Waspadai Strategi Barat Hancurkan Islam

Oleh Bahrul Ulum,
Sekretaris Bidang Pemikiran Islam DDII Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Dengan berbagai cara, Barat senantiasa berusaha menghancurkan Islam. Salah satu postulat yang mereka tebarkan yaitu atribut “Islam radikal”. Istilah ini disematkan pada kaum Muslimin yang ingin mengamalkan Islam secara kaffah.

Di satu sisi, Barat memunculkan istilah lain sebagai tandingannya yaitu “Ïslam moderat”. Kelompok ini mengklaim dirinya sebagai penebar Islam washatiyah. Padahal secara epistemologis, istilah washatiyah tidaklah sama dengan kata moderat. Islam moderat justru lebih banyak mempropagandakan nilai-nilai Barat dibandingkan dengan nilai-nilai Islam itu sendiri.


Penggunaan kedua istilah yang sama-sama dari Barat tersebut sebagai sarana mengadu-domba antar-umat Islam. Kedua istilah tersebut, sengaja diproklamirkan Barat untuk melemahkan Islam.


Islam hanya mengenal washatiyah dan kâffah  yang memiliki makna yang berbeda dengan moderat dan radikal. Seorang Muslim harus memeluk agama Islam secara kaffah dan memiliki sifat washatiyah dalam kehidupan bermasyarakat.


Keharusan menjadi Muslim kaffah ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian”(QS al-Baqarah [2]: 208).


Sedang washatiyah yang dimaksud adalah umat terbaik dan terpilih  karena mendapatkan petunjuk dari Allah Swt. Jalan lurus dalam Surat al-Fatihah adalah jalan tengah di antara jalan orang yang dibenci (Yahudi) dan jalan orang sesat (Nasrani) (Tafsir al-Manâr,  II/4).

Karakter umat washatiyah ada empat; adil dan pilihan (QS Ali ‘Imraan [3]: 110) serta terbaik dan pertengahan antara ifrâth (berlebihan) dan tafrîth (mengurangi) (Tafsir ar-Razi, II/389-390).

Sekilas Sejarah

Istilah radikalisme muncul pertama kali di Eropa pada akhir abad ke-19. Istilah ini untuk menunjukkan sikap gereja terhadap ilmu pengetahuan (sains) dan filsafat modern serta sikap konsisten mereka yang total terhadap agama Kristen.


Gerakan Protestan dianggap sebagai awal mula kemunculan fundamentalisme. Mereka telah menetapkan prinsip-prinsip fundamentalisme pada Konferensi Bibel di Niagara tahun 1878 dan Konferensi Umum Presbyterian tahun 1910.

Saat itu mulai terkristalisasi ide-ide pokok yang mendasari fundamentalisme. Ide-ide pokok ini didasarkan pada asas-asas teologi Kristen, yang  bertentangan dengan kemajuan ilmu pengetahuan  yang lahir dari ideologi Kapitalisme yang berdasarkan akidah pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme).

Cara Menghambat


Istilah radikalisme dijadikan sebagai alat oleh Barat untuk menyerang dan menghambat kebangkitan Islam. Mereka menuduh Islam berpaham radikal yang membahayakan dunia yang kemudian melahirkan islamophobia di Barat dan seluruh dunia. Selajutnya Barat membuat proyek antiradikalisme atau deradikalisasi.


Sayangnya, banyak ummat Islam tertipu dengan proyek ini. Mereka ikut terlibat dalam berbagai program deradikalisasi, baik karena kebodohan maupun karena pragmatisme semata.

Setidaknya ada empat karakteristik dan tujuan Barat melancarkan imperialisme epistemologi sebagai propaganda Barat menyerang Islam.

Pertama : Harakah at-Tasykîk, yakni menumbuhkan keraguan (skeptis) pada umat Islam akan kebenaran Islam. Di antara keraguan yang mereka lancarkan adalah gugatan tentang otentitas Al-Qur’an, Islam sebagai Mohammadanisme, keraguan atas kerasulan Muhammad.
Dampak dari at-tasykîk adalah tumbuhnya sikap netralitas dan relativitas terhadap ajaran Islam. Jika masih ada seorang Muslim yang secara fanatik memahami Islam maka mereka kemudian dicap sebagai fundamentalis, radikalis, islamis dan teroris.

Kedua: Harakah at-Tasywîh, yaitu menghilangkan rasa kebanggaan terhadap ajaran Islam dengan cara memberikan stigma buruk terhadap Islam. Mereka dengan gencar mencitrakan Islam secara keji melalui media-media. Dampak dari tasywîh ini adalah menggejalanya inferiority complex (rendah diri) pada diri umat Islam, islamopobhia, pemujaan  kepada Barat.

Ketiga: Harakah at-Tadzwîb, yakni gerakan pelarutan (akulturasi) peradaban dan pemikiran.  Dampaknya adalah umat Islam terjebak dalam pemikiran pluralisme agama. Pluralisme jelas bertentangan dengan Islam. Pluralisme, menurut WC Smith, bermakna transendent unity of religion (wihdat al adyan). Pluralisme adalah global teologi menurut John Hick.

Keempat : Hakarah at-Taghrîb, yakni gerakan westernisasi segala aspek kehidupan kaum Muslim. Paradigma Barat dijadikan sebagai fokus perhatian kaum Muslim dengan meninggalkan tsaqâfah Islam. Melalui berbagai bidang “tawaran” seperti di asapek fun, fashion, film dan food, Barat terus mempropagandakan ideologinya.
Begitulah cara Barat melemahkan Islam dengan memasukkan pemikiran yang nampaknya bagus padahal sesungguhnya sangat membahayakan Islam.

Sadar, Sadarlah!

Umat Islam harus sadar akan bahaya besar ini. Sadarlah dari bahaya di balik narasi radikalisme, yang itu propaganda Barat untuk menghancurkan Islam.(Sudono Syueb/Humas DDII Jatim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *