Yunan Nasution; Pejuang dan Pendakwah yang Dua Kali Dipenjara

Oleh M. Anwar Djaelani
Ketua Bidang Pemikiran Islam DDII Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Muhammad Yunan Nasution punya banyak predikat. Sebagian sebutannya adalah: Aktivis, pendakwah, penulis, dan politisi. Buah sebagai penulis antara lain berupa sejumlah buku. “Buah” sebagai aktivis atau politisi, dia pernah dipenjara oleh penjajah dan oleh rezim Orde Lama.
Sebagai aktivis dan pendakwah Yunan Nasution punya jejak kontribusi di Muhammadiyah. Di Muhammadiyah, dia pernah menjadi Ketua Majelis Hikmah PP Muhammadiyah 1953-1955. Belakangan, dia aktif pula di Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.

Orang Pergerakan

Yunan Nasution lahir di Bontung, Kotanopan, Tapanuli Selatan pada 22 November 1913. Dia lulusan HIS di Kotanopan. Selepas itu Yunan Nasuton melanjutkan ke Thawalib School Parabek. Selanjutnya, meneruskan ke Tsanawiyah School di Bukittinggi.

Yunan Nasution aktivis sejak muda, semasa masih pelajar. Dia aktif dalam gerakan pemuda dan kepanduan. Antara lain, dia aktif di Pemuda Muslimin Indonesia dan menjadi ketuanya di Bukittinggi.

Menjadi aktivis tentu beresiko. Lihat, saat berumur 20 tahun-pada 1933-, Yunan Nasution ditangkap dan ditahan selama 4 bulan. Hal itu karena pernyataannya yang mengritik pemerintah kolonial.
Yunan Nasution bebas lewat keputusan Residen Sumatera Barat. Itupun dengan syarat, yaitu dia harus meninggalkan daerah tersebut.

Lewat Tulisan

Sang aktivis, Yunan Nasution, lalu pindah ke Medan. Di sana, semangat juangnya melawan penjajah bukan menjadi surut tapi malah sebaliknya. Spirit juang Yunan Nasution makin berkobar.

Yunan Nasution kemudian melengkapi media perjuangannya dengan aktif menulis. Pergerakannya juga dilakukan melalui aktivitas penerbitan. Tentu Yunan Nasution sendirian. Bersama beberapa temannya, dia menerbitkan majalah “Suluh Islam”.

Kemudian, pada 1936, bersama Hamka dia menerbitkan media pekanan bernama “Pedoman Masyarakat”. Media yang disebut terakhir ini sempat bertahan selama 7 tahun.

Perjuangan Yunan Nasution lewat aktivitas tulis-menulis terus berjalan. Misal, pada tahun 1945, di Medan dia mendirikan dan memimpin harian “Islam berjuang”.

Jalur Politik

Setelah Indonesia merdeka, pada 1945, Yunan Nasution menjadi anggota Dewan Pemerintahan Provinsi Sumatera Timur. Juga, menjadi anggota eksekutif Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang berkedudukan di Kutaraja Banda Aceh.

Aktivitasnya di dunia politik terbilang berjalan baik. Ketika Partai Masyumi berdiri, Yunan Nasution terpilih sebagai Ketua Partai Masyumi Sumatera Timur.

Dalam perjalanannya, dia dinilai berhasil mengembangkan Partai Masyumi di Sumatera Timur dan Sumatera Utara. Penilaian itu, menjadi dasar bahwa posisi strategis Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Partai Masyumi layak saat kemudian diamanahkan kepadanya.

Yunan Nasution menduduki posisi Sekretaris Jenderal Partai Masyumi hingga partai ini membubarkan diri pada 1960. Membubarkan diri, karena tekanan rezim Orde Lama.

Sebagai politisi, Yunan Nasution pernah terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat – Republik Indonesia Serikat (DPR-RIS). Lalu, kembali terpilih menjadi anggota DPR-RI hasil pemilu 1955.

Resiko Pejuang

Sikap kritis Yunan Nasution tak berubah, kapanpun. Saat berhadapan dengan penjajah, dia kritis. Dia pun bersikap kritis terhadap pemerintahan Orde Lama.

Seperti di masa penjajahan, sikapnya yang kritis ini lalu membawanya lagi ke tahanan atau penjara. Terkait ini, Lukman Hakiem menulis di www.republika.co.id 23 Januari 2017. Judulnya, “Yunan Nasution, Syahrir, Hamka: Kisah dalam Penjara Era Sukarno”

Menjelang subuh pada 16 Januari 1962 Yunan Nasution dijemput aparat dan ditahan. Pada saat yang berdekatan, selain dia juga banyak tokoh lain yang ditahan. Penahanan
berlatar belakang politik ini menimpa banyak pemimpin Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Tanpa proses peradilan, Yunan Nasution dibebaskan pada 17 Mei 1966. Pada saat yang sama dibebaskan pula antara lain Muhammad Roem, Prawoto Mangkusasmito, Isa Anshary, E.Z. Muttaqien, Sholeh Iskandar, Mochtar Gozali, Subadio Sastrosatomo, Mochtar Lubis, dan J. Princen.

Berikutnya, pada Juli 1966, dibebaskan pula M. Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap, Nawawi, M. Simbolon, Assaat, Nun Pantow, Ventje Sumual, dan Rudolf Runturambi.

Selama sekitar empat tahun kebebasannya dibelenggu, Yunan Nasution mengalami sejumlah pemindahan tempat penahanan. Di awal, saat di Jakarta, dia ditahan di dua tempat yang berbeda. Kemudian dipindah ke Madiun. Dipindah lagi ke Jakarta, yang seperti sebelumnya juga mengalami pemindahan tempat dua kali.

Selepas bebas dari penjara, Yunani Nasution aktif dalam kegiatan dakwah. Dia aktif di Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) yang didirikan oleh M. Natsir.

Sang Penulis

Yunan Nasution aktif menulis di berbagai media massa Islam. Juga, giat menulis untuk buletin dakwah yang disebar ke masjid-masjid terutama di hari Jum’at.

Yunan Nasution juga menulis buku. Di antara buku yang telah diterbitkannya adalah “Citra dan Cita Muhammadiyah”, “Dinamika Hidup”, dan “Pegangan Hidup”.

Karya Yunan Nasution yang lain berjudul “Muhammad Rasulullah: Anak Yatim Pemimpin Dunia”. Masih tentang Sang Nabi, Yunan Nasution juga menulis “Muhammad Rasulullah”.

Buku yang disebut terakhir di atas, terbit pada 1984 dan diterbitkan oleh Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. Buku setebal 224 halaman itu menarik. Yunan Nasution mencoba menggambarkan secara singkat tentang riwayat hidup dan perjuangan Nabi Muhammad Saw tahap demi tahap, yang dibagi dalam 9 bab.

Uraian di buku itu disusun agar mudah dipahami. Kata Yunan Nasution di Kata Pengantar, kecuali dapat dipergunakan sebagai bacaan secara biasa, buku ini juga bisa dimanfaatkan untuk bahan ceramah terutama bagi para mubaligh/mubalighah di waktu peringatan-peringatan seperti Maulid Nabi Saw, Isra’ dan Mi’raj, dan lain-lain.

Catatan Berharga

Riwayat hidup Yunan Nasution patut menjadi referensi berharga. Maka, kita beruntung atas inisiatif Badruzzaman Busyairi yang membukukan kisah kepejuangan Yunan Nasution. Judulnya, “Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution”.
Semoga kita bisa meneladaninya. Yunan Nasution selalu berjuang di setiap langkah kehidupannya. Dia senantiasa siap menerima resiko perjuangan dengan sabar. []

Editor: Sudono Syueb/Humas DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *