ibu, kematian bayi stunting dan partisipasi sekolah dan juga angka-angka kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dan anak tentu akan menurun drastis di kampung keluarga berkualitas atau bahkan zero,” ujar Hasto.

Dengan begitu, kata Hasto, diharapkan kampung keluarga berkualitas juga mampu menekan angka perceraian. “Sehingga terbentuk keluarga sakinah mawadah warahmah, maslahah tentram mandiri dan bahagia,” ujar dia.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Statistik Indonesia 2022, pada tahun 2021 terdapat 447.743 kasus perceraian. Angka ini melonjak jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana tercatat perceraian sebanyak 291.677 pada 2020.


Data itu menunjukkan, bahwa angka perceraian di Indonesia sudah sangat tinggi. Dengan angka 447.743 kasus perceraian, berarti ada sekitar 1200 perceraian setiap hari. Banyak sebab terjadinya perceraian. Penyebab terbanyak perceraian pada tahun 2021 adalah “perselisihan dan pertengkaran berkelanjutan”, yakni sebanyak 279.205 kasus, disusul perceraian dengan alasan ekonomi sebanyak 113.343 kasus.

Berikutnya, penyebab perceraian adalah: meninggalkan salah satu, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), mabuk, murtad, judi, dihukum penjara, judi, poligami, zina, kawin paksa, cacat badan, madat, dan sebab lainnya. Jumlah kasus perceraian akibat murtad ada: 1447 kasus. Angka ini tidak bisa dipandang sepele. Sebab, itu artinya, ada salah satu pasangan yang meninggalkan agama Islam.
(https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/06/21/kasus-perceraian-di-indonesia-masih-marak-ini-penyebabnya).
Dalam kajian subuh di Masjid al-Muttaqin, Depok, Ahad (25/9/2022), saya menyinggung sedikit tentang tingginya angka perceraian ini. Jika ditelaah, sebab terbesar adalah perselisihan yang tidak terselesaikan. Dan sebagian besar, kini perceraian terjadi karena adanya gugatan dari pihak perempuan. Tingginya angka perceraian ini perlu dicarikan solusinya secara mendasar.

Konflik dalam rumah tangga atau pertengkaran antara suami-istri adalah hal yang lazim terjadi. Banyak faktor yang memicunya. Yang diperlukan adalah kemampuan dalam menyelesaikan konflik. Dunia manusia adalah dunia perbedaan pendapat dan dunia konflik. Kapan saja hal itu bisa terjadi.
Di sinilah diperlukan kedewasaan dan kematangan dalam memasuki dunia rumah tangga. Rasulullah saw, misalnya, sudah berpesan: “Janganlah seorang hakim memutuskan perkara, ketika ia dalam keadaan marah.” (HR Bukhari).

Biasanya perselisihan semakin memanas dan tak bisa diselesaikan ketika masing-masing pihak atau salah satu tidak mampu menahan amarahnya. Apalagi, jika suami, sebagai pemimpin tidak berlaku adil dan tidak mampu mengendalikan amarahnya, sehingga melakukan tindakan yang semakin memperparah keadaan.

Solusi komprehensif untuk menurunkan angka perceraian adalah dengan pendidikan. Yakni, pendidikan bagi calon suami-istri, agar mereka memiliki persiapan jiwa, raga, ilmu, dan hikmah sebelum menikah. Pendidikan keluarga inilah yang sangat penting untuk dilakukan.

Sayangnya, pendidikan kita masih didominasi dengan tujuan untuk melahirkan karyawan yang baik; bukan untuk melahirkan orang tua yang baik. Padahal, inilah yang dikeluhkan oleh Prof. Carrol Quigley dari Amerika Serikat, bahwa kelemahan bangsa Barat adalah tidak memahami bagaimana mendidik anak-anak mereka menjadi orang tua yang baik.

Dalam bukunya, Tragedy and Hope: A History of The World in Our Time, Prof. Caroll Quigley, guru besar Georgetown University, USA, mengakui: “Some things we clearly do not yet know, including the most important of all, which is how to bring up children to form them into mature, responsible adults…”
.
Untuk menjadi karyawan yang baik itu perlu pendidikan yang serius. Untuk menjadi warga negara yang baik pun perlu ilmu. Begitu juga untuk menjadi orang tua atau suami-istri yang baik, sangat diperlukan ilmu dan hikmah. Bahkan, tujuan berkeluarga dalam Islam, bukan hanya membentuk rumah tangga yang mawaddah, sakinah, wa-rahmah, tetapi juga menjadikan keluarga sebagai “universitas yang sebenarnya”.

Keluarga adalah lembaga pendidikan yang utama bagi anak-anak. Sebab, di keluarga inilah sepatutnya ditanamkan nilai-nilai adab atau akhlak mulia, yang menjadi fondasi penting bagi ilmu-ilmu yang dipelajari oleh anak-anak. Dari keluarga-keluarga yang ideal inilah diharapkan akan lahir generasi gemilang. Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 25 September 2022).

Admin: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *