Dr. Slamet Muliono Redjosari
Pengurus DDII Bidang Pemikiran lslam Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Dunia seperti air hujan yang memberikan kegembiraan sekejap, dan akan hilang beberapa saat. Al-Qur’an mengilustrasikan bahwa dunia seperti air hujan yang memberi kehidupan yang bersifat sementara. Sehingga membuat siapapun terlena dan senang dengannya hingga melalaikannya terhadap Sang Pemberi hujan. Dengan kata lain, dunia merupakan permainan yang melalaikan hakekat dan tujuan diciptakannya manusia. Allah mempersiapkan manusia sebagai khalifah yang agung dan mulia di muka bumi, dengan memberikan fasilitas duniawi. Allah menjadikan dunia sebagai pelengkap sekaligus fasilitas untuk memperkuat pengagungan dan penyembahan kepada-Nya. Alih-alih mengagungkan Allah, kelengkapan dunia dengan berbagai fasilitasnya, justru membuat manusia lupa terhadap eksistensi dan tujuan hidupnya. Ketika manusia menjadikan dunia sebagai tujuan, maka dia fokus menikmatinya hingga lalai dengan tugas kekhalifahannya. Ketika manusia lalai dengan dunia, maka Allah menghancurkannya. Hal ini membuat angan-angannya sirna dan berujung putus asa.
Dunia : Permainan Sementara
Al-Qur’an mengibaratkan dunia seperti air hujan yang menyegarkan dan memberi kehidupan bumi yang sudah tandus. Bumi yang sebelumnya mati dan mongering bisa hidup dan tumbuh kehidupan baru dengan air hujan. Allah menunjukkan bahwa air hujan akan menumbuhkan tanaman yang sebelumnya tidak ada. Tumbuhnya tanaman yang tumbuh mempesona manusia sehingga membuatnya kagum hingga memberi harapan besar pada manusia. Namun tanaman yang tadinya memberi harapan hidup bagi manusia, justru mengering dan mati. Al-Qur’an menggambarkan siklus kehidupan dunia sebagaimana firman-Nya :
“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.” (QS. Al-Hadid : 20)
Al-Qur’an menggambar bahwa dunia ini penuh dengan kepalsuan yang menipu manusia hingga melalaikan tujuan hidupnya. Ketika manusia diberi kekayaan dan keturunan yang banyak justru menumbuhkan budaya pamer dan sombong dalam dirinya. Dunia yang dimiliki bukan untuk mengagungkan kebesaran Allah, tetapi justru menghinakan dirinya. Karena dia sibuk untuk mengejar kenikmatan dunia ini.
Manusia menganggap dengan memiliki harta kekayaan dan anak yang banyak akan membuatnya dirinya mulia dan merasa agung. Bahkan dia bisa berbuat apa saja dengan kekayaannya, hingga melakukan berbagai penyimpangan. Dengan hartanyam dia hidup faoya-foya dan lupa terhadap menyisihkan kekayaannya untuk membantu orang miskin. Bahkan dia menyimpan hartanya, sehingga membuatnya semakin pelit dan perhitungan dengan hartanya yang melimpah. Bahkan dia lupa untuk mendermakan Sebagian hartanya untuk kepentingan sosial dengan membantu orang miskin dan kurang mampu.
Akherat dan Kemuliaan
Al-Qur’an menggambarkan bahwa manusia melalaikan kehidupan akheratnya dan hidupnya terlalaikan dengan fokus pada dunia. Manusia mengira dengan dunia yang melimpah dirinya akan mendapatkan kemuliaan hingga melupakan Sang Pencipta dan Pemberi kekayaan. Padahal Al-Qur’an menunjukkan bahwa Allah sebagai Pemilik kemuliaan, dan siapapun akan mendapatkannya bila melakukan amalan ketaatan pada-Nya. Hal ini sebagaimana firman-Nya :
“Barang siapa menghendaki kemuliaan, maka (ketahuilah)f kemuliaan itu semuanya milik Allah. Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal kebajikan Dia akan mengangkatnya. Adapun orang-orang yang merencanakan kejahatan mereka akan mendapat azab yang sangat keras, dan rencana jahat mereka akan hancur.” (QS. Fatir : 10)
Sebagai manusia yang memiliki derajat kemuliaan, akan semakin mulia bila melakukan amalan kemuliaan. Kesehatan yang dimilikinya digunakan untuk beribadah, kekayaan yang dianugerahkan dimanfaatkan untuk membantu orang yang membutuhkan kedermawananya, dan jabatan yang diemban diarahkan untuk memperlancurcar urusan orang lain. Orang yang demikian akan mendapatkan janji Allah berupa kenikmatan surga yang abadi dan tiada bandingannya. Mereka tidak lalai dan lengah dengan anugerah kenikmatan dunia yang memperdayakan. Hal ini sebagaimana firman-Nya :
“Wahai manusia! Sungguh, janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu, memerdayakan kamu tentang Allah.” (QS. Fatir : 5)
Janji Allah tidak mungkin meleset. Hanya orang beriman yang yakin akan janji-Nya. Sehingga memanfaatkan anugerah duniawi untuk ketaatan dan pengabian kepada-Nya. Sementara orang yang bimbang karena bisikan setan saja yang meragukan akan janji-janji-Nya sehingga terpedaya hingga melakukan perbuatan menyimpang dan menyalahgunakan kenikmatan yang dianugerahkan kepadanya. Mereka tidak sadar bahwa dunia seperti air hujan yang menyegarkan sesaat dan akan hilang bekasnya dalam waktu singkat.
Surabaya, 30 April 2022
Editor: Sudono