Oleh: Dr. Adian Husaini
Ketua Umun DDII
Dewandakwahjatim.com, Depok – Agenda hari terakhir saya di Kota Padang, pada Senin (28/2/2022), adalah menghadiri Diskusi Buku “Solusi Kekacauan Ilmu” karya Fatih Madini (19 tahun, mahasiswa kelas jurnalistik profesional STID Mohammad Natsir). Tempatnya di Islamic Center Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (Dewan Da’wah), Sumatera Barat. Penyelenggaranya: WAFI (Wacana Fikir Islam) bekerjasama dengan Dewan Da’wah Sumatera Barat.
Diskusi malam itu diselimuti dengan turunnya hujan di Kota Padang. Namun, acara berjalan dengan meriah dan lancar, bahkan berlangsung sampai pukul 23.00 WIB. Menurut pengurus WAFI, ini adalah kajian pertama mereka di tahun 2022 secara luring.
Saya hadir untuk mengantarkan diskusi. Juga, turut hadir Metsra Wirman M.Phil (Founder WAFI Padang, yang juga dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat), Dr.H. Ahmad Annuri (Ketua Bidang Studi al-Quran Dewan Da’wah Pusat), Bpk. ˙H. Anisral (wakil ketua Dewan Da’wah Sumbar), Dr. Alexie Harriyandi (dosen Fakultas Teknik Universitas Andalas), Megawati, M.Pd (Ketua YPI at-Taqwa Depok), Setiawan Nanda (Moderator/WAFI), aktivis WAFI Padang, dan juga para mahasiswa beberapa kampus di kota Padang, santri-santri Dewan Da’wah Sumbar, serta masyarakat umum lainnya. Alhamdulillah, ruang diskusi yang disiapkan masih menampung.
Dalam akun FB-nya, WAFI menulis, bahwa buku ke-3 Fatih Madini ini, membahas tema yang cukup berat. Boleh dibilang ini makanan mahasiswa S3, namun Fatih Madini mampu mengetengahkan dengan baik untuk ukuran umurnya yang masih belia.
“Buku ini sangat relevan buat mahasiswa yang haus ilmu di Kota Padang khususnya dan Indonesia umumnya, karena memang Fatih Madini, mencermati persoalan-persoalan penting keilmuan yang senantiasa dihadapi oleh Mahasiswa saat ini,” tulis WAFI (https://www.facebook.com/174409233150814/posts/1042319586359770/).
Dalam paparannya, Metsra Wirman menjelaskan, bahwa buku yang ditulis oleh Fatih Madini itu diharapkan dapat memudahkan generasi muda memahami masalah keilmuan dalam Islam. Juga, diskusi malam itu diharapkannya menjadi pemicu untuk para dosen dan mahasiswa lebih giat meneliti dan menulis. Dan yang terpenting, mendorong tumbuhnya budaya ilmu di dunia kampus dan masyarakat.
Memang, dalam memulai presentasinya, Fatih Madini menjelaskan makna budaya ilmu, sebagaimana dirumuskan oleh Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud. Berdasarkan penelitiannya, ia kemudian merumuskan empat hal yang dapat mendorong tumbuhnya tradisi ilmu (budaya ilmu) di tengah umat Islam: (1). Memahami kemuliaan urgensi ilmu beserta tradisi ilmu dalam Islam
(2). Memahami sejarah kegemilangan ilmu pengetahuan dalam Peradaban Islam (3) Mengikis penyakit sekolahisme dan linearisme (4) Mendudukan aktivisme dan intelektualisme secara adil.
Namun, untuk mewujudkan kebangkitan peradaban Islam, Fatih Madini menekankan, bahwa budaya ilmu yang harus ditumbuhkan adalah budaya ilmu yang benar. Dalam paparannya yang berlangsung sekitar satu jam, ia menjelaskan empat sebab terjadinya kekacauan ilmu, dan juga empat langkah solusinya, yaitu: (1) Penanaman adab sebelum pengajaran ilmu (2) Ilmu Nafi’ sebagai landasan dan jawaban (3) Pengakuan klasifikasi ilmu berupa fardhu Ain dan fardhu kifayah (4) Pengakuan terhadap adanya otoritas dalam setiap bidang ilmu.
Rincian poin-poin tersebut dapat dibaca dalam buku setebal 434 halaman ini. Dalam pembahasannya, Metsra Wirman menilai, apa yang ditulis oleh Fatih Madini merupakan syarah dari syarah tentang ide besar Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas tentang kekacauan ilmu (confusion of knowledge) dan solusinya. Ide besar itu telah disyarah oleh Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, lalu disyarah lagi oleh para ilmuwan lulusan ISTAC.
Ia menilai buku Fatih Madini itu memudahkan generasi muda untuk memahami masalah berat tersebut. Ia pun berharap, diskusi buku malam itu dapat menggugah para mahasiswa untuk mencintai ilmu dan tumbuh semangat berkaryanya. Sebab, selama ini, ia pun baru menerbitkan satu bukunya, yang berjudul: Pemikiran Tasawuf Sunan Bonang yang diterbitkan satu penerbit di Malaysia.
Saya pun berharap, diskusi buku malam itu sedikit banyak memberikan dorongan anak-anak muda di Sumatera Barat untuk menelaah pemikiran para ulama dan tokoh-tokoh Sumatera Barat. Sebab, dari Tanah Minang telah lahir begitu banyak ulama, cendekiawan, dan pemimpin bangsa. Sebutlah dua tokoh Minang yang perannya diakui secara internasional, yaitu Mohammad Natsir dan Buya Hamka. Keduanya dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Jika ditelaah perjalanan pendidikan kedua tokoh itu, tampak bahwa mereka telah memiliki tradisi ilmu yang tinggi sejak usia belia. Karena itu, sejak usia belasan tahun, Mohammad Natsir dan Hamka telah melahirkan karya tulisnya. Tradisi membaca dan menulis telah melekat dalam diri kedua tokoh itu sejak usia belia. Tradisi baca tulis itulah yang ditumbuhkan oleh al-Quran sejak wahyu pertama turun, sehingga umat Islam memiliki tradisi ilmu yang tinggi dan menjadi umat terbaik.
Buku Fatih Madini “Solusi Kekacauan Ilmu” ini penting dibaca oleh para pelajar, mahasiswa, orang tua, guru dan dosen, karena berisi kiat-kiat praktis menumbuhkan tradisi ilmu dalam diri pribadi muslim. Tapi, bukan hanya itu. Yang lebih penting adalah tumbuhnya tradisi ilmu yang benar, yang melahirkan ilmu nafi’. Banyak manusia dan peradaban yang punya tradisi ilmu yang tinggi, tetapi ilmunya tidak bermanfaat. Bahkan, tidak sedikit yang ilmunya merusak masyarakat (ilmu yang mudharat).
Walhasil, betapa pun kecil kontribusinya, semoga diskusi buku mahasiswa STID Mohammad Natsir di Kota Padang itu, akan turut mendorong munculnya tradisi ilmu yang benar, sehingga dari Tanah Minang akan lahir kembali banyak Mohammad Natsir dan Hamka. Aamiin. (Depok, 3 Maret 2022).
Editor: Sudono Syueb/Humas DDII Jatim